113. Luka Jofan

202 29 0
                                    

Pagi ini Jofan datang setelah kemarin malam tidak jadi menginap di rumah sakit. Wajahnya sangat kusut, seperti tidak tidur semalaman. Rio menyapanya singkat namun, tak digubris Jofan sedikitpun. Arghi sudah pulang pagi ini jadi hanya ada Rio dan Alvin di ruangan ini. Alvin terlihat masih belum bangun dari tidurnya.

Dibanding berada di dalam ruangan bersama Jofan yang masih tampak marah dan Alvin yang masih terlelap, Rio lebih memilih keluar kamar inap. Menghirup udara pagi dengan berjalan menyusuri lorong demi lorong. Membiarkan Jofan tinggal bersama Alvin. Remaja kecil itu pasti sangat membencinya.

Rio tidak memiliki ide sama sekali untuk berbaikan dengan Jofan. Merayu remaja itu untuk tidak membencinya. Itu semua memang salahnya. Membiarkan masalah tidak terselesaikan dan hanya menambalnya saja. Menunjukkan seolah masalah itu telah ia selesaikan.

"Vin," panggil Jofan saat melihat Alvin mulai mengerjap matanya. Matanya terbuka lebar, mengucek matanya sebentar dan akhirnya mengulas senyum, melihat Jofan duduk di sebelahnya. Matanya berpencar mencari keberadaan dua sahabatnya yang lain. Menatap kembali pada Jofan.

"Aan sama Biboy dimana?" tanya Alvin.

"Rio keluar tadi, kalau Arghi kayaknya udah pulang," jawab Jofan. Setelah itu Alvin harus sarapan dan Jofan menemaninya sesekali membantunya menuang air minum. Alvin hari ini mengatakan tenggorokannya terasa begitu haus.

Menanggapi itu, Jofan segera memanggil dokter. Dia khawatir kalau terjadi sesuatu buruk yang terjadi pada Alvin apalagi semalam Alvin juga mengeluh sakit kepala. Rio datang membawa sekantong plastik makanan. Dia cukup terkejut melihat dokter keluar dari kamar inap Alvin.

"Nana kenapa?" tanya Rio meletakkan nasi bungkusnya dan berjalan mendekati Alvin. Alvin menggeleng mencoba mengatakan dia baik-baik saja. Rio mengelus kepala Alvin sejenak, "udah sarapan?" tanya Rio dan diangguki Alvin.

"Aan pulang ya?" tanya Alvin. Rio mengangguk, sedangkan Jofan masih duduk di sebelah Alvin berseberangan dengan Rio. Dia sibuk memijit lengan Alvin mengabaikan obrolan kedua orang tersebut.

"Aku mau sarapan dulu," ujar Rio dan melangkah kembali ke sofa. Alvin memperhatikan Rio yang sekarang sudah fokus menyantap sarapannya. Nasi padang. Alvin ngiler dibuatnya. Jofan menoleh melihat apa yang membuat Alvin cemberut, menemukan Rio dengan nasi padangnya.

"Kalau udah sembuh, nanti aku traktir nasi padang," ujar Jofan berhasil mengambil atensi Alvin. Alvin menatap Jofan dengan bibir mempout lantas mengangguk setuju.

"Kamu nggak gerah?" tanya Alvin pada temannya yang menggunakan hodie. Hari ini begitu panas, bahkan Alvin sudah tidak tahan dengan suhu panas hari ini. Dan dengan nyaman Jofan menggunakan hodie berwarna hitam.

Rio ikut mendengar percakapan antar keduanya. Baru sadar kalau Jofan datang menggunakan hodie. Memang cuaca akhir-akhir ini mendung dan dingin. Tetapi pagi ini cuaca begitu terang benderang. Aneh kalau di dalam ruangan tanpa ac bisa tahan menggunakan pakaian tertutup seperti itu.

"Iya gerah, cuma nggak pake daleman. Kausku belum kering semua," alibi Jofan membuat baik Rio maupun Alvin menjadi curiga.

"Istirahat, Na. Jangan pikirin banyak hal. Mau kembali drop?" ingat Rio. Alvin berdecak namun menurut untuk istirahat.

Sore nanti pihak yayasan yang selama ini membiayai pengobatan Alvin akan datang. Mereka akan kembali berdiskusi dengan dokter Alvin terkait kondisi Alvin. Rio sejak awal sungguh penasaran, tapi kedua orang tuanya tidak pernah membiarkannya ikut tahu masalah Alvin. Mereka hanya meminta agar Alvin ditemani dan dihibur. Membuat Rio semakin berprasangka buruk saja.

Dalam keadaan hening, Rio menghabiskan sarapannya. Meneguk air minum dan membuang bungkus nasi. Lantas berjalan dalam langkah perlahan ke wastafel, mencuci tangannya. Kembali duduk di sofa dan memainkan ponselnya.

QuerenciaWhere stories live. Discover now