70. Keluarga Rio

169 14 0
                                    

Sejak penerimaan rapor senin itu, Jofan hilang seperti ditelan bumi. Ponselnya tidak aktif. Rio mencoba menghubunginya berkali-kali tapi tidak juga direspon. Arghi berkali-kali mengusulkan pada Rio untuk menghampiri Jofan di rumahnyaa. Dia sangat khawatir pada teman sebangkunya itu. Alvin juga setuju dengan usul tersebut. Hanya saja Rio menolaknya dengan alasan tidak jelas. Membuat Alvin dan Arghi merasa jengkel menghadapi Rio.

Hari ini juga mereka berkumpul bersama di rumah Rio. Duduk di kamar Rio dalam kesunyian karena si empu kamar keras kepala menolak pergi ke rumah Jofan. Sementara dua lainnya tak bisa berkutik karena merasa tak cukup dewasa. Rio lah yang biasa bersikap dewasa dan sangat pandai mengambil keputusan.

"Kalau Rio nggak mau, kita berdua aja An!" tegas Alvin merasa sudah sangat jengkel. Sikap Rio kali ini sungguh keterlaluan. Bagaimana bisa laki-laki itu sedikitpun tidak merasa khawatir akan keadaan Jofan. Mendengar cerita bahwa keluarga Jofan pecah belah membuat baik Alvin maupun Arghi langsung khawatir melihat ibunya mendadak datang saat acara pengambilan rapor. Kemudian dugaan Rio setelah acara pembagian rapor tentang kebiasaan Jofan yang menyayat diri sendiri makin membuat pikiran mereka berkelana. Tapi, Rio malah santai saja dan enggan bertindak.

"Iya ayo ke rumah Jojo!" setuju Arghi dan beranjak berdiri. Sudah siap pergi bersama Alvin ke rumah Jofan.

"Kalian yakin di rumah Jojo udah nggak ada ibunya? Kalau ternyata di rumah dia masih kacau gimana? Kalian mau nambah bikin kacau rumah itu?" tanya Rio akhirnya bersuara. Ucapan Rio segera terngiang dan membuat dua orang itu membeku di tempatnya.

"Terus kita harus gimana? Gimana kalau ternyata Jojo butuh bantuan kita?" tanya Arghi tidak bisa menerima kalau harus duduk diam menunggu kabar dari Jofan. Remaja kecil itu sungguh sulit dimengerti.

"Kita bakal bantu setelah Jojo hubungi kita," jawab Rio dengan tenang.

"Yo!" sentak Alvin tidak setuju.

"Jangan bayangin orang tuanya sama kayak orang tuamu, An," ujar Rio membuat Arghi  mendelik tidak terima.

"Apa maksudmu!" gertak Arghi sudah siap menghantam Rio. Secara tidak langsung Rio mengejek keluarganya. Meski itu benar tapi Arghi merasa tidak suka mendengarnya.

Alvin menarik lengan Arghi, menahannya agar tidak berbuat kekerasan. Apalagi di luar kamar ada bunda Ica. Bisa-bisa mereka langsung diusir. Masih untung kalau langsung diusir bagaimana kalau dilaporkan ke kantor polisi, sungguh menakutkan.

"Orang tua Jojo emang cerai, tapi bisa aja mereka nggak nyakitin Jojo. Jangan terlalu memikirkan orang lain semenderita kamu, pikirin aja hidup kamu sendiri!" tegas Rio membuat amarah Arghi kian membuncah. Alvin melotot pada Rio memeringati remaja itu agar berhenti memancing emosi Arghi.

"Brengs–...."

"Yo, di luar ada Jofan! Dia malah nggak mau masuk tuh!"

Ketukan di pintu kamar Rio membuat Arghi mengatupkan mulutnya. Napasnya tersenggal karena emosi yang membuncah. Rio menatapnya sekilas dan berjalan keluar kamar. Melihat Jofan berdiri di depan pintu rumahnya dengan hodie hitam.

"Jo, masuk sini!" ajak Rio menyambut kawannya yang sudah dua hari tidak ada kabar. Jofan mendongak menatap Rio dan mengulas senyum, lantas melangkah dengan ragu-ragu ke dalam rumah. Arghi dan Alvin juga keluar dari kamar Rio, membuat Jofan cukup terkejut. Dia tidak menyangka dua orang sahabatnya juga tengah ada di rumah Rio.

"Sama siapa Jo ke sini?" tanya Alvin mencoba mencairkan suasana. Arghi yang terlanjur sakit hati dengan ucapan Rio sedikit pun enggan melirik pada Rio. Napasnya bahkan masih terdengar tersenggal tidak teratur. Sedangkan Rio duduk tenang di ruang tamu menatap Jofan yang berdiri dengan kikuk.

QuerenciaWhere stories live. Discover now