Lingga Baganti- 23

622 93 6
                                    

Paris berlari dengan tergesa-gesa, tangannya menggenggam sebuah gelang, napasnya memburu ketika sampai di tempat para OSIS.

Hikaru mengernyit ketika melihat pemuda itu datang sendiri.

"Kok Lo datang sendiri, di mana Luna?"

Semua pasang mata menatap pada Paris, jelas sekali wajahnya sangat pucat memperlihatkan ketakutan yang sangat tengah melandanya.

"Tadi, waktu gue ambil gelangnya di nakas kamar mereka, Luna tiba-tiba aja diam mematung di pintu. G-gue udah coba buat dia sadar, tapi dia memoloti gue dan nyuruh pergi. G-gue takut, g-gue cepat-cepat datang ke sini, gue khawatir sama dia."

Penjelasan Paris membuat para OSIS itu semakin mengeratkan genggaman satu sama lain, takut tentu saja. Sedangkan Saddam hanya berekspresi datar, ia menjulurkan tangannya, meminta gelang yang segera di berikan oleh Paris.

"Setelah ini kita akan liat kondisi Luna," ujar Saddam sekilas.

Saddam masih mencekik leher Finola, tepat pada tempat keluarnya napasnya, mencengkram rahang gadis itu dengan kuat hingga ia mendongak.

Saddam memperlihatkan gelang di genggamannya. "Kamu tidak bisa bersembunyi di sini, dan membuat orang tidak bersalah menderita."

Roh jahat dalam tubuh Finola ingin bicara, tapi Saddam benar-benar mencengkramnya dengan kuat, ia kesulitan mengeluarkan kata.

Saddam menggenggam erat gelang itu, ia tidak akan membiarkan semua ini lebih lama lagi. Saddam memejamkan matanya, bibirnya bergerak-gerak seperti tengah membaca sesuatu. Setelahnya Saddam mengeluarkan botol kecil dari dalam saku celananya, sesungguhnya botol berisi cairan bening itu selalu dibawa oleh Saddam kemana saja.

Ketika airnya disiram ke gelang, jelas sekali asap keluar dari sana, seperti api yang baru saja dipadamkan. Finola memekik kesakitan, suaranya sangat berat dan bukan suara asli gadis itu. Ia mencoba memberontak, tangannya mencoba mencakar Saddam. Tapi Saddam tambah mengeratkan cengkramannya pada leher gadis itu. Daniel pun juga membantunya, arwah Belanda itu menempelkan tangan pucatnya pada tengkuk Finola.

Daniel benar-benar mengerahkan seluruh energinya, sampai tubuhnya samar-samar terlihat, sangat jelas oleh mata para OSIS di sana.

Perlahan api benar-benar keluar dari sana, membakar gelang itu. Saddam menarik napasnya sebelum menempelkan gelang terbakar itu ke kening Finola.

"Wahai jiwa jahat yang tersesat, kembalilah ke tempatmu di neraka! Kembalikan keseimbangan yang dirusak oleh energimu, keturunan Kama ini memperintahkanmu!"

Beriringan dengan kalimat yang diucapkan Saddam, Finola berteriak kesakitan dan jatuh pingsan. Saddam juga jatuh terduduk karena kehabisan tenaga, bahkan samar-samar tubuh Daniel yang terlihat tadi menghilang, wujud Daniel tidak terlihat lagi di penglihatan Saddam, arwah itu menghilang, mungkin karena energinya habis.

Isamu dengan cekatan menggendong Finola yang pingsan, selendang merah yang melilit lehernya pun telah hilang. Paris datang membopong Saddam, pemuda berkacamata itu benar-benar telah mengerahkan seluruh energinya.

★★★

Para OSIS membawa Finola ke kamarnya, memang hanya mereka berdua saja yang menghuni kamar ini.

Ketika sampai di pintu kamar, mereka semua melihat dengan jelas Luna yang terbaring di ranjang, membuat mereka semua tak berani masuk ke dalam. Saddam melepaskan tangan Paris yang merangkulnya, ia tidak selemah itu hingga tak bisa memulihkan tubuhnya dengan cepat. Hanya saja Saddam memang belum melihat Daniel yang selalu mengikuti bayangannya sedari tadi.

Lingga BagantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang