78. Tingkah Alvin

239 14 0
                                    

Jam istirahat siang ini menjadi waktu bergelut antara Arghi dan Alvin. Keduanya masih saja memperdebatkan tentang masalah pagi tadi. Sesekali Alvin akan memutar bola matanya dengan wajah super julid mendengar tanggapan Arghi. Sebaliknya, Arghi akan memandang dengan tampang tidak percaya dan syok melihat Alvin memutar bola mata jengah. Seolah yang lelah dengan perdebatan ini hanyalah Alvin saja.

"Udah weh udah, makan!" lerai Rio. Dia merasa lelah dengan perkelahian keduanya yang masih saja seputar keluarganya. Mengatakan Arghi sebagai pelakor sedangkan mengatakan Alvin hanyalah tetangga asing yang baru akrab sehingga tidak paham situasi. Padahal keduanya sama sekali tidak ada sangkut paut dengan isi di rumahnya. Hanya seorang sahabat Rio saja.

"Tahu tuh si Nana, bikin emosi aja!" keluh Arghi dan mendapat lirikan tajam dari Alvin yang tengah mengaduk mie ayamnya. Jofan geleng-geleng kepala mendengar keributan ini sepertinya tak akan berakhir dengan cepat. Arghi seharusnya mau mengalah dan tidak lagi menjahili Alvin.

"Kamu mah emosi bukan karena orang lain, tapi faktor usia aja," tanggap Alvin membuat Rio tepok jidat.

Kapan ini berakhir!

"Emang Nana bawa motor ya hari ini?" tanya Jofan mendadak ingat tentang hal tersebut. Kalau ingin main ke rumah Rio, harus ada dua motor. Sedangkan tadi sepertinya Arghi membonceng Rio. Kalau Alvin tidak bawa motor, artinya hanya ada satu motor yang bisa digunakan. Tidak mungkin mereka berboncengan empat.

"Enggak bawa, kenapa emang?" tanya Alvin belum menyadari maksud dari pertanyaan Jofan.

"Berarti cuma Rio yang bawa motor?" tanya Jofan. Kali ini kepada Rio yang sudah menandaskan makan siangnya.

"Aan juga bawa motor," ujar Rio mengerti maksud dari Jofan. Jofan tersenyum tenang. Memang hanya Rio saja yang mengerti tanpa harus ia jelaskan.

"Nanti jadi kan ke rumah Rio?" tanya Jofan memastikan. Arghi mengagguk paling semangat. Adiknya pergi menginap di rumah sang nenek, dia jadi sendirian di rumah. Lumayan kalau bisa menginap di rumah Rio.

"Iya yok lah nginep di rumah Rio sekalian," ujarnya penuh semangat. Rio berdecak mendengar ide tersebut. Arghi paling suka tidur di kamarnya berhari-hari bahkan mengacak-acak kamarnya sesuka hati.

"Emang besok libur?" tanya Jofan. Besok hari jumat bukan hari sabtu. Jangan-jangan Arghi lupa tentang hal itu.

"Iya, tanggal merah! Ah gimana sih masa nggak tahu kalau besok tanggal merah. Paling sebelum pulang sekolah diumumin kalau besok libur," jawab Arghi percaya diri.

"Emang iya?" tanya Alvin tidak percaya. Dia memandang ke arah Rio meminta kejelasan tentang ucapan seorang Arghi. Dia tidak mau percaya dengan Arghi. Remaja itu sangat absurd dan suka ngelantur. Siapa tahu dia berbohong.

"Nggak tahu, belum cek tanggalan," tanggap Rio.

"Ck, nggak percayaan amat sih jadi orang. Nih ya, aku tuh walaupun begini termasuk anak rajin. Ja-...."

"Rajin cek tanggalan kan maksudnya?" pungkas Rio dan menenggak es tehnya. Arghi mengatupkan mulutnya dan melirik kesal pada Rio. Sementara dua orang lainnya sudah tertawa terbahak-bahak mendengar ceplosan dari Rio.

"Ya, seenggaknya rajin," ucap Arghi memberi pembenaran.

Alvin menyadari dirinya kembali mimisan saat ini, jadi dia segera pergi ke kamar mandi. Tanpa mengatakan apapun Alvin meninggalkan kantin. Meninggalkan semangkuk mie ayam yang tidak dimakan sedikit pun. Ketiga remaja itu memandang kepergian Alvin dengan penuh tanda tanya. Rio yang pertama kali menyadari mie ayam Alvin masih penuh meski sudah teraduk dan mengembang.

"Dia kenapa?" tanya Arghi keheranan. Rio mengangkat bahunya tidak tahu harus menjawab apa. Dia juga tidak tahu. Mungkin saja Alvin mendadak kebelet dan tidak sempat berpamitan.

QuerenciaKde žijí příběhy. Začni objevovat