Lingga Baganti- 29

616 87 4
                                    

Pengumuman tentang libur musim panas telah diumumkan kemarin. Awalnya para murid cemas akan liburan akan dibatalkan mengingat bagaimana Kepala Sekolah baru mereka.

Tapi syukurlah karena kecerdikan Isamu dalam merayu pembina OSIS untuk membicarakan ulang terkait liburan dengan wakil Kepala Sekolah. Dan dari kemarin pun, telah banyak murid asrama yang berkemas, bahkan telah lebih dahulu pulang ke rumah mereka masing-masing.

Jauh di asrama paling atas, sosok pemuda berkacamata itu tampak berdiri diam di depan ranjangnya. Sedari tadi ia menghela napas kebingungan, apakah ia harus keluar dari asrama ini atau tetap berada di sini selama satu Minggu ke depan?

Lagipula, tidak ada yang ditunggunya di rumah.

Tapi, sialnya Saddam telah mengiyakan ajakan para OSIS untuk ikut liburan bersama. Apalagi Kaivan yang sangat bersemangat untuk menyalakan Garu agar Daniel bisa ikut bersama mereka.

Saddam pikir, kalau ia tetap tinggal di Lingga Baganti, ia bisa mencari tahu lebih dalam tentang hal yang selama ini menjadi bayang-bayang semu di pikirannya. Tapi tak menutup kemungkinan bahwa apa yang ia cari bisa jadi tidak berada di Lingga Baganti.

Kalau Daniel berinteraksi dengan dunia luar, bisa saja ingatannya merangsang sesuatu terkait dengan penyebab kematiannya dan kenapa dia bisa berada di sini.

Saddam menatap sebuah kendi kecil dengan abu di dalamnya, sebenarnya Saddam telah mempersiapkan keberangkatan Daniel dari jauh-jauh hari. Ia lebih dahulu menyiapkan wadah agar Daniel bisa menerima undangan dari Garu yang dinyalakan Kaivan.

Saddam menoleh pada Daniel di ujung sana yang tengah menatap pada jendela, Saddam tahu bagaimana rasanya hidup dalam kebingungan.

Sebuah notifikasi masuk pada ponselnya, sebuah pesan dari Isamu yang mengatakan bahwa mobil mereka telah tiba dan tinggal menunggu Saddam untuk keluar.

Saddam menghela napas, menatap pada Daniel yang telah berbalik padanya.

"Sudah siap?"

Arwah itu hanya diam, yang berarti 'iya'.

Saddam mengambil kendi kecil di atas nakas, membakar abu di dalamnya, menatap pada Daniel.

"Aku mengundangmu untuk ikut denganku selama asap di kendi ini masih terbang." Saddam menutup kendi kecil itu dengan sebuah kain.

Saddam menatap Lamat lantai kamarnya. "Gue harap ini berhasil."

★★★

Mobil Isamu dan mobil Paris berhenti di sebuah tepian pantai, cukup sepi. Ya, mereka membawa dua mobil. Setelah beberapa jam berkendara, mereka memutuskan untuk beristirahat.

Semua orang turun, kecuali satu orang, Kaivan. Pemuda itu menghela napas pasrah, ia telah berjanji untuk menjaga Garu agar tetap hidup.

"Lo bisa pergi, gue akan jaga garunya." Kaivan menatap Saddam dengan mata berbinar, ia segera memberikan Garu yang sebelumnya dibeli oleh Fannan dengan hati riang.

Setelahnya Kaivan berlari menyusul OSIS lain yang telah bermain air terlebih dahulu.

Di sana Saddam hanya menatapnya datar, menghela napas sebelum melihat Daniel di sebelahnya. Arwah itu berhasil keluar dari Lingga Baganti setelah berpuluh-puluh tahun terkurung di sana. Tapi pemuda setengah Belanda dan Jepang itu masih saja terlihat kebingungan.

"Kenapa?" Saddam membuka suara.

"Tempat ini terasa asing."

Lingga BagantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang