67. Tolong mengerti

1.6K 266 4
                                    

Update gais siapa yang nungguin?

Btw di Karyakarsa cerita ini sudah TAMAT ya, kalo mau baca cepat bisa langsung ke sana aja yaaa ❤️

Selamat membaca😘


Kami pergi ke kebun kopi bersama-sama. Sebelum Willy memilih dan membeli biji kopi yang tidak dia niatkan, Alga memutuskan untuk mengajak kami pergi ke kebun kopi lebih dulu. Melihat-lihat dan mengenalkan Willy ke beberapa jenis kopi yang ada di sana. Awalnya aku malas untuk ikut berkeliling, tapi mengingat identitas Willy mau tak mau aku tak bisa menolaknya.

"Wah. Mas Alga keren juga ya. Bisa mengurus semua kebun kopi ini," puji Willy setelah Alga menjelaskan beberapa jenis kopi yang ditanamnya.

Alga tersenyum bangga. "Gak sekeren itu. Tentu saja aku juga gak bisa mengurusnya sendirian. Beberapa petani yang mengurusnya. Mereka jauh lebih hebat dariku."

Aku mendengus dalam hati. Sejujurnya aku tak ingin tahu soal Alga dan semua pekerjaannya di Desa. Meski Alga hanya meneruskan hasil usaha dari nenek dan kakek, aku tetap bangga kepadanya karena Alga tidak sering mengeluh sepertiku meski aku tahu dia juga lelah. Apa lagi ketika dengan tiba-tiba hidup kami harus berubah. Itu sangat sulit sekali.

Masih ingat dengan jelas dipikiranku saat pertama kalinya kami pindah di sini. Alga sering menyendiri. Dia bahkan tak ingin bicara dengan siapa pun sebelum akhirnya dengan tiba-tiba Alga mulai berubah menjadi Alga yang biasanya. Aku tahu dia terpaksa melakukan itu karena melihatku yang sama menderitanya di sini.

Tapi lambat laun semua keadaan itu mulai kami terima. Aku sudah berdamai dengan rasa sakit kehilangan orang yang aku sayangi, begitu juga dengan Alga. Meski berat, mau bagaimana lagi? Kami tetap harus melangkah walau orang tua sudah tak lagi bersama kami.

"Kamu rencana pulang kapan Wil?" tanya Alga.

"Kalau dibolehkan menginap sehari lagi. Mungkin besok baru pulang Mas."

"Kenapa gak boleh? Santai saja. Mau lama juga gak masalah kalau kamu betah di sini," ucap Alga.

Willy tersenyum. "Kalau aku betah-betah saja sih Mas. Apa lagi suasana di sini adem, menenangkan dan jauh sekali dari keramaian."

Alga terkekeh. "Tumben sekali ada anak muda seperti kamu yang suka di desa. Beda sama Ara, dia selalu mengeluh gak betah tinggal di sini. Sampai kemarin milih pergi ke kota buat kerja."

Aku mendengus. "Bukan gak betah. Aku Cuma mau mandiri. Aku kan sudah dewasa, harus cari uang buat diri sendiri."

"Padahal Mas masih mampu kok biayain kamu," sahut Alga.

Aku memutarkan kedua bola mataku malas. "Kalau gitu terus kapan aku mandirinya? Daripada itu, kapan aku dapat jodoh?"

"Sudah mikir jodoh saja. Mas mu saja masih sendiri."

"Ya makanya Mas Alga cepat menikah sana. Kasihan Anita digantung terus."

"Anita?" ulang Willy.

Aku mengangguk. "Iya. Kembang desa. Hebat sekali Mas Alga bisa menaklukan primadona di desa ini."

"Oh jelas. Mas mu ini kan tampan."

"Tampan dari sedotan."

"Sama Mas sendiri ngiri terus. Makanya cepat cari pacar sana," ledek Alga.

Aku mengembungkan pipiku sebal. "Aku punya kok!"

"Mana? Siapa orangnya?"

"Itu─" aku langsung tersadar. Dengan cepat membungkam mulutku karena terpancing ucapan Alga yang menyebalkan.

Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now