Lingga Baganti- 26

641 89 5
                                    

Pemberhentian Bis berhenti di sebuah rumah mewah tiga lantai berwarna putih gading. Bagi murid Lingga Baganti, rumah seperti ini sudah biasa mereka lihat.

Fannan turun dari sana, melambaikan tangan kepada Cathan dan Edrea sebelum bis melaju pergi meninggalkan Fannan di sana.

Gerbang hitam tinggi terbuka, Fannan mengulas senyum seadanya pada pria paruh baya yang telah bekerja di rumahnya bahkan sebelum Fannan lahir.

Masuk lebih ke dalam, pemuda itu melewati ruang keluarga yang berdebu. Berhenti di undakan tangga ketika melihat wanita paruh baya favoritnya keluar dari dapur dengan kerut bahagia tak lekang masa di wajahnya.

"Atun masak ayam, mandi habis itu turun makan ya."

Fannan mengangguk sembari tersenyum. Atun nama sapaan akrab dari wanita paruh baya yang telah merawatnya sedari bayi ini.

"Mama udah pulang, Atun?"

"Baru tadi siang berangkat ke Amsterdam masa sekarang udah pulang sih Mas, Mas Fannan ini ada-ada aja." Wanita itu terkekeh.

Fannan terdiam, ia meremas ponselnya di saku. Selalu seperti ini, ada apapun, ia tidak akan pernah diberi kabar. Terkadang Fannan terlampau menikmati hidup di tengah kesepian seperti ini.

"Oma kambuh lagi?"

"Bukan Mas, tapi itu Mbak Elmo mau tunangan."

Ah ya, Elmo. Seingat Fannan itu adalah nama salah satu anak dari adik ayahnya, yang berarti Elmo adalah sepupunya. Gadis berambut pirang dengan freckless di wajahnya, Fannan pernah bertemu dengan gadis Belanda itu beberapa tahun yang lalu ketika Fannan berkunjung ke rumah keluarga besar ayahnya di Amsterdam.

Fannan tidak begitu akrab dengan keluarga ayahnya.

Setelah obralan yang singkat, Fannan ijin pamit ke kamarnya di lantai tiga— mungkin lebih cocok disebut atap— untuk membersihkan diri.

Fannan suka musik, dia suka bulan, suka rasi bintang. Karena itu ia meminta untuk kamarnya dipindahkan yang semula berada di lantai dua ke atap agar ia bisa selalu melihat hal-hal terfavoritnya itu.

Di dinding kamar Fannan, poster band hingga penyanyi favoritnya memenuhi setiap celah. Dia juga mempunyai koleksi alat musik bahkan hingga klasik, berbagai macam nada telah ia ciptakan. Sebuah rak buku kecil berdiri di sana sebagai pelengkap, menunjukkan bahwa Fannan juga anak yang suka membaca.

Atap kamarnya berupa kaca tebal tembus pandang, di sekeliling dilapisi lampu hias. Fannan anak yang aesthetic, dia suka menghias kamarnya.

Di atas nakas kumpulan CD hingga DVD berserakan, di atas terdapat rak yang juga telah penuh.

Fannan tersenyum kecil, terkadang pemandangan seperti ini mampu mengobati rasa kesepiannya.

Ketika bau masakan Atun menyeruak memasuki kamarnya, setelah meletakkan ransel, ia menyambar handuk dan bergegas untuk mandi.

★★★

Setelah makan malam, pemuda itu kembali ke kamarnya. Suasana rumah besar yang memang hening itu semakin hening setelah ditinggal pulang beberapa pekerja.

Tapi Fannan tak memusingkan hal itu karena memang ia telah terbiasa oleh keadaan.

Pemuda itu bersila di atas ranjang, mengatup kedua telinganya dengan headphone. Kali ini mood-nya ingin mendengarkan lagu mellow, kepalanya memikirkan seorang gadis yang berpapasan dengannya ketika di gerbang tadi.

Fannan otomatis tersenyum, mengambil buku gambar di nakas—Fannan cukup hebat dalam melukis jika ingin tahu— dan melihat gambar-gambar yang telah ia lukis di media putih itu.

Seorang gadis, bermata besar indah dengan senyum tipis. Pakaiannya terlihat sangat kuno, tapi sangat cantik dipakai olehnya.

Berlembar-lembar buku tebal itu dipenuhi oleh lukisan pensil sang gadis, meskipun jika diperhatikan lebih lanjut, ekspresi dan pose di sana hampir tidak berubah.

Wajahnya dinginnya membuat hati pemuda blesteran itu menghangat, sehingga menampilkan senyuman tipis di bibirnya.

Namanya Jaeja, telah bersama dengan Fannan selama beberapa waktu. Tidak, mereka bukan sedang menjalin sebuah hubungan. Tapi rasa itu nyata, meskipun Fannan mengetahui satu hal yang menjadi alasan kenapa mereka tidak bisa bersama.

Jaeja ... gadis berwajah Asia berkulit putih cenderung pucat dengan pakaian tradisional Asia Timur yang sering menyapanya di gerbang ataupun ketika ia sendirian di ruang DJ,

dia bukan manusia.

Lebih jelasnya, Jaeja tidak hidup. Jantungnya tidak berdetak dan ia tidak bernapas dengan cara yang sama dengan Fannan. Meskipun begitu, Fannan sudah terlanjur jatuh cinta dengan pesona gadis yang selalu membawa payung merah itu.

★★★

Hari sudah petang dan Lingga Baganti sudah sangat sepi, tidak ada lagi kegiatan belajar mengajar di sana karena bel pulang telah berbunyi beberapa jam yang lalu.

Fannan menyandarkan punggungnya di rindangnya pohon besar di depan bangunan klasik itu, menghirup udara sore yang menenangkan. Daun-daun berwarna kecoklatan berguguran menimpa rambut pirangnya membuat lengkungan tipis timbul di bibirnya.

Ini musim gugur.

Telinganya seperti biasa masih tersumbat Headphone dengan lagu band favoritnya yang bergema di pendengaran.

Fannan masih memiliki kegiatan DJ, mereka memiliki projek lagu baru, dan Fannan memilih mencari tempat terbuka untuk mendapatkan inspirasi.

Terlalu fokus mencoret-coret buku kecil draft liriknya, sebuah angin hangat berhembus pada wajahnya, wanginya sangat harum membuat pemuda itu mendongak melihat siapa yang berbau sewangi ini.

Seorang gadis, senyuman tipisnya menyihir hati pemuda pirang itu. Berdiri tepat di hadapannya tanpa alas kaki, berjalan di lembutnya rumput sembari tersenyum tipis pada Fannan. Pakaiannya sangat akrab membuat Fannan mengernyit, ia sangat yakin ia pernah melihat pakaian seperti itu di drama Jepang atau Korea yang ia tonton.

"Duhan?"

★★★

Pemuda pirang itu menguap, ia izin keluar dari kelas beralasan ingin mencuci muka, tapi ia malah berakhir di perpustakaan besar Lingga Baganti.

Langkah kakinya berhenti ketika melihat dua siswi yang ia yakini anak klub membaca tengah menyusun koran lama, entah kenapa matanya sangat tertarik dengan kertas usang itu dan menunggu dua gadis itu segera pergi dari sana.

Dan ketika waktunya pas, ia menyelinap ke sana melihat harta Karun apa yang bisa ia dapatkan, apakah sebuah kontroversi tentang Lingga Baganti sekolah Belanda pada masa kolonial atau sebuah hal lain yang lebih berguna.

Tapi gerakan tangannya berhenti ketika helaian kertas usang paling bawah menampilkan sebuah wajah yang sangat dikenalnya. Tangannya bergetar ketika membaca judul kepalanya.

'Jasad putri bangsawan Korea siswi Lingga Baganti ditemukan setelah dilaporkan menghilangkan bersama sang kekasih.'

'Berselang dua hari jasad Duhan Alexander ditemukan, jasad kekasihnya putri bangsawan Korea Jung Jaeja akhirnya ditemukan. Keduanya dilaporkan menghilang pada Rabu setelah kabur dari asrama Lingga Baganti, sampai saat ini belum ada hasil kuat penyebab kematian sepasang kekasih tersebut.'

★★★

Fannan tidak tahu pasti apa yang terjadi, tapi ia jatuh cinta pada arwah gadis Korea yang ditemuinya di bawah pohon Lingga Baganti.

Gadis yang memanggilnya Duhan, dan kecocokan berita yang ia temukan di perpustakaan. Fannan tidak begitu yakin, dan ia juga tidak percaya terhadap hal-hal yang dipercayai Saddam, tapi apakah ia benar-benar reinkarnasi dari seseorang di masa lalu?

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now