22. oleh-oleh

2.6K 510 37
                                    

Yang nunggu mana suaranya nih? 🙋🙋

Boleh minta di ramaikan dengan vote dan komentarnya dong gais biar aku makin rajin updatenya. Kalau bisa sih per paragraf kalian komenin kalo gabut🙈

Selamat membaca ya 😽

Setelah menunggu beberapa jam yang membosankan. Akhirnya kami sampai di Bali. Rasa senang yang tidak bisa di bendung membuatku tidak sabar untuk berkelana di kota yang setiap sudutnya terdapat keindahan yang tidak bisa di tolak mata.

Terlalu fokus dengan rasa bahagia sampai aku tidak mendengar Willy beberapa kali memanggil namaku.

"Ngapain? Jangan melamun terus, ketinggalan tahu rasa kamu."

Aku mendengus malas. "Aku gak ngelamun cuma lagi menghirup udara saja kok."

Willy hanya menggelengkan kepalanya mendengar alasanku yang mungkin terdengar tidak masuk akal. Tapi memang benar kok. Aku sedang menghirup udara bali yang menenangkan hati. Apa lagi membayangkan keindahannya. Duh, aku sudah tidak sabar.

Masuk ke dalam mobil, aku bersyukur duduk di samping kemudi dengan Willy yang mengendari mobil. Entah mobil milik siapa, aku tidak peduli. Yang aku pedulikan sekarang aku sudah sampai Bali. Salah satu kota wisata favioritku.

"Wil, nanti berhenti dulu di Ubud ya," kata Revan.

"Mau ngapain?"

"Jalan-jalan lah. Sekalian beli kerajinan di sana. Aku naksir sesuatu yang aku lihat di sosmed," sahut Hanum.

"Kalian gak capek?" tanya Deka.

"Segini masa capek, payah kamu Deka." Revan menimpali.

"Ck, kalian gak tahu ya kalau Deka paling mager kalau di ajak jalan-jalan begini," ujar Chika.

"Iya, dia lembek kaya Tuan Putri." Willy membalas.

"Bukan lembek, tapi males. Mau istirahat," ucap Deka.

"Nanti sampai Vila juga istirahat. Ke Ubud dulu lah, kapan lagi kita main ke sini," perintah Revan, mutlak.

Aku yang hanya mendengarkan tidak mau memedulikan perdebatan para pria itu. Aku malah senang mendengar perintah Revan. Itu benar, kita harus menghabiskan waktu di sini. Kapan lagi aku bisa ke Bali. Selain sibuk dengan pekerjaan, aku juga tidak punya uang. Dan mumpung ini gratis, aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

Sampai akhirnya kami sampai di Ubud Traditional Art Market. Tempat yang membuat aku langsung turun dari mobil saking senangnya. Apa lagi melihat ada banyak kerajinan yang di jual di sini, aku mendadak tidak sabaran untuk melihat-lihat.

"Tunggu dulu, Ara."

Aku menghentikan langkah kaki ku lalu melirik Willy malas. Pria itu masih berada di mobil seakan menunggu seseorang untuk keluar yang tidak lama Chika keluar dari sana. Wajah senangku langsung berubah menjadi sebal. Jangan bilang wanita itu akan ikut mengekori kami?

"Aku bareng sama Deka saja. Kamu duluan saja," kata Chika.

Aku bisa melihat wajah Willy yang terlihat tidak senang mendengar jawaban Chika. Tapi aku? Jelas aku bahagia. Karena akhirnya aku punya waktu berdua dengan Willy tanpa Chika yang sudah pasti akan memonopolinya. Yang jelas aku harus melancarkan rencana yang sudah aku susun rapi.

"Mas, buruan." Aku berteriak, malas juga menunggu Willy yang menggalau karena Chika.

Willy akhirnya berjalan ke arahku. Dan kami masuk untuk melihat-lihat kerajinan yang di jual di setiap pinggir jalan.

"Kamu mau beli apa?" tanya Willy.

"Apa saja yang aku rasa bagus."

Willy mendesah. Pria itu tidak mengatakan apa pun selain terus mengekori aku yang bersemangat melihat-lihat benda indah yang terpajang.

Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now