Lingga Baganti- 6

937 99 1
                                    

Para OSIS itu tengah berjejer di ruang tunggu rumah sakit. Beberapa waktu yang lalu seorang Dokter baru saja memberitahu mereka bahwa para siswa itu mengalami koma.

"Mereka semua koma. Tapi anehnya kami sama sekali tidak bisa mendeteksi penyakit seperti apa yang menyerang mereka."

Begitulah yang mereka katakan.

Isamu di sana mengusap wajahnya kasar, total siswa yang menjadi korban sebanyak dua puluh satu siswa. Entah apa yang akan pihak sekolah katakan kepada orang tua mereka, tapi Isamu sangat yakin bahwa sekolah akan merahasiakan kejadian ini.

"Sekarang apa yang harus kita lakuin?" Edrea seperti bertanya kepada dirinya sendiri.

"Kita udah liat semuanya, kita gak bisa diam aja disaat nyawa kita benar-benar bahaya di sini," ujar Cathan.

Semua orang menatap Saddam yang sedari tadi diam.

"Saddam, sebenarnya apa yang terjadi di sini?" tanya Paris.

Saddam menegakkan kepalanya, menatap satu persatu dari mereka di sana.

"Gue belum dapat apa-apa, pandangan gue kabur ketika coba nerobos masa depan," ujarnya.

"Itu berarti ada hal besar yang akan terjadi di sini, apa sebaiknya kita pulang aja?" tanya Kaivan.

Beberapa dari mereka mengangguki, siapa yang tidak takut jika kejadian aneh silih berganti menggoyahkan mental kalian?

"Gak." Isamu bangkit dari duduknya. "Kita gak bisa pulang, selain kita gak tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini, kita adalah OSIS, kenyamanan para siswa juga tanggung jawab kita."

Finola mengangguk. "Dan kalau kita pulang, apa yang akan kita bilang sama orang tua kita? Kalian yakin orang-orang kayak mereka akan percaya dengan hal aneh yang kita bilang?"

"Tapi apa Lo gak liat gimana gilanya hari ini, Fio? Lo gak liat puluhan murid itu koma hari ini? Nyawa kita dalam bahaya!" Kaivan memberontak.

"Gue pikir, Isamu benar. Kita harus bertahan." Saddam tiba-tiba berbicara.

Kaivan berdecak. "Lo aja yang indigo gak bisa menangani hal ini, gimana sama kita yang cuma orang biasa?"

"Justru karena itu, gue ngerasa kalau memang ada alasan kenapa gue gak bisa masuk ke dalam penglihatan gue. Gue pikir, ini ada hubungannya dengan kita semua."

"Maksud Lo?" Hikaru menatap bingung Saddam.

"Gue punya firasat kuat tentang hal ini, semua kejadian ini mungkin ada hubungannya dengan kita semua."

★★★

Hari sudah lumayan sore, para OSIS itu tengah berada di depan rumah sakit. Setelah para guru dan orang tua siswa datang, mereka akhirnya bisa pergi. Dan sekarang mereka akan berpisah di sini.

"Kami pergi, sampai ketemu besok!"

Isamu, Paris, Saddam, Finola, Hikaru, Kaivan dan Luna menaiki bus untuk kembali ke Lingga Baganti. Sedangkan murid non-asrama seperti Cathan dan Edrea telah lebih dahulu dijemput oleh supir mereka.

Setelah bus itu meninggalkan kawasan rumah sakit, sekarang tinggal Fannan sendiri yang masih berada di sana. Rumahnya cukup dekat dari sini, ada di perumahan elit yang tak jauh dari rumah sakit. Fannan hanya perlu berjalan kaki untuk sampai ke kediamannya.

Sambil melihat kanan kiri, Fannan memasang headphone-nya mendengarkan musik ketika jalanan yang ia lewati cukup sepi, berbeda dari biasanya.

Rambut pirangnya terbawa angin sore, langit benar-benar sudah mulai menggelap membuat perasaan Fannan seperti tidak menentu. Ada sedikit rasa cemas pada dirinya, suasana hari ini terlihat tidak seperti biasanya. Mungkin karena efek kejadian menyeramkan yang ia hadapi di sekolah tadi, atau memang jiwanya terlalu lelah karena tidak biasanya pulang hingga matahari telah terbenam seperti ini.

Lingga BagantiKde žijí příběhy. Začni objevovat