Lingga Baganti- 11

783 91 4
                                    

Saddam tengah membaca buku sendirian di perpustakaan ketika sebuah angin panas menerpa wajahnya.

Pemuda itu berhenti membaca, perasaannya tidak enak. Menoleh pada Daniel yang berada di sampingnya, nampaknya arwah itu juga merasakan hal yang sama.

Saddam berdiri, meletakkan kembali buku bacaannya pada tempat dan keluar dari perpustakaan untuk melihat apa yang terjadi. Ia benar-benar merasakan energi negatif yang bercampur dengan energi lain dari sebelah perpustakaan, itu adalah Klub Bela Diri.

Ia terdiam sebentar, lalu menoleh pada Daniel.

"Tampaknya ada karma lain yang tengah terjadi."

Saddam menghela napas setelah mendengar ucapan Daniel, ponselnya berdering tiba-tiba mengalihkan atensi sementara. Sebuah pesan dari grup OSIS, Isamu meminta mereka untuk pergi ke Klub Bela Diri. Pesan itu seperti benar-benar menjelaskan apa yang tengah terjadi.

Saddam segera berlari masuk ke dalam Klub, para individu di dalam sana mengalihkan atensinya ke arah Saddam. Poros tatapan pemuda berkaca mata itu berada pada Hikaru, ia tengah menahan seseorang di sana seorang diri.

"Anak itu dirasuki, dan roh yang merasukinya juga telah dirasuki. Peristiwa kemarin sepertinya terulang kembali."

Saddam mengangguk mengiyakan penuturan Daniel. Ia juga merasakan aura yang tak biasa yang melingkupi tubuh gadis yang tengah ditahan oleh Hikaru tersebut.

Saddam mendekat.

"Saddam tolong, teman gue kerasukan." Hikaru benar-benar berujar lirih.

Saddam berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan Pharita. Roh itu menangis, tampaknya ada hal yang membuat energi yang dikeluarkan oleh roh itu adalah kesedihan.

Saddam perlahan menggenggam jemari Pharita. Ia memejamkan mata, mencoba berkomunikasi dengan roh yang merasuki gadis malang itu.

Dan ketika semua telah terbayang dalam pikirannya, perlahan air mata Saddam ikut meleleh. Bukan, bukan karena ia ikut bersedih, tapi karena energi yang dikeluarkan roh itu mempengaruhi dirinya.

Ketika perlahan Saddam melepaskan tangannya, bertepatan dengan itu para OSIS memasuki Klub Bela Diri. Isamu berlari mendekat pada Saddam.

"Lo oke?" Karena Isamu tidak tahu apa yang terjadi melihat Saddam menangis membuatnya bertanya.

Saddam mengangguk. Ia perlahan berdiri lalu mengambil lilin aroma yang tergeletak di atas lantai.

Saddam menatap lekat lilin tersebut. "Akamaru Iwa, kamu banyak menderita selama ini."

Saddam mengalihkan pandangannya kepada semua OSIS di sana.

"Roh yang merasuki anak itu, adalah seorang pengrajin lilin aroma yang sangat terkenal pada masanya. Akamaru Iwa, dia adalah orang Jepang yang ikut ke Indonesia pada saat penjajahan dahulu. Dia terkurung selama ratusan tahun di sini, sendiri dan penuh kesedihan."

"Maksudnya? Kenapa dia terkurung? Pasti ada alasannya kan?" Paris bertanya.

Saddam mengangguk. "Dia membuat perjanjian. Gue gak tahu pasti dengan siapa dia membuat perjanjian, terlalu abu-abu di penglihatan gue."

"Perjanjian macam apa yang dia buat sampai dia dikurung?" tanya Finola.

"Itu sebuah hal yang tidak sengaja berubah menjadi perjanjian. Gue yakin dia bahkan gak tahu bahwa dia telah mengikat janji dengan iblis dan berimbas pada dirinya sendiri."

"Saddam, gue benar-benar gak ngerti," ujar Hikaru.

"Akamaru Iwa pernah diminta untuk membuat lilin yang disuling dari minyak gagak. Gue sendiri gak tahu kenapa dan bagaimana hingga akhirnya dia terikat dengan Lingga Baganti. Daniel pun bilang kalau selama dia berada di sini, dia belum pernah melihat Akamaru Iwa. Tapi gue bisa ngerasain kalau roh ini emang udah lama di Lingga Baganti."

Para OSIS itu saling tatap, seperti menyalurkan opini masing-masing melalui tatapan mereka.

"Saddam, apa ini sesuatu yang mirip kayak kasus Paris kemarin?" tanya Kaivan.

Saddam menatap pemuda itu, lalu mengangguk. "Itu memang hal yang sama, tapi dengan roh yang berbeda. Karena gue bisa merasakan kalau keduanya sama-sama telah dirasuki oleh sesuatu."

Pandangannya beralih pada beberapa individu yang masih berada di sana. "Isamu, apa gak sebaiknya mereka dipindahkan ke tempat yang lebih aman?"

Isamu mengangguk, mereka hampir melupakan para anggota Klub Bela Diri yang berada di sana. Isamu pun memerintahkan Luna dan Kaivan untuk mengevakuasi mereka semua.

"Ingat, jangan heboh, jangan sampai murid lain tahu tentang hal ini." Peringatan Isamu hanya diangguki oleh Kaivan dan Luna, mereka segera memberi arahan seluruh anggota Klub untuk mengikuti mereka.

"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang Saddam? Apa ada sesuatu yang harus kita cari kayak pedang Paris kemarin?" tanya Fannan.

Saddam mengangguk. "Itu ada benarnya, tapi roh itu belum ngasih tahu gue tentang ini. Karena penyebab dia merasuki anak itu juga belum diketahui."

Saddam tampak berpikir. "Hmm apa dia yang membaca lilin ini?" Saddam mengangkat lilin di genggamannya.

Hikaru mengangguk. "Dia bilang kalau itu pemberian tetangganya yang baru pulang dari luar kota."

Saddam menatap Daniel, menunggu pendapatnya.

"Ini masih ada hubungannya dengan karma antara Hikaru dan roh itu, aku merasakan ada ikatan yang kuat antara mereka. Saddam, ini mirip dengan kasus kemarin. Roh itu merasuki teman Hikaru karena anak itu membawa lilin aroma, selain karena roh itu telah dirasuki, tapi energi anak itu juga sama dengan Akamaru Iwa, mereka punya kesedihan yang sama."

Saddam terdiam mendengar penjelasan Daniel, ia kembali mendekat pada Pharita, gadis itu masih menangis, Saddam bahkan bisa merasakan kesedihannya.

Perlahan Saddam kembali menggenggam jemari Pharita, ingin berkomunikasi lebih jauh lagi dengan Akamaru Iwa.

Ketika Saddam memilih menutup matanya, dirinya telah dibawa jauh ke masa lalu. Saddam melihat sekitar, tempat ini terlihat tidak asing di ingatannya.

Saddam berdiri di depan sebuah bangunan besar, jelas sekali tertulis di sana sekolah Belanda, Lingga Baganti. Itu sekolahnya, bangunannya masih tampak khas Belanda dengan pagar besi yang menjulang tinggi di depannya.

Karma Akamaru Iwa membawanya berada di sekolah ini kembali, berarti memang semua peristiwa yang terjadi sekarang ada hubungannya dengan Lingga Baganti. Saddam dapat merasakannya, ada hal besar yang akan terjadi di masa depan yang melibatkan zamannya sendiri.

Lama berdiri di sana tidak tahu harus mulai dari mana, Saddam tersentak ketika mendengar bunyi lonceng yang menggema. Tak lama setelah itu, pintu gerbang dibuka, Saddam dapat melihat gerombolan murid berlari keluar dari sana. Tampaknya ini sudah jam pulang mereka.

Saddam memperhatikan, pakaian sekolah lama, masing-masing wajah mereka menunjukkan jelas siapa mereka. Ada yang berwajah Belanda, campuran ataupun Pribumi. Tampaknya Pribumi yang bersekolah di sini adalah anak dari pejabat-pejabat pada masa itu.

Ada dua orang murid yang mencuri perhatian Saddam, keduanya berlari dengan tergesa-gesa, entah kenapa Saddam tidak bisa melihat dengan jelas wajah dari keduanya, tapi Saddam merasakan kesedihan yang sangat kentara ketika dua murid itu melewatinya.

"Soin, kamu tahu pengrajin lilin aroma di pinggir jalan itu? Ayo ke sana!"

"Ayo!"

Saddam mengernyit, ya, itu adalah petunjuknya.

Lingga BagantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang