Lingga Baganti- 44

596 85 0
                                    

Mereka semua sampai di atap, menatap langit yang benar-benar mengerikan berisi kegelapan.

Saddam menuntun mereka semua untuk berlari ke tengah. Saddam ingat dalam mimpinya, waktu itu Lingga Baganti dengan keadaan hancur, para manusia berjubah hitam itu melakukan ritual di tengah-tengah tempat ini.

Mereka semua duduk melingkar seperti ucapan Saddam, pemuda berkaca mata itu mengambil tempat di tengah-tengah.

Ke sembilan-nya saling berpegangan tangan. Saddam juga berpegangan tangan dengan Daniel.

Saddam menjajarkan tiga lilin di sana dengan simbol Kama. Salah satunya adalah lilin milik Akamaru Iwa waktu itu.

Ia mengeluarkan pisau kecil dari kantongnya  Saddam menatap tangannya yang terluka, ia tidak punya pilihan lain selain mengiris bagian itu lagi.

"Nenek, tolong bantu aku. Penguasa terdahulu dari tiga Dinasti, aku berdiri atas nama Kama, tolong bantu anakmu."

Darah terkucur deras, kesakitan sekarang tak ada gunanya, ada seseorang yang harus mereka selamatkan.

Langit tiba-tiba berubah, lubang hitam besar muncul di angkasa. Pintu waktu terbuka, seperti mencari waktu yang tepat untuk diperlihatkan kepada anak yang diramalkan itu.

★★★

Mata mereka perlahan terbuka, terkesiap ketika mereka berada di tempat yang sama. Tapi ... sepertinya sedikit berbeda melihat dari tata letak bangunannya.

Mereka semua perlahan berdiri, mereka masih di Lingga Baganti, tapi Lingga Baganti yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya.

Fannan berjalan perlahan, menatap beberapa buku yang tergeletak begitu saja di sudut dinding. Tampak Fannan membaliknya, menjatuhkan buku itu dan menatap para OSIS dengan tatapan kebingungan.

"I-ini, ini tahun seribu sembilan ratus empat puluh lima."

"DUHAN!"

Para OSIS itu berbalik, melihat siapa yang baru saja memasuki atap. Seorang pemuda kuno, dengan wajah yang sangat mirip dengan Fannan. Di belakangnya mengejar seorang gadis yang mereka kenali siapa dia, Jung Jaeja.

"Duhan, kita tidak punya waktu hanya untuk memikirkan perasaan kita sendiri. Hal-hal di luar nalar ini telah membuat saya gila!"

Tampak pemuda yang sangat mirip dengan Fannan itu berbalik.

"Dan apa ide yang kamu katakan barusan bukan hal yang gila Jaeja?! Saya tahu kita tidak punya pilihan, tapi apa harus dengan mengorbankan diri kita sendiri?!"

"Saya dan Nami telah memikirkan ini bersama, Dito dan Sanjaya pun setuju bahwa kita akan melakukan hal ini!"

"Jaeja! Saya tahu kamu gila, kalian semua gila! Kita semua adalah orang yang bertanggung jawab untuk keselamatan para murid di sini, dan saya sama sekali tidak apa-apa jika saya yang berkorban di sini. Tapi, apakah harus dengan mengorbankan cinta kita?!"

Gadis itu tampak menangis, tak ubahnya dengan pemuda di depannya yang mencoba menahan air mata.

"Kita tidak punya pilihan lain, Duhan. Kisah kita sedari awal sudah sangat kusut, kita tidak bisa meluruskannya, sungguh tidak bisa. Orang tua kita sama sekali tidak setuju dengan hubungan kita, dan orang tua saya sangat membenci orang tua kamu.

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now