63. Teman Kerja

1.8K 322 12
                                    

Update lagi guys 🙌🙌

Btw di Karyakarsa juga sudah update bab baru ya, yang mau baca cepat bisa langsung gass ke sana aja ya ❤️

Selamat membaca, vote dulu yuk habis itu kasih komentar juga yang banyak kalau mau tetep lanjut di wattpad 🗿



Aku tahu cepat atau lambat pertemuan Alga dengan Willy pasti akan terjadi. Tapi─kenapa harus secepat ini? kenapa harus sekarang? Aku bahkan belum memikirkan alasan apa yang akan aku berikan saat bertemu Alga nanti. Tapi Tuhan lagi-lagi mempermainkan hidupku. Sekarang alasan apa yang harus aku pakai untuk membohongi Willy? Sudah jelas aku tidak akan memberitahu Alga kalau pria yang ada di sampingku adalah Willy. Apa lagi mengaku kepadanya kalau pria ini adalah kekasihku.

"Ma─Mas Alga? K─kok ada di sini?" tanyaku, terbata.

Sial, kenapa harus bertemu Alga di sini? Kenapa gak di rumah saja sih? Kalau begini nyaliku mendadak ciut. Aku membatin dalam hati. Jantungku berdebar keras saat Alga berjalan mendekat ke arah kami. Dia tidak sendiri, bersama dua orang yang sering membantunya bekerja.

"Harusnya Mas yang tanya kenapa kamu di sini," ujarnya, menyerang balik. Alga menatapku lalu bergantian melihat ke arah Willy. "Ini siapa?"

Willy tersenyum kecil. "Saya─"

"Dia temen kerja aku di Bandung, Mas. Kebetulan kemari lagi cari kopi mentah buat stok di tempat kerjanya," potongku cepat. Tiba-tiba saja ide itu mengalir keluar dari mulutku.

Dahi Alga mengerut. Begitu juga dengan Willy yang tampak bingung dengan ucapan yang baru saja keluar dari mulutku.

"Ah, teman kerja." Alga manggut-manggut. Willy seakan mengerti, pria itu juga hanya mengangguk saja.

"Saya Wi─"

"Wildan!" seruku, cepat.

Lagi, dengan kompak Alga dan Willy menatapku. Aku yang ditatap seperti itu hanya bisa memasanng senyum biasa. Berharap Alga tak mencurigaiku.

Beberapa kali aku memberi kode kepada Willy agar dia mengiyakan semua kata-kataku. Dan yah, aku bangga pria itu tidak protes dan menuruti ide gila yang sedang aku rencanakan.

"Wildan, Mas."

Alga manggut-manggut lalu menerima uluran tangan Willy. "Alga. Kakak Ara," sambutnnya. "Jadi kamu datang kemari mau cari kopi mentah?" tanya Alga.

Willy tersenyum. "Iya Mas, apa ada?" tanyanya.

"Ada sih. Tapi prosesnya bakal ribet. Kenapa gak ambil yang sudah jadi saja? mudah di proses nantinya. Memang buat apa?"

"Buat minuman Mas."

"Nah. Saran saya mending yang siap pakai saja."

"Oh ada ya Mas?"

"Ada dong. Di sini segala jenis kopi ada. Yang mentah juga banyak. Yang biji siap pakai ada. Yang sudah jadi bubuk pun tersedia. Kamu tinggal pilih saja yang cocok yang mana. Jenisnya juga banyak."

Aku menganga. Pertemuan yang mendadak yang aku pikir akan berakhir dengan drama malah jadi aku yang ditinggalkan. Sementara Alga dan Willy berjalan beriringan sembari asyik membicarakan jenis kopi yang tak ingin aku tahu. Apa-apaan ini? kenapa aku mendadak merasa dikhianati?

"Neng Ara gak ikut?" tanya Ahmad, asisten Alga yang membantu di peternakan sampai perkebunan milik nenek.

Aku mendengus. Melengos mengekori Alga dan Willy yang masih asyik berbicara. Lihat, bahkan Willy sama sekali tak menengok ke belakang. Apa sekarang aku tak terlihat di depan matanya? Kenapa Alga jadi memonopoli kekasihku. Aku ingin marah tapi tak bisa, apa lagi saat sadar di sini aku sedang bersandiwara tentang Willy.

Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now