Radesna-22

57 2 0
                                    

Setelah membayar tarif angkotnya pada sang supir, Raden melangkah memasuki gerbang sekolah berbaur dengan murid lain yang baru saja berangkat. Kedua tangannya sengaja ia masukkan ke dalam saku jaketnya.

Saat memasuki koridor kelas sepuluh tidak sengaja Raden melirikkan matanya ke area parkir. Terlihat banyak anak cowok sengaja duduk di jok motornya masing-masing sembari bercengkrama dengan temannya. Raden menyapukan pandangannya berharap menemukan keberadaan teman dekatnya biar bisa ke kelas bareng. Tapi, apa ini yang ia lihat?

Raden memicingkan matanya melihat sebuah motor baru saja tiba di area parkir. Bukan karena motornya yang keren dan mahal, tapi karena dua orang yang menumpanginya. Ia merasa tidak asing dengan dua orang itu. Itukan Resna, tebaknya yakin karena ia hapal betul dengan tas gendong berwarna abu-abu ditambah bandul boneka kecil yang selalu dipakai cewek itu. Sementara cowok si pengendara perawakannya terlihat bukan seperti Hanif. Cowok kali ini terlihat lebih tinggi juga sedikit kurus dibanding Hanif yang memiliki badan lebih berisi.

Begitu si cowok itu melepas helm dan menyibakkan rambutnya ke belakang, Raden melotot. What the fvck. Radja. Bagiamana bisa Resna berangkat bareng sama cowok itu. Ia yang notabenenya calon pacarnya saja belum pernah.

Raden mengalihkan pandangannya pada Resna yang masih berdiri di belakang tidak jauh dari motor Radja. Sepertinya menunggu cowok itu. Kenapa tidak langsung jalan ke kelasnya saja. Memangnya Radja anak kecil yang perlu ditunggu-tunggu.

Kini dua orang berbeda jenis itu melangkah berjejeran sambil asyik bercengkrama. Entah apa yang mereka bicarakan Raden tidak tahu.
Dan apalagi ini? Bisa-bisanya Radja mengusap rambut ceweknya. Terus yang buat Raden dongkol kenapa Resna hanya diam saja. Harusnya kan dia menepis tangan kurang ajar cowok itu.

Sialan. Ia benar-benar terbakar.

Raden yang merasa kesal memilih melanjutkan langkahnya kembali. Namun baru beberapa langkah, suara panggilan seseorang membuat Raden mau tak mau berhenti. Ia menoleh dengan berat, menemukan Resna yang berjalan cepat bersama Radja disampingnya. Sepertinya cowok itu belum sembuh karena perban kecil masih tertempel di dagunya.

Radja mengulurkan tangan kanannya, "Sorry bro buat kejadian kemarin."

Sebenarnya Raden sangat malas menyahutinya tapi karena tak enak hati ia menjabat tangan Radja lalu berkata, "Iya nggak papa. Lupain aja toh udah kejadian."

"Thanks ya," ucap Radja menyembulkan senyum tipisnya.

"Gue Radja. Lo pasti tau gue?"

Dalam hati Raden berdecih sebal, sok ngartis banget."Gue Raden."

"Gue duluan," pamit Raden kembali melangkah ke depan.

Sementara ditempatnya Resna menatap bingung punggung cowok yang baru saja pergi. Entah kenapa ia merasa sikap Raden berbeda tidak seperti biasanya.

Resna terlonjak kaget ketika bahunya dipukul pelan oleh Radja. "Lo mau disini terus?"

"Nggak mau ke kelas," ucapnya polos.

"Terus ngapain bengong aja kaya orang bego?!"

"Nggak bengong."

"Pasti mikirin sesuatu kan?" Resna hanya diam. Mau mengelak juga Radja tipe orang yang tidak mudah untuk dibohongi.

"Mikirin apa?"

Untuk kali ini sepertinya Resna tidak bisa menceritakannya, "Nggak penting kok. Gue duluan ya udah mau bel masuk." setelahnya Resna melangkahkan kakinya dengan cepat.

Radja yang ditinggalkan hanya menatap punggung kecil Resna hingga menghilang di balik tangga menuju lantai dua.

"Hey brader akhirnya berangkat juga lo." sambut Bowo dari ambang pintu kelas.

RADESNA [On Going]Where stories live. Discover now