Lingga Baganti- 28

614 89 5
                                    

"Hari ini akan menjadi akhir dari karmaku."

Jaeja menggenggam tangan Fannan, pemuda itu masih menangis, sekelebat ingatan masa lalu berputar di kepalanya. Itu kisah Duhan dan Jaeja yang membuat tangisnya semakin pilu.

"Pengorbanan nyawa bukan tanpa sebab, karena kegagalan kami di masa lalu, untuk menyelamatkan orang-orang yang sama sekali tidak mengerti, pengorbanan harus dilakukan.

Fannan, ketika Saddam datang kepadamu suatu saat mengatakan bahwa kamu adalah anak yang diramalkan, itu memang benar. Karena kamu adalah reinkarnasi dari salah satu anak yang diramalkan juga di masa lalu.

Abraham Franklin, peristiwa yang terjadi di Lingga Baganti hari ini bukanlah pertama kalinya terjadi dalam sejarah. Karena yang gedung tua itu sembunyikan lebih banyak dari apa yang kalian bayangkan.

Abraham Franklin datang untuk pertama kalinya pada tahun seribu sembilan ratus empat puluh lima. Ketika gejolak perjuangan tengah membara, di tempat ini juga terjadi kekacauan. Satu persatu murid menghilang setiap harinya tanpa jejak, terror di mana-mana membuat aku, Duhan, dan tiga orang lainnya pada waktu itu tahu bahwa yang terjadi pada waktu itu adalah kutukan.

Tapi itu terlambat, kami kekurangan kekuatan ditambah pemimpin dari anak yang diramalkan belum lahir waktu itu. Satu-satunya cara yang bisa kami lakukan hanyalah pengorbanan.

Fannan, aku mempertaruhkan takdirku untuk mengungkap yang sebenarnya terjadi, aku mohon dengarkan ini baik-baik karena ini adalah kesempatan terakhir untuk kalian semua, aku rasa diriku mulai dirasuki oleh kekuatan Iblis Hitam.

Daniel Ogawa bukan satu-satunya, Saddam lah yang satu-satunya, anak yang diramalkan tidak akan pernah diganti meskipun tubuh mereka berbeda."

Fannan membolakan matanya ketika melihat asap hitam berkumpul di tubuh Jaeja, gadis itu tersenyum dan melanjutkan ucapannya.

"Hanya Saddam dan Daniel Ogawa yang bisa mengakhiri semua ini, hanya sepuluh anak yang diramalkan juga jiwa yang dikorbankan di masa lalu yang bisa menang. Saddam dan Daniel Ogawa mungkin masih belum terlalu ingat, tapi mereka benar-benar harus mengingat siapa diri mereka sebelum puncak serangan itu datang."

Sekarang tubuh Jaeja benar-benar ditutupi oleh asap hitam hingga tersisa kepalanya.

"Jantungnya! Semuanya akan berakhir jika jantungnya hancur!"

Jaeja menangis, perlahan asap hitam membungkus kepalanya, ia tersenyum pada pemuda di depannya, pertanda perpisahan akan terjadi.

"Duhan, aku pamit. Terimakasih atas kerja samanya selama ini, senang bisa mengenalmu meskipun hanya sebentar. Tetaplah tersenyum kepada dunia seperti Duhan yang aku kenal meskipun itu berat, sekali lagi aku menepati janjiku. Selamat tinggal, Duhan Alexander."

Fannan terjatuh, ia memegangi dadanya yang terasa sangat sakit. Tangisnya semakin keras beriringan dengan tubuh Jaeja yang menghilang dari sana.

"JAEJA!"

Ia terduduk, peluh membasahi dahi hingga pelipisnya.

Fannan mengusap wajahnya, dan tersadar bahwa wajahnya basah, ia benar-benar menangis.

Terdiam sejenak sebelum matanya membulat, berlari ke arah jendela dan menyingkap gorden. Mundur beberapa langkah ketika melihat Jaeja di sana tengah dicekik oleh bayangan hitam besar.

Fannan menggeleng, itu bukan mimpi. Jaeja benar-benar datang ke rumahnya untuk mengucapkan salam perpisahan.

Fannan menyambar ponselnya di nakas dan segera turun ke bawah dengan tergesa-gesa. Ketika telfon tersambung dengan seseorang di seberang, Fannan berteriak gila.

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now