Radesna-26

26 3 1
                                    

Sebelum baca jangan lupa vote

Happy reading guys ❤️

Bantu koreksi typo 🥺

****

"Raden piket lo!" Raden yang baru saja tiba di kelas langsung dilempari sebuah sapu oleh Jelly, sang ketua kelas maha benar.

Untungnya Raden memiliki refleks bagus langsung saja menangkap gagang sapu itu sebelum mengenai wajah tampannya. "Sopan sekali ya anda. Orang baru masuk langsung dilemparin sapu gitu. Nggak punya sopan santun banget jadi cewek," cerca Raden tidak terima.

Sebenarnya Raden sudah tiba dari sepuluh menit yang lalu hanya saja cowok itu memilih ikut bergabung dengan temennya yang ngobrol di koridor depan kelas.

"Kalo nggak gue gituin nggak bakalan piket lo. Masih mending gue ingetin daripada lo bayar denda. Nggak mau kan lo?"

"Ya iyalah nggak mau. Dua ribu juga lumayan kali bisa buat beli cireng." Dikelasnya, segala bentuk peraturan yang dilanggar dijatuhi membayar denda. Apa-apa denda. Tidak masuk tanpa keterangan alias alfa juga kena denda. Memangnya uang sakunya banyak banget apa?

"Udah cepetan piket lo."

"Ntar aelah ribut banget lo," sahut Raden malas.

"Sekarang!" suruh Jelly penuh penekanan.

"Lo siapa sih? Sok ngatur banget. Di rumah gue aja nggak pernah tuh gue disuruh nyapu sama nyokap gue. Hak lo apa nyuruh nyuruh gue?"

"Ya itukan salah satu kewajiban lo."

"Sorry, kewajiban gue cuma sholat." Anjeli menggeram, rasanya pengin tak hih cowok itu. Berbicara dengan Raden memang ada saja alasannya.

"Terserah lo deh. Males gue ngomong sama lo." Anjeli memutar tubuh, melangkah ke tempat duduknya dengan wajah dongkol.

"Siapa juga yang ngajakin situ ngomong?" Raden menghendikkan bahunya acuh. Ikut melangkah santai menuju tempat duduknya sendiri.

Pagi-pagi begini ada saja yang memancing emosinya. Raden jadi kesal sendiri.

***

Entah ini sebuah kesialan atau keberuntungan baginya, Raden tidak tahu pasti. Yang jelas sekarang ia tengah menahan mati-matian rasa canggung dan gugupnya karena duduk semeja dengan Resna. Resna ini woy cewek yang disukainya. Ia sampai bingung harus bertingkah seperti apa. Apalagi mengingat tantangan dare kemarin. Sepertinya cewek itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Terlihat dari gerak-geriknya yang tidak nyaman.

Salahkan Pak Drajat yang merotasi tempat duduk muridnya sesuai urut absen dengan alasan agar terlihat lebih bervariatif. Memangnya anak TK yang duduk harus diatur-atur oleh gurunya.

Walaupun pandangan matanya tertuju pada Pak Drajat yang sedang menerangkan materi, pikiran Resna melalang buana entah kemana. Suara bariton milik guru bahasa Indonesia itu hanya dijadikan angin lalu olehnya. Padahal cara mengajar guru itu bisa dibilang tidak membosankan.

"Jadi struktur cerpen itu ada berapa?" tanya Pak Drajat mengetes apakah muridnya menerima dengan baik penjelasan materi darinya.

"5 Pak," jawab sebagian anak dengan lantang. "Ya benar,  apa saja sebutkan!"

"Orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, Koda."

"Bagus," puji Pak Drajat. Setelahnya guru itu melanjutkan materi berikutnya yaitu tentang unsur kebahasaan teks yang digunakan pada cerpen.

"Bowo. Kamu dari tadi Bapak perhatiin ngobrol aja sendiri. Coba kamu jelasin apa yang dimaksud dengan struktur komplikasi?"

Bowo yang sedang mengobrol sesuatu dengan teman sebangkunya langsung terdiam. Pura-pura menggulirkan bola matanya seolah berpikir. "Hm Komplikasi itu kondisi seseorang yang punya penyakit jantung dicampur sama penyakit stroke, tipes terus napas sesek, sama penyakit akut kronis lainnya digabung jadi satu Pak."

RADESNA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang