107. Bercerita Dengan Rio

223 33 0
                                    

Hari ini, Rio sudah berusaha keluar dari kamar inap Alvin, tetapi remaja itu tahu dia akan kabur. Bahkan sekarang kunci motor Rio diambil alih oleh Alvin, membuat Rio tidak bisa kabur. Rio duduk melihat Alvin yang asik menonton televisi dengan menduduki kunci motornya.

"Pantat kamu bisa sakit kalau terus dudukin kunci motor," ucap Rio membujuk Alvin. Alvin mana peduli, dia lebih baik menderita sakit pantat daripada Rio ingkar janji.

Rio menyerah.

Tidak bisa membujuk Alvin dan membuat remaja itu mau menyerahkan kuncinya. Rio melepas jaket denim dan topi petnya. Lantas menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. Alvin meliriknya sekilas, senang karena akhirnya Rio mau menurut dan tetap diam di kursinya.

Setelah hampir satu jam mereka diam saja, akhirnya orang yang ditunggu Alvin datang. Jofan masuk dengan wajah senang melihat Rio masih ada bersama Alvin. Tak lama Arghi ikut masuk. Tidak sia-sia Jofan mengomel sepanjang jalan. Dia terus mewanti-wanti Arghi untuk tetap masuk bahkan kalau ada Rio sekalipun. Jadi, sekarang Arghi menuruti Jofan dan ikut masuk ke ruang inap Alvin. Bahkan saat dirinya melihat Rio di ruangan ini., Arghi tetap masuk. Tidak menghindar seperti sebelum-sebelumnya.

Arghi duduk di sofa seperti kemarin. Alvin tersenyum menyapa Jofan yang mendekat memberikan beberapa buah untuknya. Anggur adalah buah yang selalu ia cari. Dia tergila-gila dengan anggur semenjak jatuh sakit.

"Aku mau keluar sebentar, mau ngerokok," pamit Rio. Alvin yang semula sibuk membongkar isi plastik segera menoleh. Menarik jaket yang ditenteng Rio.

"Buat apa ngerokok? Rokok nggak baik buat kesehatan. Kamu mau sakit kayak aku?" tanya Alvin tidak suka mendengar Rio hendak merokok. Dia sangat benci orang yang merokok. Baginya itu terlalu nakal dan berandalan. Dan Alvin tidak suka dengan para berandalan. Mereka selalu berpenampilan aneh dan nyentrik. Alvin tidak mau Rio akhirnya berpenampilan seperti mereka.

"Cuma satu," ucap Rio menawar. Jofan menatap Rio tidak percaya. Dia baru tahu kalau Rio merokok.

"Nggak boleh!" tegas Alvin mencoba mencari rokok yang ia lihat kemarin malam. Tetapi, Rio segera mengambil dan menjauhkannya dari jangkauan Alvin. Alvin berdecak, "kalau gitu nggak usah ke sini lagi!"

"Kunci motorku ada di kamu, gimana caranya aku nggak ke sini lagi?" tanya Rio. Alvin sudah terlanjur kesal. Dia mengambil kunci di bawah tubuhnya lantas melemparnya asal.

"Aku sekalian pulang," ucap Rio. Alvin sungguh tidak percaya Rio menipunya lagi. Dia ingin memaki lelaki itu tetapi, enggan. Arghi bisa kembali mengatakan hal buruk tentang Rio kalau dia memaki Rio sekarang. Jadi, Alvin diam saja, menatap kepergian Rio dengan wajah kesal.

Rio keluar dari gedung rumah sakit. Memilih pergi ke mini market untuk sarapan dengan mie instan dan segelas kopi. Dia juga akan merokok. Mulutnya terasa tidak nyaman kalau tidak merokok.

Duduk di depan mini market, menikmati sarapannya yang sungguh tidak sehat namun, begitu nikmat. Menatap seberang jalan tempat gedung rumah sakit berdiri. Jalanan sudah terlihat lengang karena jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Anak sekolah dan para pekerja sudah menjalani aktivitas mereka di tempat masing-masing.

Rio sudah menghabiskan sarapan dan kopinya. Sekarang dia sibuk mengepulkan asap dari mulutnya. Matanya menangkap wajah Jofan. Tidak salah, yang ia lihat memang Jofan. Tengah mencoba menyeberang jalan. Remaja bertubuh mungil itu berhasil menyeberang jalan dan tersenyum melihatnya.

"Nana nyariin kamu," ucap Jofan yang baru saja membeli air mineral dari mini market. Sepertinya hanya basa-basi membeli minuman. Rio tidak peduli. Dia mengambil rokoknya yang kedua. Menyulutnya dengan api dan mengisapnya.

QuerenciaWhere stories live. Discover now