"Mas!" teriakku, aku mendadak sakit hati mendengar ucapan Alga yang sudah keterlaluan. "Aku tahu Mas Alga marah soal kejadian masa lalu. Tapi mau bagaimana pun Mas Alga gak bisa menyalahkan Mas Willy. Dia memang teman Mbak Yesi! Tapi dia juga berhak untuk pergi ke mana pun dan gak menjaga Mbak Yesi. Justru yang harus menjaga itu adalah kita, keluarganya. Kenapa Mas Alga malah menyalahkan orang lain? Lagi pula bukan Mas Willy juga orang jahat yang membuat Mbak Yesi pergi, Mas. Mas gak bisa egois!"

"Oh, jadi sekarang kamu benar-benar sudah terhasut ya? Sialan memang si anjing itu."

"Mas, tolong. Aku gak tehasut siapa pun. Jujur, aku pergi ke Bandung memang ingin mencari tahu soal Mas Willy. Seperti Mas Alga sekarang, aku juga menyimpan dendam sampai nekat melamar kerja di toko milik Mas Willy. Ya, aku mau balas dendam. Sayangnya, setelah aku mulai mengenal sosok Mas Willy. Aku mulai sadar kalau aku sudah salah, Mas. Kita sudah salah, karena mau bagaimana pun kita gak bisa memaksakan sesuatu. Mas Willy selama ini sudah menjadi teman baik untuk Mbak Yesi. Dia juga gak mau sesuatu seperti itu terjadi, Mas."

"Oh, sekarang kamu sudah pintar menceramahi Mas, Ara? Kamu tahu apa? Kamu baru mengenalnya sebentar dan sudah tahu semuanya? Ara, ingat. Pria itu juga turut andil di kematian Yesi!"

"Mas, aku gak─"

"Sudah Ara, Mas pikir kamu sudah mengerti kenapa Mas menghajar pria itu kemarin. Tapi sepertinya itu gak cukup. Karena pria itu malah berhasil memanipulasi kamu."

"Mas, Mas Alga salah paham. Mas Willy gak─"

"Berhenti, Ara. Mas masih bersikap baik karena kamu adik Mas. Jangan lupakan kejadian kelam itu hanya karena pria brengsek yang baru kamu kenal."

Aku mematung. Ucapan Alga begitu menusuk seolah menyadarkan aku akan kejadian di masa lalu. Sebesar itu dendamku dulu kepada Willy sampai melihatnya saja aku jijik. Tapi sekarang? Aku tidak bermaksud untuk berpihak kepada Willy dan menyalahkan Alga. Faktanya, Willy memang tidak bersalah.

"Kenapa Mas Alga gak mau dengar dulu penjelasanku," bisikku. "Mbak, bagaimana sekarang? Mas Alga benar-benar gak mau mendengarkanku."

Sebesar itu kebencian Alga sampai dia tak bisa berpikir dengan akal sehatnya kalau yang dilakukannya salah. Aku tahu kehilangan orang yang sangat disayangi itu memang menyakitkan. Hanya saja, di sini baik aku atau Alga. Tidak bisa menyalahkan Willy hanya karena Willy tak berada dengan Yesi saat sesuatu mengerikan itu terjadi.

Seperti kecelakaan orang tua kami. Kami tidak bisa menyalahkan siapa pun dari kejadian kecelakaan beruntun yang menewaskan kedua orang tuaku. Karena itu musibah. Itu kecelakaan, tidak ada yang menginginkan sesuatu seperti ini terjadi. Begitu juga dengan Willy yang juga pasti marah saat tahu Yesi dilecehkan oleh temannya sendiri.

"Sekarang aku harus bagaimana? Astaga, Mas Alga pasti sudah masuk ke dalam. Bagaimana kalau nanti bertemu dengan Mas Willy?" tanyaku, mendadak aku takut.

Dengan langkah seribu aku langsung buru-buru masuk ke dalam ruangan di mana Willy dan yang lainnya berada. Tepat, sesuai dugaan. Alga ada di sana. Aku bisa melihat dengan jelas raut Alga yang menegang menahan marah. Tapi kali ini berbeda, ada nenek yang mencoba menenangkan Alga di sisinya.

"Apa lagi yang harus aku lakukan sekarang?" aku tidak bisa membiarkan perkelahian mengerikan seperti kemarin terulang.

"Apa lagi yang harus aku lakukan sekarang?" aku tidak bisa membiarkan perkelahian mengerikan seperti kemarin terulang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 24, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now