11. punya pacar?

3.5K 524 13
                                    

Update! Jangan lupa ramaikan dengan vote dan komentar ya❤️ selamat membaca❤️

Ini tidak sesuai prediksi. Bahkan melenceng jauh dari dugaan ku yang berpikir kalau pria ini jahat. Setelah mendengar ajakan dari pria itu dengan bodohnya aku mengangguk. Menarik kursi lalu duduk di samping Willy yang baru saja menaruh dua cangkir minuman yang beruap di atas meja.

Satu cangkir itu di sodorkannya ke arahku. Seperti yang tadi pagi. Pria itu memberikan secangkir susu cokelat hangat kepadaku. Sementara miliknya kopi hitam yang harumnya menyegarkan mata.

Suasana mendadak hening. Tidak ada yang bicara di antara kami. Hanya suara gemercik hujan lah yang mengisi keheningan di dalam ruangan. Kenapa aku malah mendadak gugup seperti ini? Bukannya ini kesempatan emas untuk lebih dekat dengan Willy? Meski tak sesuai rencana. Ini waktu yang tepat untuk mencari tahu bagaimana sosok pria yang menjadi tujuan utamaku.

Aku berdehem setelah meneguk cokelat hangat di dalam gelas. "Bos tinggal di sini?" tanyaku, basa-basi. Memecah keheningan yang entah sudah berapa lama terjadi.

Willy sekilas melihatku lalu menyandarkan punggungnya di punggung kursi. "Hanya kadang-kadang. Kalau malas pulang atau ada kerjaan yang harus di selesaikan, aku lebih milih tidur di sini karena lebih nyaman," katanya lalu menatapku. "Jangan panggil aku Bos kalau gak lagi kerja."

"Hah? Terus aku harus panggil apa?" tanyaku.

"Aku punya nama. Panggil saja Willy."

Aku mengangguk-anggukan kepalaku. "Apa gak apa-apa? Rasanya agak gak sopan manggil nama Bos kayak gitu."

"Gak masalah," kata Willy santai.

Aku sekali lagi mengangguk. Walau masih agak aneh tapi aku mencoba melakukan apa yang di perintahkan Willy. Aku harus membuat image manis agar pria ini tertarik kepadaku.

"Mas Willy ada kerjaan apa sampai harus tidur di toko?" tanyaku. Aku masih sungkan memanggilnya dengan nama saja. Apa lagi pria ini seumuran dengan Yesi kalau tidak salah, mungkin lebih tua dari Yesi kakakku.

Willy mengedikan bahu. "Kerjaan biasa. Membeli barang yang habis dan lain-lain."

"Ah, yang mengerjakan semua itu Mas Willy?"

Willy mengangguk. "Hm."

"Apa gak ada orang yang bisa mengurusnya? Karyawan lain misalnya," kataku lagi. Masih tidak mau obrolan ini berakhir.

"Karyawan di toko sedikit. Aku gak mungkin bebanin mereka sama tugas lain. lagi pula, aku sendiri masih mampu. Malah lebih leluasa karena bisa tahu rugi untungnya usahaku," jelasnya.

Aku manggut-manggut. "Keren ya. Di umur masih muda Mas Willy udah punya usaha."

Willy mendengus. "Apa aku terlihat masih muda?" tanyanya.

Aku mengangguk. "Iya." Meski aku tahu dia tidak muda. Tapi apa boleh buat memujinya sedikit agar dia senang. Demi rencana ku.

"Padahal teman-temanku bilang aku sudah tua," katanya tiba-tiba.

Aku mendengus dalam hati. Ingin sekali mengatakan setuju dengan apa yang di katakan teman-temannya. Tapi meski pun dia sudah tua, dia masih cukup tampan dan aku pikir orang lain akan berpikir kalau Willy masih muda.

Umurnya memang tidak terlalu tua. Mungkin memang sudah masuk kepala tiga mengingat umur Yesi kalau dia masih hidup sekarang berumur 29 tahun.

Tidak ada pembicaraan lagi setelah itu. Willy tampak sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya. Sementara aku sesekali curi-curi pandang ke arah ponselnya. Wajahnya tampak serius, apa pria itu sedang bertukar pesan dengan seorang wanita atau kekasihnya?

Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now