Radesna-30

28 3 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca

Happy reading guys ❤️

****

"Aw," Bowo meringis sambil memegangi punggung tangannya yang baru saja dipukul sendok stainless oleh Yenrei. "Apaan sih lo?! Pelit banget, timbang minta kuahnya doang."

"Bukan masalah pelit atau nggak. Masalahnya lo celupin gorengan lo yang udah kena jigong buat masuk ke mangkuk gue," semprot Yenrei.

"Ya emang kenapa sih sesama manusia juga?" seloroh Bowo lalu memasukkan potongan gorengnya ke dalam mulut.

"Gue nggak mau ketularan bego karena lo."

"Kurang ajar," Bowo bangkit dari duduknya. "Minta disambelin banget nih anak mulutnya."

"Coba aja kalo berani. Gue sambelin balik mulut ember lo," balas Yenrei seraya menjulurkan lidahnya.

"Lo berdua kalo makan bisa tenang dikit nggak sih? Ribut mulu kayak anak TK." Raden yang sedari tadi hanya diam ikut gregetan, menatap bergantian pada Bowo dan Yenrei.

Bowo pun akhirnya duduk dengan anteng, begitupun Yenrei kembali melanjutkan memakan mie ayamnya. Namun, keduanya masih saling lirik dengan raut mencibir. Jika sedang memainkan hpnya, Yenrei bisa diam anteng, temannya ribut pun cowok itu tidak peduli. Lain cerita lagi jika tidak memegang benda kesayangannya itu.

"Menurut lo rasa mie ayamnya agak beda nggak sih? nggak kayak biasanya," tanya Yenrei pada Pungki yang memilih menu serupa dengannya. Yang ditanya menggeleng, tetap menikmati makanan tersebut dengan lahap. 

Yenrei mendengus menyesal bertanya pada Pungki yang rakus. Beranjak dari duduknya untuk mengambil botol saos, namun matanya malah menangkap sosok Radja yang berdiri dengan satu kaki terangkat naik ke atas kursi. Tangan Radja mencengkram kerah kemeja seorang cowok yang duduk di depannya. Kedua orang itu terlihat saling berbisik, sepertinya membahas suatu hal yang serius. Walau tidak menimbulkan suara keramaian, semua pasang mata yang melihatnya yakin kalau ada sesuatu yang tidak beres dari mereka.

"Ada apaan sih?" tanya Raden penasaran melihat temannya itu malah bergeming di tempat. Yang ditanya menggerakkan dagunya, Raden yang posisi duduknya memunggungi pun menengokkan sedikit kepalanya ke belakang.

"Kira-kira mereka lagi ngomongin apa ya?"

"Lagi nagih utang kali, makanya bisik-bisik tetangga gitu," ucap Raden menimpali perkataan Bowo.

"Kalo nggak lagi gibahin orang lain." Raden hanya melihatnya sekilas, kembali menghadap depan melanjutkan memakan rotinya. Begitu pun dengan Yenrei, mengaduk-aduk mie ayamnya setelah ditambahkan saos pedas.

"Cepetan dong makannya, lelet banget kayak siput gue aja udah selesai," gerutu Pungki mengusap bibirnya dengan selembar tisu.

"Ye bentar dong, lagian istirahat masih lama juga," balas Yenrei kesal. Pungki tidak membalas, mengeluarkan hpnya dari saku celana sembari menunggu temannya selesai makan.

Beberapa menit hanya terdengar suara sendok yang berdenting hingga suara Bowo yang bersendawa berhasil memecah keheningan diantara mereka.

"Jorok lo," cibir Raden. Masalahnya cara bersendawa temannya itu berlebihan. Bahkan air liurnya sampe muncrat ke meja. Raden melempar serbet hingga mendarat pas di wajah Bowo. Merasa kesal, Bowo balik melemparnya namun dengan gesit Raden menangkapnya. Jadilah dua cowok itu saling lempar hingga berhenti saat kain persegi tersebut jatuh ke bawah lantai tempat Raden duduk.

"Terus aja kayak gitu jangan berhenti, kalo perlu orangnya sekalian dilempar," komentar Yenrei mengompori.

Bowo mendengus, kembali memakan gorengan ubi jalarnya dalam gigitan besar hingga kedua pipinya mengembung.

RADESNA [On Going]Where stories live. Discover now