Radesna-04

67 22 19
                                    


"Beneran nggak mau Den?"

Pungki memamerkan cireng pedas di tangannya yang langsung dibalas gelengan lemah oleh si empunya.

"Kenapa? Biasanya doyan banget Lo? Setalam abis sendiri." Jelasnya hiperbola.

"Nggak pengen aja." Raden kembali menyeruput teh manis dinginnya.

"Gara-gara Resna yah?" Celetuk Bowo.

"Enggaklah. Apa hubungannya?"

"Kali aja pertama naksir cewek buat lo nggak doyan makan?"

"Nggak ada hubungannya elah."

"Ngomong-ngomong si Nipah mana? Tumben nggak gabung bareng kita?" Seperti itulah teman, jika satu tidak kelihatan maka akan menjadi bahan omongan.

"Nggak tau palingan juga di kelas." Ujar Pungki menyahuti pertanyaan Bowo.

"Masuk kelas mana tuh anak?"

"Ak 4." Singkat Raden.

"Nipah siapa sih?" Tanya Yenrei yang tidak paham dengan pembahasan mereka.

"Hanif Mufida. Itu lho yang dulu waktu mpls dihukum jalan jongkok sambil niruin suara kambing." Jika memalukan temannya Bowo memang tidak ada tandingnya.

Yenrei menengadah seolah mengingat kembali memorinya, detik selanjutnya cowok berambut ikal itu terbahak keras sampai bahunya bergetar.

"Ouh iya ya gue inget. Kocak parah tuh anak. Lagian dihukum kayak gitu nurut aja. Kalo gue sih ogah banget."

"Mbee mbee mbee." Lanjut Bowo menirukan yang langsung disambut tawa keras oleh temannya. Sampai-sampai menarik atensi anak yang lain duduk tak jauh dari mereka. Seolah bilang apa sih yang mereka tertawakan?

"Apalagi kalo inget mukanya yang komuk parah. Njir gue sakit perut." Tambah Raden sambil memegangi perutnya karena kebanyakan tertawa.

"Udah wey udah." Bowo menyenderkan kepalanya ke sandaran kursi.

"Lo kemaren nggak main ke rumah Nipah Den?" Tanya Pungki setelah berhasil meredakan tawanya.

"Kemaren gue sibuk di rumah."

"Alah sibuk ngapain. Palingan nggak berani ketemu sama doi." Serobot Bowo seolah mengoreksi perkataan temannya. Raden terdiam, mengakui perkataan Bowo, dalam hati tentunya.

"Tuh diam berarti bener omongan gue?" Bowo menyeringai senang.

Raden melempari Bowo dengan tisu sambil berkata, "Kampret lo."

"Si Resna itu sodaranya Hanif apa gimana?" Tanya Yenrei setelah menyeruput pop ice nya.

"Sepupuan." Sahut Pungki.

"Ihirr setelah sekian purnama akhirnya Raden naksir sama cewek. Gue kira lo kelainan Den."

"Heh sembarangan lo."

"Lagian lo pernah ditembak sama si Isyana lo tolak mentah-mentah. Isyana ini man? Cewek inceran satu sekolah lo nggak mau. Liat bodynya aja udah  semriwing." Jelas Bowo menggebu-gebu.

"Ya lo aja sana ajak pacaran." Jawab Raden enteng.

"Ya kalo anaknya mau mah gas aja."

"Sayangnya nggak mau." Lanjut Yenrei.

"Uhh sad boy." Ledek Raden.

"Berarti sebelumnya lo nggak pernah naksir cewek Den?" Tanya Yenrei sambil mengunyah siomaynya.

"Ya cuma sekedar kagum doang."

"Terus sama yang sekarang? Udah kategori suka? Cinta?"

"Yang sekarang tuh udah kategori bucin level akut. Lah wong ditanya doang udah gugup setengah mati." Bukan Raden yang menjelaskan namun Bowo. Perkataannya sontak mengundang tawa keras. Terkecuali Raden tentunya yang terus memasang wajah masam.

RADESNA [On Going]Where stories live. Discover now