Lingga Baganti- 40

613 83 3
                                    

Helaan napas lelah terdengar setelah tangannya bergerak menutup pintu kamar. Saddam menatap Daniel yang tengah berdiri di depan jendela, menatap pandangan luar Lingga Baganti yang sepi.

Saddam mendudukkan diri di atas ranjang, menatap langit-langit kamarnya yang temaram. Pening masih menyinggahi kepalanya, tapi tidak separah tadi. Setelah selesai dari rumah wanita tadi, ia dan para OSIS sempat singgah ke sebuah sungai yang menjadi tempat bagi Yio.

Melakukan beberapa hal di sana sebelum kembali ke Lingga Baganti.

Sebuah notifikasi di ponselnya membuat Saddam menoleh, Fannan baru saja mengirimkannya foto keluarga Ogawa kepadanya. Lantas melihat Daniel yang tampaknya sedang tidak baik-baik saja hari ini, Saddam tahu bahwa pemuda Belanda Jepang itu merasakan keanehan karena dirinya yang tidak dapat masuk ke gudang penyimpanan data.

"Gue menemukannya."

Daniel berbalik, menatap Saddam yang barusan berbicara.

"Gue menemukan diri lo."

Saddam berdiri, menghampiri si pirang. Memperlihatkan apa yang ada di ponselnya kepada Daniel.

Ada foto yang tidak dilihatnya tadi, yaitu foto kedua orang tua Daniel, Ogawa Kilian dan juga Daniel.

Seketika itu juga jatuh air matanya, tubuhnya yang sekian lama tidak hidup, sekarang dipaksa bekerja untuk memproduksi air mata. Perasaannya menjadi tidak tenang dan penuh dengan kesedihan.

Tangannya mencoba menggapai, mengelus foto yang tercetak di layar. Tapi yang hanya bisa ia sentuh hanyalah ruang kosong nan hampa.

Daniel menggeleng, ia mengingat wajah semua orang di sana, termasuk wajah dirinya sendiri yang duduk sembari tersenyum di tengah. Sebuah foto keluarga yang harmonis. Itu dirinya, benar-benar dirinya. Dan dia mempunyai keluarga.

"Lo ingat mereka?" Saddam menatap wajah sedih bercampur kebingungan Daniel.

Arwah itu mengangguk. "Ayah, Ibu, Kakak ..." Ia mengabsen seluruh wajah-wajah yang bisa ia putar memori terkunci di kepalanya.

Tangisnya semakin pecah ketika melihat wajah dari sang kakak yang tengah merangkulnya.

"Kilian." Sekali lagi jemarinya mencoba menggapai-gapai.

"Kilian, aku rindu Kilian. Aku rindu Ibu, rindu ayah."

Saddam menatapnya, melihat bagaimana Daniel sangat sedih sekarang.

"Daniel, keluarga Lo ... mereka pindah beberapa bulan setelah Lo dinyatakan meninggal."

Mendengar itu semakin pecah tangis si pirang, dia hanya remaja tujuh belas tahun yang kesepian dan merindukan keluarga. Dia telah sendiri selama tujuh puluh tahun, dipenuhi perasaan kebingungan yang tidak bisa dijelaskan.

"Mereka tidak pernah tahu kalau aku di sini, aku masih di sini. Aku menunggu mereka, tapi mereka tidak pernah datang. Aku sendirian, kesepian, kebingungan. Dan sekarang mereka pergi, mereka meninggalkanku."

"Daniel, mereka gak ninggalin Lo. Pasti berat untuk pergi, tapi mereka berusaha untuk sembuh. Pihak sekolah menyatakan bahwa Lo merupakan korban meninggal dari bencana gempa itu, tapi jasad Lo sama sekali tidak ditemukan."

Saddam menghela napasnya. "Sebenarnya Lo di mana Daniel? Apa yang menyebabkan Lo menanggung derita sebegini banyak? Karma apa yang lokuin di masa lalu?"

Daniel menggeleng kembali. Untuk sekarang hatinya sudah cukup hancur ketika mengetahui ia mempunyai keluarga, tapi mereka meninggalkannya sendirian. Ingatan itu terkumpul di kepalanya, ketika ia bermain bersama sang kakak dan mendengarkan dongeng yang dibacakan sang ibu.

Ia ingat, ia merupakan bagian dari keluarga Ogawa, dirinya pernah hidup dahulu.

Tapi, mendengar pertanyaan Saddam, ia kembali berpikir keras dengan perasaan kebingungan. Kenapa ia sama sekali tidak bisa mengingat tentang hal lainnya? Ia hanya mengingat kisahnya bersama dengan orang tua dan kakak laki-lakinya. Selain itu, semuanya kembali menjadi abu-abu.

"Saddam, aku ... aku hanya bisa mengingat tentang mereka, aku tidak bisa mengingat hal lain."

Saddam memperhatikannya, ekspresi Daniel kembali seperti kebingungan kembali. Saddam menatap ponselnya yang masih memuat gambar itu, menatap wajah Daniel yang tersenyum bahagia di sana.

Daniel tidak bisa mengingat hal lain selain kenangannya bersama keluarga, itu berarti apakah dirinya harus memecahkan satu persatu rahasia hidup Daniel hingga arwah itu mengingat seluruh kisahnya?

★★★

Pemuda berkacamata itu terkejut, tangannya tiba-tiba ditarik paksa oleh seorang gadis yang tengah berlari di depannya. Ia terkesiap, kenapa ia bisa berada di tempat ini? Bukankah ia tengah tertidur di kamarnya?

Saddam memperhatikan gadis yang napasnya memburu itu, menariknya ke depan seperti mengejar sesuatu. Kernyitan di dahi Saddam terlihat, itu bukan seseorang yang ia kenal, bukan Cathan, bukan Finola, bukan Edrea, bukan Hikaru ataupun Luna.

"Kemana?"

Pertanyaan Saddam tak dijawab, gadis itu terus-menerus berlari menyeretnya, mengarah pada gedung tua Lingga Baganti.

Ah tunggu, Saddam baru menyadari bahwa tempat ini berbeda dari Lingga Baganti yang ia kenal. Tempat ini ... terlalu hancur. Benar, sebagian bangunannya telah runtuh, Saddam melihat banyak mayat para siswa yang terjebak di sana.

Ia mengalihkan pandangannya kembali pada gadis itu, mereka telah menaiki tangga demi tangga, tidak tahu kemana ia akan dibawa. Keningnya mengernyit ketika mengetahui pakaian yang dipakai gadis itu, bukanlah seragam yang sama dengannya.

Kemeja putih dan rok hitam itu ... sangat mirip dengan yang Daniel kenakan.

"Atap."

Saddam terkesiap, gadis itu melepaskan genggamannya ketika mereka telah sampai di undakan tangga terakhir untuk mencapai atap Lingga Baganti.

Dan sekarang Saddam dapat melihat wajah gadis itu dengan sangat jelas, ah dia memiliki darah campuran, terlihat seperti orang Eropa dengan mata birunya.

Raut wajahnya ... mengingatkan Saddam pada Daniel, siapa gadis ini? Dan kenapa ia berada tempat ini? Apakah ia ditarik ke masa lalu? Apa yang tengah terjadi?

Perlahan gadis itu berjalan mundur dan akhirnya menghilang di balik kegelapan. Tubuhnya terdorong ke depan ketika dirasa ada yang mendorongnya.

Dan langkahnya berhenti tepat di atap, membulatkan mata di balik kacamata itu ketika melihat banyaknya manusia dengan jubah hitam yang aneh di sana. Tengah mengelilingi sesuatu yang Saddam tidak bisa memastikan apa itu.

Tiba-tiba manusia berjubah itu merenggang, memperlihatkan bahwa mereka tengah menyembelih seekor kambing. Anehnya, kambing itu berwarna hitam dengan tanduk yang panjang. Saddam mendengarkan kambing itu merintih kuat, bukan seperti rintihan kambing pada umumnya, itu lebih seperti rintihan iblis.

Kepala kambing itu terjatuh ke lantai, Saddam berdegup ketika melihat ritual setan yang tersaji di depannya sekarang.

Tapi ketika tiba-tiba kepala kambing itu berubah menjadi sesuatu yang sangat ia kenal, Saddam membeku di tempat.

Tangannya bergetar, melihat bagaimana kepala kambing yang tadi disembelih sekarang berubah menjadi kepala Daniel. Perutnya terasa diaduk, sangat mual. Air matanya meleleh, ketika kepala itu diangkat.

Lalu seseorang di sana mengeluarkan seekor gagak dari sebuah sangkar emas, dengan kejam, benda runcing nan tajam yang tadi digunakan untuk memisahkan kepala kambing dengan tubuhnya, sekarang ditusukkan pada dada si gagak.

Rintihan terdengar dari burung malang itu, mengucur deras darah membuatnya tak berdaya. Darah itu disiramkan pada kepala Daniel, membuat Saddam benar-benar tidak bisa menahan rasa mual dan pening di kepalanya.

Seketika itu juga, pandangannya menggelap.

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now