12. Mengantar Pulang

432 26 0
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi lima menit lalu, Alvin dan Rio masih tinggal di UKS. Sekarang Alvin sudah tampak baikan meski tubuhnya tetap terlihat sangat lemas tak bertenaga. Rio dengan setia tetap menemaninya dan beberapa kali memberinya air minum. Para anggota PMR mengatakan untuk terus memberi air mineral agar tubuhnya kembali kuat dan tidak terjadi dehidrasi.

Arghi dan Jofan pergi ke ruang UKS menenteng tas milik kedua teman mereka sekaligus melihat keadaan Alvin. Saat masuk, terlihat Alvin yang berbaring menatap langit-langit ruangan sedangkan Rio duduk tenang di kursinya. Bahkan saat Arghi dan Jofan mulai mengobrol dengan Alvin, Rio diam saja dan malah sibuk dengan ponselnya.

Rupanya Rio tengah menghubungi teman basketnya yang juga bersekolah di SMA yang sama tapi beda kelas dan jurusan. Tujuan Rio berkirim pesan dengan temannya adalah untuk memintanya mengantar Arghi pulang ke rumah. Permintaannya jelas disetujui. Dia adalah siswa yang cukup disegani oleh rekan basketnya karena merupakan mantan ketua dan seorang pemain basket terbaik di sekolahnya.

["Aku di parkiran, tak tunggu."]

Begitulah isi pesan terakhir temannya -Anton- yang mengatakan lokasi dia berada. Rio manggut-manggut dan hanya mengirimkan emote jempol. Lantas menyimpan ponselnya di saku.

"Ayo pulang, kamu aku anter," ajaknya pada Alvin. Arghi menatapnya dengan tatapan horor. Tapi tidak bisa protes blak-blakan seperti kemarin merasa Alvin memang harus diantar pulang. Tidak mungkin membiarkan Alvin pulang sendirian menggunakan kendaraan umum.

"Kamu sama temenku, tenang saja," ujar Rio menatap Arghi untuk menjelaskan rencana baiknya. Arghi ber-oh dan bisa bernapas dengan lega. Setidaknya dia tidak benar-benar naik angkot dengan menggunakan helm.

"Tak bawakan," ujar Jofan pada Alvin yang hendak mengambil ranselnya. Dia tersenyum berterima kasih atas bantuan yang diberikan.

"Mau sekalian tak gendong?" cibir Rio tampak tidak senang atas kebaikan Jofan. Alvin meringis menatap Rio. Tentu saja dia bisa jalan sendiri.

"Nggak usah, Jo. Bisa sendiri kok," tanggap Alvin akhirnya menolak bantuan Jofan. Jofan hanya mengangguk dan memberikan ranselnya. Tidak menyangka Rio bisa seposesif ini kepada teman sekelasnya. Bahkan seorang saudara kandung saja tidak akan terlalu posesif seperti dia.

"Serius nih aku diantar pulang temenmu, nggak bohong kan?" bisik Arghi saat berjalan di sebelah Rio. Rio mengangguk dengan wajah kesal karena Arghi tidak percaya ucapannya. Arghi terkekeh melihat tatapan kesal itu lantas ngebirit lari ke depan berjalan bersama Alvin.

Rio ini sangat menakutkan. Meski dengan wajah yang terus tersenyum dia bisa sangat menakutkan saat menghapus senyumnya. Akhir-akhir ini laki-laki itu terus cemberut. Mungkin dalam fase pms yang parah. Arghi terkikik sendiri memikirkan seorang Rio menjadi perempuan dan tengah menstruasi.

"Oh itu Sila!" pekik Arghi melihat Sila baru saja masuk ke area parkiran. Rio yang mendengarnya segera menendang pantat Arghi tanpa ampun, membuat si empu meringis dengan tatapan protes.

"Diem, goblog!" desis Rio kepada Arghi. Alvin tersenyum melihat wajah memelas Arghi lantas menepuk-nepuk pundaknya agar bersabar. Salahnya sendiri yang berseru dengan suara keras, sampai-sampai membuat yang di sekitar melirik mereka.

"Sakit, pekok!" protes Arghi mempoutkan bibirnya kesal mendapat respon berupa kekerasan dari Rio. Selain wajahnya yang menyeramkan Rio juga memiliki tubuh yang ikut membuatnya semakin seram. Menggerakkan kakinya saja sudah membuat Arghi terasa terhempas ke udara. Kepalanya sampai terasa tertinggal di belakang karena pantat ditendang.

"Emm, aku duluan ya," pamit Jofan pada Alvin dan Arghi. Alvin mengangguk begitupun Arghi yang melambaikan tangan pada Jofan yang tampak berlari kecil dan memasuki sebuah mobil. Lantas balik melambaikan pada Arghi. Alvin tersenyum melihat Arghi sudah akrab dengan Jofan. Memang seharusnya seperti itu. Mereka teman sekelas jadi, harus akrab satu sama lain.

QuerenciaWhere stories live. Discover now