Radesna-01

121 29 32
                                    


Resna Parahita Gayatri. Gadis enam belas tahun yang sangat membenci namanya keramaian. Lebih suka menyendiri dan melakukan segala sesuatunya sendiri. Keriuhan yang ia maklumi hanyalah saat dirinya di dalam lingkungan sekolah. Selebihnya, Resna lebih suka mengurung dirinya di rumah.

Ya dia anti sosial.

Mengurung diri di kamarnya untuk menghindari para tetangganya yang cenderung ikut campur mengenai permasalahan hidupnya. Resna sendiri heran hal apa saja selalu menjadi omongan tetangga. Tidak sekalian saja mereka mengurusi biaya hidupnya.

"Resna udah punya pacar belum?"

"Resna kenapa nggak pernah keluar rumah? Betah banget ya di rumah terus?"

"Resna kenapa nggak tinggal bareng Mamanya di Jakarta?"

"Pasti kamu milih tinggal sendiri biar
bebas nggak diawasin sama orang tua ya?"

"Buat apa sekolah? Mending langsung kawin aja. Bukannya kamu udah diminta sama anak juragan sebelah."

Resna benci itu semua.

"Resna?" Panggilan dari telepon menyadarkan Resna dari lamunannya. Melihat hpnya yang memang masih tersambung dengan Ibunya.

"Ya?"

"Kamu dengerin Mama ngomong nggak sih Na? Jangan-jangan dari tadi Mama ngomong panjang lebar nggak kamu dengerin." Dari seberang sana suara ibunya terdengar kesal.

"Iya dengerin." Sahutnya dengan nada malas.

"Mama ngomong apa coba?"

Resna terdiam. Tidak bisa menjelaskan apa yang dikatakan Mamanya karena sedari tadi pikirannya melalang buana entah kemana.

"Nggak bisa ngomong kan. Udahlah Mama benar-benar nggak habis pikir sama kamu Resna. Mau kamu itu sebenarnya apa? Di suruh tinggal sama keluarga sendiri kok ya susah banget. Yang jelas mulai besok kamu harus nginep di rumah bude Rami. Jangan tinggal sendiri lagi. Mama tuh nggak tenang kamu tinggal sendiri."

Setelah sepeninggalan Kakeknya tiga bulan yang lalu, Resna memang ditawarkan untuk pindah bersama Ibunya di Jakarta. Namun ia selalu menolaknya karena alasan tidak ingin tinggal bersama saudara tirinya. Bahkan saat awal-awal ibunya menikah saja ia hanya tinggal seminggu bersama keluarga barunya itu.

"Aku bisa jaga diri kok Mah."

"Kamu itu perempuan Resna." Siapa juga yang bilang dirinya laki-laki? Decak Resna, dalam hati tentunya.

"Tapi Mama kan tau aku orangnya nggak gampang akrab sama orang baru." Kali ini nada bicara Resna meninggi.

"Ya kalo gitu balik ke pilihan awal, pindah ke Jakarta."

"Udah pokoknya mulai besok kamu pindah tinggal sama Bude Rami. Mama juga udah bilang sama bude Rami. Itu keputusan final Mama. Kamu harus nurut! Jangan bantah demi kebaikan kamu sendiri."

"Yaudah terserah." Pasrah Resna menghembuskan napasnya mencoba bersabar. Memiliki ibu terlalu over protektif memang sebuah kesialan baginya.

****

Di dalam kamar Resna tengah memasukkan satu persatu pakaiannya ke dalam koper. Memasukkan foto mendiang Ayah kandungnya juga beberapa buku koleksi novelnya ke dalam tas. Ya setelah perdebatan panjang dengan Ibunya akhirnya Resna memilih tinggal bersama Budenya.

"Resna? Udah siap belum?" Dari luar terdengar suara Pakde Panji, suami dari Bude Rami yang katanya disuruh untuk menjemputnya.

Resna menyambar jaketnya yang menggantung di dekat pintu, memakainya dengan cepat lalu menggeret kopernya keluar kamar. Tepat diambang pintu Resna menyapukan pandangannya ke sekeliling kamar sebelum dirinya benar-benar pergi.

RADESNA [On Going]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt