Radesna-06

55 20 21
                                    

"l love you." Ungkap Raden tulus kepada bayangannya sendiri di depan cermin panjang.

Menampilkan dirinya yang memakai kemeja putih dibalut almamater merah  sekolahnya. Rambut hitamnya yang biasa ia sisir rapi kini sengaja dibiarkan berantakan.

"Damn i look very handsome. So romantic." Sambungnya seraya mengagumi parasnya yang memang menawan dan rupawan. Menyemprotkan parfum ke tubuhnya sebagai sentuhan akhir.

"Perfect." Raden menggerakkan tubuhnya ke kanan dan kiri bak model profesional.

"Mas udah gila ya?" Teriak Nina dari ambang pintu. Tidak hanya temannya, adiknya juga selalu mengatainya gila.

Raden menoleh memasang wajah tidak bersahabatnya, "Apa?" Tanyanya.

"Aku mau nebeng berangkat sekolah  hehe." Kata gadis berkepang dua itu diakhiri cengiran khasnya.

"Apaan?! Nggak mau. Biasanya juga naik mobil jemputan." Bukannya Raden tidak mau hanya saja sekolah adiknya itu beda arah dengan sekolahnya.

"Sekali ini aja Mas. Aku telat bangun makanya ketinggalan jemputan. Ayolah Mas anterin,  besok-besok nggak deh. Kalo naik angkot sekarang sampe sana telat Mas." Jelas Nina panjang lebar.

"Bukan urusan Mas." Raden mengendikkan bahunya tak acuh.

Mendapat respon seperti itu, Nina yang sudah rapi dengan seragam birunya berjalan masuk menghampiri Kakaknya itu. Memasang wajah semelas mungkin sambil menggelayuti lengan kekar Raden.

"Mas Raden ayolah anterin. Mas Mas Raden."

Raden tetap acuh membiarkan, satu tangannya yang nganggur sibuk mengambil buku sesuai jadwal hari ini dan memasukkannya kedalam tas.

"Ayolah Mas anterin. Masa Mas Raden tega sih biarin adiknya yang imut gemrsin ini nunggu angkot panas-panasan."

"Mas Raden yang paling ganteng,  paling baik sedunia." Raden tersenyum geli mendengarnya.

"Ntar pulang sekolah Nina beliin martabak manis kesukaan Mas Raden deh." Tawaran yang menggiurkan dan Raden tidak akan menyia-nyiakan hal itu.

"Hmm." Gumam Raden.

"Hmm apa Mas?" Nina mendongakkan wajahnya.

"Iya Mas anterin."

"Yeayy makin sayang deh sama Mas Raden." Nina berteriak girang sambil memeluk erat tubuh Kakaknya.

"Udah lepas! Mau berangkat sekarang nggak?"

Nina melepaskan pelukannya, "Ya udah ayok. Nina ambil tas di kamar dulu."

"Martabaknya jangan lupa." Kata Raden mengingatkan yang langsung dibalas Nina dengan menggerakkan satu tangannya hormat.

"Siap." Setelahnya Nina membalikkan tubuhnya berlari keluar kamar.

Raden menggelengkan kepalanya geli, Nina yang polos sangat mudah untuk dimanfaatkan.

Raden mengambil kontak motornya, berjalan keluar kamar dan menemukan Ibunya yang sedang menyajikan makanan di meja makan.

"Pagi Mamaku sayang." Sapanya ceria lalu mencium sebelah pipi Ibunya.

"Pagi."

"Raden nggak sarapan Mah. Minum susu aja." Laki-laki itu mengambil segelas susu dan langsung ditenggaknya habis.

"Lho kenapa udah Mama siapin masa nggak dimakan?"

"Mau anterin Nina sekalian. Nggak keburu kalo sarapan dulu."

Melihat wajah Ibunya yang sedih karena makanan yang sudah dibuatnya tak dimakan olehnya membuat Raden tak enak hati, "Taruh wadah makan aja. Nanti Raden bawa ke sekolah." Katanya kemudian.

RADESNA [On Going]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz