Lingga Baganti- 47

620 86 0
                                    

Hiruk pikuk khas suasana kantin di siang hari terasa seperti biasanya, beberapa siswa berkumpul di satu meja dan mulai membicarakan hal-hal yang mereka lewati. Mereka berbicara tanpa melewatkan satu suap pun untuk dimasukkan ke dalam mulut.

Lingga Baganti, orang bilang itu adalah sekolah menengah atas yang sangat ketat. Beberapa dari mereka memilih melewati sekolah terfavorit itu selain karena biaya sekolahnya yang mahal. Tapi ketahuilah, semua siswa di sini hidup dengan menyenangkan.

Mereka hidup berkelompok, membentuk sebuah kelompok sosial yang diisi dengan individu yang berbeda-beda. Ada kelompok yang saling menguntungkan, atau bahkan hanya hubungan sepihak.

Ada kelompok yang berisi para individu di kelas teratas, atau juga kelompok yang hanya berisi murid-murid pecundang di dalamnya.

Mungkin ketika di dalam kelas, itu tidak terlihat. Tapi ketika bel makan siang berbunyi, lihatlah kelompok-kelompok yang memenuhi tiap-tiap meja di penjuru kantin. Terkadang ada juga individu yang memilih untuk menyendiri, bukan karena tidak ingin bergabung membentuk kelompok, mungkin perbedaan prinsip membuatnya terasingkan.

Siang itu, suasana kantin yang tadinya ramai tiba-tiba menjadi hening ketika beberapa penjaga datang menginterupsi mereka semua.

Para murid saling tatap, bahkan antar anggota kelompok lain, seakan-akan mengutarakan kalimat dari kedua bola mata mereka apa yang tengah terjadi. Tak selesai dengan keterkejutan itu, gema pantofel seakan memecah keheningan di antara murid di sana.

Jauh di depan sana, di lorong yang menghubungkan langsung dengan kantin, iring-iringan guru berjalan menuju ke arah mereka.

Suasana masih sama, hening. Hanya saja, pertanyaan di kepala mereka semakin bertambah.

Di depan para guru, seorang pria memimpin jalan. Seseorang yang tidak pernah para murid itu lihat sebelumnya, tatapan tajam itu sangat menusuk, membuat satu pun di antara mereka tidak berani berbicara.

Langkahnya berhenti di kantin, tepat berada di tengah-tengah para kelompok. Tatapannya datar meski terasa bengis, bahkan ketika pandangan itu mengedar, para murid menundukkan kepala mereka, terlalu takut dengan aura yang tak biasa.

Selanjutnya yang terjadi semakin mengejutkan mereka, ketika pria itu tertawa, tawa yang terkesan bersahabat sembari tersenyum kepada mereka.

"Murid-murid ini lucu, ya ampun."

Para guru di sana juga ikut tersenyum.

"Semuanya, perkenalkan ini Bapak Heriansyah, Kepala Sekolah baru kita menggantikan Kepsek lama yang dipindah tugaskan," ujar salah seorang guru di sana.

Pria yang diketahui bernama Heriansyah itu tersenyum. "Anak-anak, perkenalkan bapak Kepala Sekolah baru kalian, biar akrab panggil aja Pak Her, maaf udah ngagetin kalian tadi."

Para murid di sana menganga tak percaya, menatap Kepala Sekolah baru mereka itu.

"Sumpah, perkenalan macam apa itu?" ujar salah satu siswa.

"Saya hampir jantungan Pak!" ujar yang lain.

"Lebay huuuu!" Yang lain pun ikut menyoraki murid yang baru saja berbicara itu.

Tak beberapa lama suasana kembali diiringi tawa, setelah iring-iringan guru itu pergi, mereka kembali makan dengan khidmat.

Dua meja dari kelompok individu yang berbeda, salah satu dari mereka saling tatap. Terlihat berbicara melalu mata masing-masing sebelum keduanya berdiri, membawa nampan mereka pergi ke satu meja yang terletak di pojok ruangan.

"Eh kayaknya ada kumpul OSIS itu, gue ke sana dulu ya!" Paris menepuk bahu teman-temannya, membawa nampannya juga ke meja paling pojok.

Para OSIS itu meletakkan nampan mereka bersamaan di meja itu, membuat pemuda berkacamata yang tengah makan itu menghentikan sendoknya. Perlahan mengarahkan pandangannya pada sembilan orang yang melingkari tempatnya.

"Semuanya sesuai dengan perkiraan kita," ujar salah satunya.

Tak lama pemuda itu tersenyum, dan diikuti dengan tawa yang lain.

Ah, sepertinya ada yang terlewatkan di sini bukan?

★★★

Saat Saddam terbangun di kamar asramanya dengan keringat yang mengucur dari tubuhnya, ia menatap Daniel yang tersenyum bahagia ke arahnya membuat pemuda itu mengernyit. Dengan cepat ia mengambil kacamata di nakas, sebuah pesan baru saja masuk di ponselnya, sebuah grup yang sepertinya telah lama tidak ada percakapan di sana.

Saddam menatap Daniel, lalu mereka berlari ke bawah, lantai satu, kamar 0002, tempat Ketua OSIS berada.

Para OSIS itu sampai bersamaan di depan kamar Isamu, pemuda itu tengah berdiri di depan pintu. Mereka menatap bingung satu sama lain, terheran-heran dengan apa yang tengah terjadi sekarang.

Sampai Fannan di sana mengangkat sebuah kalender, memperlihatkan sebuah tanggal dan bulan yang terasa aneh.

"Guys, kita balik ke masa lalu."

Mereka kembali ke masa lalu, bukan, bukan tahun yang jauh, mereka hanya kembali ke beberapa bulan sebelumnya. Tepat dimana Abraham Franklin baru belum diperkenalkan di Lingga Baganti.

Mereka semua menatap satu sama lain, ada rasa senang karena mereka selamat dari peristiwa itu, ada rasa cemas karena kenapa mereka bisa kembali ke masa lalu.

"Tenang semuanya, karena ada sejarah yang berubah karena kemenangan kita, mungkin dengan kembalinya kita ke masa lalu untuk memperbaiki sejarah yang berubah itu. Abraham Franklin gak akan diperkenalkan sebagai Kepala Sekolah baru kita!"

Penjelasan Saddam menatap yang lain ikut tenang, tapi Kaivan tentu saja tak serta merta percaya.

"Gimana kalo Abraham Franklin tetap muncul?"

Saddam menyunggingkan senyumnya. "Dia gak akan muncul, percaya sama gue."

Mereka semakin menanti hari di mana Abraham Franklin akan muncul, mencoba berpikir positif bahwa mereka telah berhasil mengalahkan Iblis Hitam dan menyelamatkan Luna.

Dan ya, mereka semua juga menyempatkan melihat kembali kondisi ruang bawah tanah itu. Melihat kembali apakah peti Daniel masih ada di sana atau tidak, dan sesuai dugaan mereka semua, peti beserta tubuh Daniel masih ada di sana.

Mereka segera melapor pada pihak sekolah, mereka harus menyelamatkan tubuh Daniel sebelum tanggal kedatangan Abraham Franklin tiba. Memang aneh bagi Saddam, karena ia tidak melihat peti lain seperti yang ada pada mimpinya. Atau mungkin peti itu memang sengaja disembunyikan?

Sekolah gempar pada waktu itu, mengetahui penemuan sebuah jasad di ruang bawah tanah. Prediksi mereka jasad itu diawetkan, sekolah menutupinya dari media dan publik karena tidak ingin menimbulkan spekulasi yang tidak-tidak terhadap sistem Lingga Baganti.

Sekolah tentu juga merasa aneh, kenapa jasad siswa yang sudah sangat lama bisa terawetkan dengan sempurna di sana. Di tambah mereka mencari dan menemukan bahwa jasad itu adalah salah satu murid pertama Lingga Baganti dan terdaftar sebagai korban gempa yang tidak ditemukan jasadnya.

Pihak sekolah sempat mencari keluarga Daniel, ditemukan bahwa tidak ada informasi tentang keluarga Daniel yang lain, mungkin juga keluarga Ogawa terlibat masalah di negara mereka, mungkin karena darah Indonesia, Jepang dan Belanda yang ada pada mereka.

Malam itu Saddam kembali dimimpikan neneknya, mengatakan bahwa kebersamaannya bersama Daniel harus berakhir di sini. Meskipun sedih melepas seorang teman yang selalu bersamanya selama dua kehidupan, dengan berlinangan air mata, Saddam tetap melakukan ritual pelepasan jiwa Daniel dari Lingga Baganti.

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now