Radesna-31

25 2 0
                                    

"Ndongak cuk malah tidur." Raden setengah membentak pada Pungki. Menjambak rambut temannya itu ke belakang supaya lebih mudah dijangkau oleh kedua tangannya. Keduanya duduk di depan teras dengan pemandangan anak kecil yang berlalu-lalang main menjadi objeknya.

"Ngantuk gue." Raden mendengus, kembali menggaruk ketombe yang bersarang di kepala Pungki. "Anjir  lo nggak pernah keramas setahun apa gimana? Ketombe udah kayak lapisan kerak telor."

"Baru dua minggu lalu tau Den gue keramas."

"Pantesan aja rambut udah kayak sapu ijuk gini." Lagi dan lagi Raden menarik rambut Pungki ke belakang. Menyisir rambutnya supaya rontokan ketombe tersebut jatuh ke bawah lantai.

"Biasanya gue malah sebulan sekali," balas Pungki dengan entengnya.

"Jorok lo."

"Biarin. Jorok gini juga banyak yang mau. Daripada lo, nggak ada satupun cewek yang nyantol sama lo."

Penghinaan ini namanya bagi kaum cogan, seorang Raden Alaska dikatai nggak laku. Sebenarnya kalau dirinya mau tebar pesona pasti banyak cewek yang terpikat dengan ketampanannya. Untungnya tidak. Jangankan cewek, semut aja banyak yang suka sangking manisnya seorang Raden. "Sembarangan. Gue tuh bukannya nggak laku tapi belum ada cewek beruntung yang dapetin gue."

"Pede najis." dari depan Pungki menyikut perut Raden gemas hingga temannya itu mengaduh kesakitan. "Sekarang masih muda playboy wajar. Kalo udah nikah baru nggak boleh," tambahnya.

"Sesat lo." Raden menyudahi kegiatannya, berpindah duduk tepat di samping Pungki.

"Kok udah sih Den? Lagi, enak tau."

Raden berdecak seraya memutar bola matanya, "Enak di lo, nggak enak di gue. Tuh liat tangan gue sampe klimis gini," katanya seraya memperlihatkan kedua telapak tangannya. Bukannya merasa bersalah, Pungki malah nyengir tak berdosa.

Pungki ikut menaikkan pandangan matanya pada Raden yang kini beranjak menghampiri kran air yang terletak tidak jauh dari tempatnya duduk.

"Mumpung gue lagi baik hati nih ya, gue bantuin lo mandi." Pungki memekik ketika tubuhnya kena semprotan air oleh teman sialannya itu.

"Basah anjir. Raden!"

"Woy Raden. Berhenti nggak?!"

Bukannya berhenti Raden malah mengarahkan selang airnya ke Pungki yang terus berjalan mundur menghindar. "Jancuk lo Den."

Melihat kekesalan temannya, Raden malah tersenyum puas. Seolah hal tersebut sebuah hiburan baginya.

"Raden jadi basah lantainya," peringat Fariha yang tiba-tiba saja muncul dari dalam rumah.

Raden menatap Ibunya sambil tersenyum garing, mau tak mau akhirnya cowok itu menyudahi aksi jahilnya. "Mamah mau kemana?" tanyanya melihat Fariha  tengah memakai sandal jepitnya.

"Ke warung, nyari lauk buat besok kamu sarapan. Kamu mau nitip jajan?"

Raden menggulirkan matanya tampak berpikir, "Hmm itu beliin goreng-goreng nugget aja, bumbunya kayak biasa sedang-sedang saja."

Fariha mengangguk, mengalihkan perhatiannya pada Pungki. "Kamu mau nugget juga Pungki? Biar Tante beliin sekalian."

Yang ditanya mendongakkan kepalanya dari layar hp. "Nggak us-" belum juga selesai berbicara, Raden sudah menyerobot duluan."Beliin aja Mah. Pedes buat dia mah."

Fariha mengangguk mengiyakan. Setelah Ibunya melangkah pergi Raden kembali duduk di kursi seberang Pungki yang hanya dibatasi oleh meja bundar. Menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi seraya menghela napas panjang. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali.

RADESNA [On Going]Where stories live. Discover now