Lingga Baganti- 45

616 87 2
                                    

"SADEWA! Soin, aku dengar ada toko Lilin aroma di ujung jalan, ayo ke sana setelah sekolah!"

Lagi-lagi mereka menutup mulutnya tak percaya, para OSIS itu dikejutkan dengan seorang siswa berambut pirang, mirip sekali dengan Daniel berlari menghampiri siswa yang mirip dengan Saddam tersebut.

Saddam dan Daniel melihatnya, interaksi keduanya di masa lalu. Setelah Daniel mengingat seluruh kisah hidupnya, Saddam masih belum mengingat siapa dirinya. Mungkin dibawanya mereka ke tempat ini akan membantu Saddam mengingat keseluruhan dari kisahnya.

Saddam mengernyit, tunggu, ia pernah melihat perawakan dua orang itu entah di mana. Mengingat kembali ketika Daniel mengucapkan 'Soin'.

Ah ya, dua orang itu adalah dua orang siswa yang menuntunnya ke rumah Akamaru Iwa, pantas saja ia sedih ketika melihat mereka, ditambah wajahnya yang terlihat tidak jelas waktu itu. Ternyata, itu merupakan dirinya dan Daniel di masa lalu.

"Bukankah kita harus mengikuti mereka, Saddam?" Isamu menoleh pada Saddam yang sedari tadi bergeming.

Terlihat jelas sekali bahwa mata pemuda itu berkaca-kaca. Tentu, siapa yang tak sedih ketika melihat diri kita sendiri di masa lalu.

Saddam menggeleng. "Kita hanya bisa berada di sini, kalau kita mengikuti mereka, itu berarti kita mencoba masuk ke dunia mereka dan sejarah bisa saja berubah."

Para OSIS itu mengangguk, pasti akan aneh jika Saddam bertemu dengan dirinya sendiri di masa lalu, itu akan sangat aneh untuk mereka berdua.

Saddam menoleh ke sampingnya, menatap Daniel yang sedari tadi memperhatikan dirinya sendiri.

"Dia tidak tahu bahwa dia akan dijadikan tumbal penyembahan iblis, aku ingin memberitahunya untuk tetap tersenyum seperti itu dan lebih banyak mengambil kebersamaan bersama keluarga. Peluk selama mungkin ayah ibu, juga Kilian meskipun ia tidak suka dipeluk."

Daniel menunduk, Saddam tahu dia tidak kuat melihat interaksi dua orang di depan sana, sama seperti dirinya.

"Kilian akan sangat terpukul karena kehilangan dirimu."

Saddam ikut menunduk, dengan diperlihatkan masa lalunya di depan sana, ia telah mengingat setiap bagian kecil dari dua kehidupannya sekarang. Siapa dirinya dan karma apa yang dia lakukan.

"Kalau gue bisa berbicara dengannya, gue pasti akan bilang untuk selamatkan Daniel apapun yang terjadi, jangan pernah egois dan iri karena Daniel menganggapnya sebagai saudara sendiri. Karena semua perbuatannya nanti, akan membuat namanya dikenal sebagai Sadewa Shankara, Keturunan Kama, Si penghianat."

Tepat setelah Saddam menyelesaikan kalimatnya, langit kembali membentuk bolongan besar, atmosfer berputar-putar membuat mereka semua pusing. Tarikannya lebih kuat dari sebelumnya membuat para OSIS itu berteriak, semuanya terhisap lubang hitam itu membuat mereka terlempar ke dimensi lain.

Tiba-tiba terhempas ke sebuah tempat tak dikenal, mereka semua pingsan, tak terkecuali Daniel. Saddam lah yang membuka matanya terlebih dahulu, melihat bangunan di sekitarnya yang tampak sangat kuno, seperti tempat sebuah perkumpulan ajaran sesat karena banyaknya kepala kambing di dindingnya.

Perlahan para OSIS itu membuka mata mereka, mendekatkan diri ketakutan dengan apa yang mereka lihat. Entah sekarang mereka berada di mana, tapi Saddam bisa merasakan aura yang kuat, berbau busuk seakan mencekiknya, membuatnya dadanya sesak.

Mereka menyadari bangunan ini memiliki banyak pilar, pilar yang sangat besar dan kokoh. Tanpa atap membuat mereka bisa melihat gelapnya langit tanpa bintang di atas mereka. Banyaknya reruntuhan bangunan membuat tempat ini semakin menakutkan.

"K-kita di mana Saddam?" Kaivan benar-benar ketakutan.

Saddam menempelkan telapaknya ke lantai, mengernyit ketika hawanya terasa panas.

Pemuda itu terdiam sejenak sebelum mengutarakan kesimpulannya.

"Kita tidak sedang berada di dunia manusia."

Penjelasan singkat itu mampu membuat mereka semua bergetar ketakutan.

Paris di sana terkesiap dengan sesuatu yang seperti menyangkut di celananya, membulat kan mata ketika melihat pedang yang ia cabut waktu itu ada di sana sekarang.

"Saddam?" Paris memperlihatkan pedang itu pada Saddam, para OSIS lagi-lagi terkejut bukan main, bagaimana bisa pedang itu ada di sini?

Hingga tiba-tiba keras suara kambing seperti tengah kesakitan kembali mengejutkan mereka.

Mereka semua menatap dari balik reruntuhan besar, membulatkan mata terkejut ketika melihat Luna di sana, terikat di sebuah pilar, tengah diolesi oleh ... cairan merah pekat itu terlihat seperti darah.

Para OSIS itu menutup mulut, siapa yang tidak akan ketakutan jika dihadapkan dengan para pemuja setan dengan jubah hitam yang tengah melakukan sebuah ritual, dan orang yang akan mereka tumbalkan adalah Luna, teman mereka sendiri.

Saddam di sana memandang lurus ke depan, ia pernah melihat ritual itu, ritual yang ada di mimpinya. Dan sekarang korbannya bukan lagi Daniel, melainkan Luna, temannya sendiri, orang yang ada pada zamannya. Kalau sampai Luna tidak mereka selamatkan, maka rantai nasib buruk ini akan terus berlanjut, Lingga Baganti akan memakan korban lagi.

Saddam menatap Daniel, pemuda itu mengangguk, Daniel siap apapun yang akan Saddam lakukan. Ia tidak akan membiarkan seseorang bernasib sama seperti dirinya di masa lalu.

Saddam mengalihkan pandangannya pada satu persatu OSIS di sana.

"Gue tau kalian ketakutan, tapi, Luna akan dijadikan tumbal, kejadian ini sama seperti kejadian yang menimpa Daniel. Kita harus menyelamatkan Luna apapun yang terjadi, karena ini adalah tugas kita, anak yang diramalkan."

Isamu menatap Saddam, yang lain juga ikut menatapnya. Pasti sangat susah bergelut dengan pikiran masing-masing, karena ini berkaitan langsung dengan nyawa mereka. Tapi Luna teman mereka, Luna adalah gadis baik, mereka tentu tidak akan membiarkan seorang teman, juga gadis yang tak bersalah diperlakukan seperti ini.

Isamu mengangguk. "Kita semua akan ikut arahan Lo, Saddam, Pemimpin dari anak yang diramalkan."

Saddam menampilkan senyuman tipis.

"Ingat semuanya, jangan pernah takut pada Iblis jahat."

Saddam meminta izin untuk menggunakan pedang milik Paris. Pertama Saddam kembali melukai telapak tangannya dengan pisau kecil miliknya, mungkin sesudah ini Saddam benar-benar harus dirawat karena lukanya semakin parah.

Perlahan Saddam mengoleskan darahnya sendiri ke pedang itu. Terlihat ia juga membacakan sesuatu yang tidak jelas.

Saddam tiba-tiba berdiri, diikuti yang lain. Saddam berlari ke tengah bangunan itu, terlihat sama sekali tak gentar. Lalu menancapkan pedang itu ke lantai mengakibatkan terjadi retakan besar dari tempat pedang itu ditancapkan sampai ke depan sana, di mana Luna diikat.

Pilar tempat Luna diikat itu hancur menjadi debu, semua orang berjubah terjatuh.

Sosok di depan sana tersenyum, Saddam menatapnya tajam, itu adalah Abraham Franklin. Ia terlihat mengambil beberapa langkah ke depan, seperti tengah menyambut Saddam, Daniel, dan para OSIS.

"Aku telah menunggu kedatangan kalian, wahai anak yang diramalkan."

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now