Lingga Baganti- 25

680 90 6
                                    

"Jadi mereka mengundangku?"

Saddam baru selesai mencuci mukanya bersiap tidur, tapi ia harus menundanya terlebih dahulu. Pemuda itu mengambil kacamata di nakas, memakainya, duduk menghadap Daniel yang berdiri di sebelah lampu tidurnya.

"Bukan kah sudah jelas?" Saddam menaikkan sebelah alisnya.

"Apa aku bisa? Keluar dari sini?"

Saddam menghela napas. "Nenek gue pernah bilang, arwah terikat bisa keluar dari tempatnya untuk sementara melalui undangan. Gue pikir, Lo harus mencoba untuk kali ini, Daniel. Ini kesempatan yang bagus, mungkin Lo bisa ingat sesuatu jika keluar dari sini nantinya."

"Tapi undangan membutuhkan energi yang cukup besar."

"Dan gue mampu mengeluarkan energi yang besar itu, Lo gak usah khawatirkan tentang hal lain Daniel, para OSIS juga akan membantu."

Kemudian arwah itu terdiam, tidak mengucapkan apapun lagi hingga sebuah angin kecil lewat mematikan lilin yang menyala di atas nakas.

"Tidak tahu apa-apa itu menyakitkan," lirihnya.

Saddam menatap pemuda itu dalam diam, lalu ia terkekeh kecil. "Lalu apa bedanya dengan gue?"

Saddam menatap langit-langit kamarnya, faktanya dia juga sama seperti Daniel, kondisi mereka tak jauh berbeda. Hanya napas dan jantung yang masih berdetak yang membuat status keduanya jelas.

Faktanya, Saddam pun sama sekali tidak mengingat masa lalunya. Maksudnya, kisahnya di kehidupan sebelumnya, sebelum Saddam terlahir di dunia. Karena Saddam sendiri tahu bahwa dirinya juga merupakan bagian dari karma yang diperbuat dirinya di masa lalu.

Neneknya mengatakan bahwa dia adalah keturunan Dinasti Kama, Dinasti tertua dari tiga Dinasti yang ada setelah Nuka dan Mardea.

Saddam masih sangat ingat pesan terakhir neneknya sebelum ia berpulang.

"Saddam, dunia tidak sebulat yang kamu kira. Kamu akan mengalami banyak kesusahan karena janji masa lalumu, tetaplah berjuang karena nenek bersamamu."

Neneknya meninggalkan Saddam dengan pertanyaan besar di kepalanya, siapa sebenarnya dirinya? Kenapa dia ada di sini? Janji apa yang ia ucapkan di masa lalu hingga berdampak besar pada takdirnya? Dan apakah peristiwa aneh di Lingga Baganti ini berhubungan dengan dirinya?

Sesungguhnya Saddam hanya mengetahui satu hal yang pasti, bahwa ia punya hubungan erat dengan Daniel. Entah dari mana perasaan itu datang, tapi rasanya arwah pemuda Belanda Jepang itu benar-benar dekat dengan dirinya.

"Jiwa yang kosong yang digunakan sebagai wadah, yang bahkan tidak mengetahui masa lalunya sendiri, kamu adalah penghianat yang sebenarnya." Daniel bergumam sembari menatap Saddam.

"Bukankah ucapan arwah yang merasuki tubuh gadis waktu itu terdengar aneh?" tanya Daniel.

Saddam ikut menatap Daniel.

"Gue bukan jiwa kosong yang digunakan sebagai wadah. Gue Saddam Delana, dan gak ada siapapun yang bisa mengendalikan Keturunan Kama ini. Dan tentang tidak mengingat masa lalu juga penghianat yang sebenarnya, gue bahkan mulai berpikir sejak hari itu, apa gue benar-benar penghianat?"

"Saddam, kamu bilang kamu datang ke sini karena sebuah panggilan dan ingin bertemu denganku. Apa itu kemungkinan bahwa apa yang terjadi di Lingga Baganti adalah petunjuk?"

Saddam mengernyit. "Petunjuk?"

"Buku yang kita temukan di perpustakaan, aku punya firasat itu akan menguak fakta tentang siapa aku dan siapa kamu. Mungkinkah kita pernah bertemu di masa lalu?"

Saddam menegakkan kepalanya, kalimat Daniel membuatnya berpikir.

"Itu kemungkinan benar, ketika gue bereinkarnasi, Lo tetap di sini karena sebuah hal. Di beberapa kasus, seseorang akan bereinkarnasi karena memiliki hal yang belum terselesaikan di kehidupan sebelumnya, apa gue pernah berjanji akan membebaskan Lo dari tempat ini?"

Tapi ... kenapa Daniel tidak bisa mengingat tentang penyebab kematiannya? Saddam menatap lemah pada dinding lurus di depannya, lalu ia tertunduk, helaan nafasnya terdengar keras.

"Seberapa keras pun gue berusaha, semuanya hanya menjadi abu-abu di penglihatan gue."

★★★

Dering bel terakhir bergema menandakan sekolah telah selesai. Mendadak Lingga Baganti yang hening menjadi ramai dengan suara para individu yang berlomba-lomba keluar dari kelas.

Jauh di lantai dua sekolah, lima orang siswa juga tampak tengah melepas penat, membereskan barang-barang mereka yang berserakan.

"Sebenarnya sekarang mau seberapa keren lagu yang kita buat, lagu itu gak akan pernah diperdengarkan di sekolah ini."

Pemuda berambut pirang di sana terkekeh ketika mendengar keluhan temannya.

"Tapi kita masih bisa menyebarnya melalui ponsel, gue rasa untuk saat ini itu lebih dari cukup," ujarnya.

Yang lain mengangguk. "Fannan benar, melihat orang-orang yang mendukung kita buat gue semangat lagi."

"Gak peduli kalau Lingga Baganti gak seperti dulu lagi, tapi penggemar kita di luar sana masih sama," ujar yang lain.

Kelimanya tertawa, tawa singkat yang menjadi pengakhir kegiatan di ruang DJ itu. Memiliki hobi yang sama dan terobsesi akan musik, membuat kelima DJ itu sangat akrab satu sama lain.

Dan Fannan adalah salah satu pentolannya.

Satu persatu dari mereka mulai keluar dari ruangan yang tidak begitu besar tapi cukup nyaman itu. Hanya Fannan satu-satunya yang merupakan siswa non-asrama, jadi ketika keluar dari bangunan klasik itu, keempat temannya berbelok ke arah asrama.

Sedangkan Fannan lurus mencapai gerbang utama dengan beberapa siswa non-asrama lainnya. Para individu tersebut tengah menunggu bis yang akan mengantarkan mereka ke rumah masing-masing.

Di sana Fannan bertatap muka dengan Cathan juga Edrea yang tengah mengobrol bersama. Fannan hanya melambaikan tangannya menyapa, kebiasaan yang memang sudah biasa karena keduanya sama-sama murid non-asrama.

Ketika menoleh ke samping, seorang gadis cantik juga melambaikan tangannya pada Fannan. Pemuda itu hanya tersenyum, membalas senyuman tulus itu.

"Fannan."

Ia menoleh, ah itu Cathan dan Edrea. Fannan mengambil duduk di sebelah dua gadis itu.

"Udah dapet rencana mau liburan ke mana?" tanya Si Rambut pendek.

Fannan menggeleng. "Gue gak tahu. Emang Isamu gak bilang mau ke mana?"

"Tuh anak jarang jalan-jalan, dia gak tahu tempat bagus buat liburan kita. Lo mungkin ada usul?"

Fannan tampak berpikir. "Hmm mungkin gue punya beberapa tempat bagus, karena Saddam juga bakalan ikut, gue pastiin liburan kita ini akan dia ingat selalu."

Kedua gadis itu mengangguk.

Bis yang dinanti telah datang, semua orang di sana mulai menaiki bis kuning satu persatu. Fannan mengambil tempat duduknya, yang telah ia duduki hampir tiga tahun ini. Nomor dua dari belakang.

Biasanya sebelum peraturan baru ditetapkan, dia akan termenung di sana sembari mendengarkan musik dari band favoritnya, tapi karena aturan yang melarang membawa headphone dan sebagainya, ia hanya bisa menatap jendela melihat pemandangan yang telah terlampau biasa ia lihat setiap harinya.

Sesekali mencuri dengar dua siswi di depannya yang tengah bergosip tentang teman mereka sendiri.

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now