51. Aku mohon

3.3K 664 52
                                    

Update gais! Siapa yang nungguin!?

Duh gak kerasa ya sebentar lagi kita ketemu hari raya 🎉🎉 selamat membaca loh, jangan lupa vote sama komentarnya ❤️

Btw di karyakarsa sudah update bab baru ya. Yang mau baca cepat bisa ke sana😘




Aku berjalan malas menuju kost. Beberapa kali mencoba menenangkan diri yang tak karuan. Rasanya campur aduk. Berdebar, lelah, lega, sakit. Semuanya menjadi satu. Tapi meski pun seperti itu, kali ini rasanya aku sudah terbebas dari sesuatu yang selama ini membelenggu hati dan pikiranku. Ya, setelah menjelaskan semuanya kepada Chika di depan Willy. aku merasa tugasku sekarang sudah selesai.

Meski masih agak sedikit kesal jika kembali mengingat cara Chika membela dirinya tadi. Sejujurnya aku sangat kesal, aku bisa saja menghakimi seperti apa yang dilakukan Zela. Tapi aku tidak mau berbuat lebih jauh. Aku tidak mau Willy semakin memperpanjang masalah ini dengan membela pujaan hatinya itu karena tak terima aku hakimi.

"Ra!?"

Aku berjengit. Hampir jantungku lompat dari tempatnya melihat Zela entah sejak kapan sudah berdiri di depan pintu kost yang baru saja aku buka.

"Astaga, ngagetin saja. Ngapain sih berdiri di depan pintu kayak gitu. Sudah kayak hantu," omelku. Merutuki apa yang baru Zela lakukan.

Zela cengengesan. Wanita itu membiarkan aku masuk lebih dulu. Tapi dia tidak diam, dia berjalan mengekoriku. Saat aku baru saja duduk, Zela juga ikut duduk.

Aku yang sebal melihat tingkahnya dengan malas bertanya. "Ngapain sih Zel?"

Zela mengembungkan pipinya. "Kok malah tanya ngapain? Jelas aku lagi nunggu kamu cerita. Gimana tadi pertemuannya? Lancar? Wanita itu gak buat hal-hal jahat sama kamu kan?" cecarnya, tak sabaran.

Aku memutarkan kedua bola mataku malas. Rasa ingin tahu Zela membuatnya menungguku sebegininya. Padahal sebelumnya Zela tidak pernah bertingkah begitu ingin tahu.

"Kalau kamu lihat aku sampai dengan selamat. Berarti semuanya lancar," balasku.

Zela mengerutkan dahinya tak percaya. Wanita itu menatapku lama. Memeriksa sekitar wajahku yang mulai kebingungan melihat tingkah lakunya.

"Lihat apa sih?"

Zela mangut-mangut tanpa alasan. "Kayaknya pertemuannya emang lancar. Karena aku gak lihat ada jejak air mata di pipi kamu."

Sepontan aku mengusap pipiku. Ternyata Zela memeriksa wajahnya hanya karena ingin tahu aku menangis atau tidak? Tapi tidak salah sih. Sekali pun aku pulang dengan selamat. Kalau pertemuan ini berakhir tak baik, sudah pasti aku akan menangis. Tapi kali ini, tumben sekali aku tak menangis? Hanya merasakan kekacauan di hati dan pikiranku saja.

"Gimana? Wanita itu bilang apa saja ke kamu?" Zela tidak menyerah. Dia masih terus menanyakan apa yang terjadi antara aku dan Chika dipertemuan itu.

Aku menyandarkan tubuhku di sofa. Menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. "Gak ada yang penting sih. Cuma dia minta maaf soal kejadian siang tadi."

"Minta maaf buat apa sih? Merasa bersalah juga dia," sindir Zela.

Aku mengangguk. "Bilangnya sih gitu. Katanya dia gak seharusnya melakukan itu. keluar sama Mas Willy yang dia pikir masih menjadi kekasihku."

"Terus?"

"Dan di sana, Mas Willy juga ada."

Zela melotot. Matanya hampir lepas dari tempatnya. "What!? Kamu serius? Mas Willy juga ada di sana!?"

Aku mengangguk sekali lagi. "Hm, awalnya aku terkejut. Aku pikir Chika mengajakku bertemu memang hanya ingin mengobrol denganku saja. Ternyata dia membawa Mas Willy di pertemuan kami."

Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now