Lingga Baganti- 46

613 84 5
                                    

Para OSIS berdiri di belakang Saddam, Daniel juga ikut, pemuda pirang itu akan membalaskan dendamnya pada Abraham Franklin.

Abraham Franklin tampak menyeringai setan, ia berdecak sebelum berjalan mundur. Sontak para sosok berjubah itu menyerang mereka, beberapa dari mereka bahkan berubah menjadi bentuk yang sangat mengerikan.

Saddam mendengus, mengangkat pedang tajam itu ke udara, dari sudut matanya menatap para OSIS yang sama sekali tidak dibekali persenjataan apapun.

"Jangan takut, selamatkan Luna, mereka semua urusan gue."

Tapi Hikaru menolak, dia adalah gadis yang hebat dalam bela diri. Dia mengambil reruntuhan bangunan itu yang berbentuk balok, meletakkannya ke pundaknya.

"Gue akan bantu Lo, Saddam," ujarnya.

"Gue juga!" Isamu dan Paris kompak mengambil reruntuhan itu juga.

Total mereka berempat akan melawan pasukan berjubah.

Saddam melihat yang lain. "Daniel akan ikut dengan kalian."

Terlihat tubuh Daniel perlahan terlihat, sorot matanya menggelap. "Ayo semuanya."

Sosok berjubah itu semakin dekat, ke empatnya berlari menerobos, mencoba menghabisi mereka satu persatu. Sedangkan OSIS yang dipimpin oleh Daniel berlari ke arah lain untuk menyelamatkan Luna yang telah diikat kembali di pilar yang lain.

Saddam, Isamu, Paris, Fannan, Kaivan, Cathan, Hikaru, Edrea dan Finola, juga Daniel. Mereka tidak akan menyerah, anak pilihan yang telah diramalkan, semangat mereka selalu membara.

Pedang itu berhasil menusuk tiga sosok berjubah sekaligus, sedangkan Hikaru, dia menargetkan kepala sosok berjubah itu, hingga hanya dengan sekali tebas mereka semua tumbang.

Isamu dan Paris ikut melakukan apa yang dilakukan oleh Hikaru, andai Paris membawa panahnya, mungkin dia juga bisa dengan mudah menjatuhkan sosok berjubah itu.

Tapi tentu saja, yang mereka lawan sekarang adalah iblis, para pemuja setan, tidak mudah dan mereka berdiri di tempat ini dengan taruhan nyawa. Setiap mereka berhasil menumbangkan para jubah hitam, maka mereka akan muncul semakin banyak, membuat empat orang di sana kewalahan.

Ditambah bentuk yang mengerikan membuat mereka merasa ingin muntah, Isamu lebih dahulu tumbang, ia kelelahan.

OSIS yang akan menyelamatkan Luna pun ditahan oleh manusia berjubah membuat mereka semua sekarang kompak melawan para jubah hitam itu.

Perlahan tumbuhan rambat bermunculan di dinding, tumbuh dengan sangat cepat, mereka pertama kali melilit Isamu, mengikatnya di dinding dengan sangat kuat hingga berbunyi patahan tulang. Isamu meraung dengan keras, tubuhnya remuk dan semakin remuk.

Tumbuhan itu juga mengikat OSIS yang lain, patahan tulang terdengar bersahut-sahutan di sana. Mereka berteriak kesakitan, karena tumbuhan itu juga terasa sangat panas, membakar kulit.

Saddam menatap kondisi teman-temannya, sekarang hanya dia. Bahkan Daniel juga ikut meronta karena ia tengah dicekik oleh bayangan hitam.

Tumbuhan rambat juga mengarah padanya, membuat emosinya semakin memuncak.

Saddam melayangkan pedangnya pada tumbuhan yang hendak mengikatnya hingga terputus.

"BELUM LAGI!" Lalu dengan membabi buta mengerang para jubah hitam.

Tapi karena berusaha sendirian, usaha Saddam menjadi sia-sia. Mereka semua menjadi semakin banyak setiap detiknya, ia terkesiap ketika tumbuhan rambat mengingat kakinya. Saddam mencoba melawan karena ikatan tumbuhan itu benar-benar sangat kuat, ia bisa merasakan perlahan kakinya remuk.

Tiba-tiba Saddam dihempaskan dengan keras ke sebuah pilar hingga retakan tulang terdengar, punggung Saddam pasti patah. Tapi bukan hanya itu yang membuat pemuda itu berteriak kesakitan, tapi perutnya yang tertusuk pedangnya sendiri membuatnya memuntahkan darah.

Para OSIS cemas melihatnya, mereka ingin menolong Saddam, tapi apa daya keadaan mereka tak lebih baik dari Saddam. Bahkan Daniel di sana juga meronta, marah tentu saja melihat temannya diperlakukan seperti itu, tapi itu mengakibatkan cekikan pada lehernya semakin menjadi-jadi.

Melihat mereka semua dalam keadaan kepayahan, Abraham Franklin di sana tertawa sejadi-jadinya. Tubuhnya perlahan berubah menjadi sosok besar yang sangat mengerikan, para OSIS itu tentu saja ketakutan, apakah ini akhir dari hidup mereka? Apa mereka gagal?

"Kami sebenarnya menargetkan si pirang itu." Sosok menyeramkan itu tertawa menunjuk tepat pada Fannan.

"Tapi ternyata gadis lemah itu punya aroma yang lebih menggiurkan."

Iblis itu kembali melanjutkan ritualnya, seakan tidak peduli dengan para OSIS yang diikat di dinding dengan tubuh remuk, Saddam yang sekarat juga Daniel yang semakin lemas.

Mereka semua tidak bisa melihatnya, tidak kuat melihat Luna di depan sana yang tengah disiram dengan darah seekor gagak.

Finola yang lebih dahulu menangis, sebagai teman satu kamar, Luna sangat berarti baginya.

"Luna, maaf."

Mereka semua tertunduk, merasa sangat bersalah karena telah gagal. Tak terkecuali dengan Saddam, tapi pemuda itu sama sekali tidak menyerah, ia menatap pedang yang tertancap sangat dalam di perutnya dan mulut yang dipenuhi darah.

Saddam memikirkan cara lain, meskipun ia tahu tidak ada cara lain yang ia maksud. Air mata perlahan menetes, Saddam menangis untuk kegagalannya. Ia gagal, ia pasti mengecewakan neneknya, para Kama, juga para pemimpin Kama.

Paris di sana menatap Saddam yang sekarat, ia menatap pula tubuhnya. Lalu matanya terarah pada sebuah kepala kambing di dinding dengan busur di bawahnya. Ia menyunggingkan senyum, mereka masih belum kalah.

"Manusia gak akan kalah dari Iblis jahat! Saddam, lempar pedangnya pada gue!"

Para OSIS menatap Paris, Saddam pun mengarahkan pandangannya ke atas, ia menyunggingkan senyuman kecil. Perlahan, dengan sisa tenaganya, ia mencabut pedang itu dari perutnya mengakibatkan raungan kesakitan dari dirinya sendiri.

Saddam mengerahkan seluruh tenaganya untuk melempar pedang itu pada Paris di atas sana. Paris dengan cekatan menangkapnya, mengambil busur dari kepala kambing di sampingnya. Ini adalah kesempatan terakhir mereka, jadi Paris mencoba sebaik mungkin mengarahkan busurnya pada dada iblis itu.

Sayangnya meleset, tapi pedang itu tepat mengenai samping dada Iblis Hitam. Ditambah pedang yang telah berlumuran darah Saddam, membuat iblis itu meraung kesakitan. Darah Kama adalah mimpi buruk bagi mereka makhluk jahat.

Iblis Hitam itu tumbang, Saddam mencoba bangkit dengan seluruh tenaganya, di ambang batas kesadarannya, ia berlari ke arah depan, mengambil pedang yang tertancap dan menusukkannya kembali tepat pada dada iblis jahat.

Sosok itu meraung, suaranya menggelegar. Perlahan cahaya putih berpendar, membuat silau hingga semua dari mereka menutup mata.

Beriringan dengan itu juga, Saddam ikut tumbang.

"Ayah, Ibu, Nenek, aku berhasil menyelesaikannya dengan baik."

★★★

Mendekati ending guys (╥﹏╥) saya punya dua projek untuk tahun depan, tentang zombie dan satunya lagi teenfiction bertema insecurity. Tapi bingung, mana yg harus ditulis dahulu (ᗒᗩᗕ)

Lingga BagantiWhere stories live. Discover now