42. Pelecehan

428 29 0
                                    

⚠️⚠️⚠️

Jam istirahat makan siang telah dimulai, saat itulah Arghi mulai melakukan presentasi mengenai pengalamannya pagi ini. Rio dengan malas mendengarkan obrolan tidak berbobot dari Arghi dan sibuk memakan nasi gorengnya. Dari obrolan Arghi, Rio tahu alasan Arghi marah pagi ini adalah karena dia berangkat duluan dan membuat Arghi takut datang terlambat.

Nama Sila tersebut dengan jelas, sepertinya sengaja diperjelas oleh Arghi untuk menyita perhatian Rio. Rio mendengarkan diam-diam meskipun matanya sama sekali tidak tertuju pada Arghi, berbeda dengan yang dilakukan oleh Alvin dan Jofan sekarang. Cerita berakhir dengan Arghi yang sampai di kelas. Bahkan saat Rio melirik lelaki tersebut tampak bernapas lega seolah itu baru saja terjadi.

"Untung aja ada si Sila, kalau enggak gimana tuh seorang Arghi naik angkot. Wah, bisa-bisa turun derajat kegantengan seorang Arghian," songongnya dengan menyisir rambutnya ke belakang. Rio yang tidak sengaja melihat itu langsung memutar bola matanya malas. Sementara Alvin dan Jofan menanggapi tingkah Arghi dengan kekehan geli.

"Eh Al kamu mimisan!" pekik Arghi saat melihat Alvin mimisan. Dia sibuk mencari tissue yang biasanya tersedia di meja kantin, tapi hari ini tidak ada di meja mereka. Setelah mendapatkan tissue dari meja lain ia segera memberikannya kepada Alvin, "mikirin apa, Vin? Liat aku kok mimisan, kamu normal kan?"

Diantara kepanikan itu Arghi dengan mulut lemesnya bercanda. Rio mendelik menatap Arghi memintanya untuk diam saja. Ini kali kedua Alvin mimisan di sekolah, padahal hari ini Alvin terlihat baik-baik saja. Jofan memberikan tissue lain karena tissue pertama sudah banjir darah. Jumlahnya tidak sebanyak dulu tapi, lumayan mengejutkan datangnya.

"Udah Vin?" tanya Rio yang baru datang. Dia memesan teh hangat agar Alvin tidak minum es hari ini. Alvin mengangguk dan menarik minumannya tentu saja langsung dicegah oleh Rio. Rio menarik es teh tersebut dan mendorong teh hangat pesanannya. Alvin berdecak melihat itu, ini sama seperti kemarin malam. Dejavu.

"Minumnya yang anget-anget, Vin. Jangan minun es dulu," ujar Jofan tahu tatapan kedua mata itu saling bertumbuk dengan sengit. Lantas Alvin mengalah dan mau menurut untuk meminum teh hangatnya.

Keempatnya kembali sibuk menghabiskan makan siang mereka. Lantas pergi ke ruang kelas untuk menikmati sisa jam istirahat dengan cara mengobrol atau bahkan bermain game. Rio memilih berbincang dengan Jofan yang sama-sama tidak tertarik bermain game. Sementara Arghi dan Alvin sudah sibuk bermain game di belakang kelas.

"Jo, dicariin anak sebelah tuh!" ujar Gilang yang baru saja masuk kelas. Jofan mengernyit heran. Siapa yang mencarinya? Dia tidak memiliki banyak teman apalagi dari kelas lain. Dengan wajah yang penasaran dia berdiri dan melangkah keluar kelas, membuat Rio tidak bisa lagi mengobrol dengannya.

"Siapa, Lang?" tanya Rio penasaran.

"Nggak tahu juga. Tapi, mereka tadi pagi ada di toilet bareng Jofan. Mungkin temen SMP," jawab Gilang. Mendengar  itu Rio reflek berdiri dan segera melangkahkan kaki keluar kelas. Dapat ia lihat Jofan berjalan bersama tiga orang lainnya. Entah mereka kemana Rio tidak bisa menebaknya.

Jadi, Rio mengirim pesan pada Alvin bahwa ia izin ke toilet. Entah Alvin membacanya atau tidak yang pasti dia sudah izin. Dengan perlahan Rio mengikuti Jofan. Dia curiga pada tiga orang tadi, tentang cerita Jofan minggu lalu. Besar kemungkingan mereka perundung Jofan.

Mereka pergi ke toilet rupanya. Lantas menutup salah satu bilik. Satu orang berdiri di wastafel, mungkin sebagai pengintai. Dua lainnya ikut masuk ke dalam bilik yang dimasuki Jofan. Rio berpura-pura pergi ke bilik di sebelahnya.

"Mau kemana?" tanya seorang siswa bernama Ray. Dia tampak memerhatikan Rio yang baru saja masuk ke toilet dengan tatapan waspada. Rio menunjuk bilik, tanda dia akan masuk ke sana. Ray melangkah menggedor pintu, "udah selesai belum?" serunya.

Rio menaikkan sebelah alis pura-pura tidak paham dengan kode tersebut. Jelas Ray tengah mengode dua temannya yang ada di dalam sana bahwa ada orang lain yang masuk ke toilet. Entah apa yang dilakukan mereka di dalam sana Rio tidak tahu. Jadi, Rio berjalan dengan santai ke dalam biliknya. Lantas mulai duduk mendengarkan apa yang mungkin bisa ia dengar.

Tetapi, mereka langsung membuka pintu bilik tersebut, kemungkinan pindah tempat karena tahu Rio berada di bilik sebelah. Terdengar bunyi bilik di tutup yang terletak di seberang biliknya. Rio mengecek bilik di sebelahnya dengan cara merunduk, mengintip. Kosong. Benar dugaannya kalau mereka pindah.

Masuk ke bilik tiga orang saja sudah aneh, ditambah gelagat satu orang di depan sana. Rio sungguh ingin tahu apa yang terjadi. Bahkan dia sampai mengirim pesan pada Jofan bertanya dimana dia berada. Jofan tak membalasnya. Maka, dengan berani Rio menelepon Jofan.

Terdengar bunyi gaduh di bilik seberang membuat Rio berdiri karena terkejut. Lantas membuka biliknya. Melihat dua orang sekarang berdiri di depan pintu. Mereka yang melihat Rio keluar bilik kamar mandi menggedor pintu dengan panik.

"Lagi apa sih?" gumam Rio sungguh penasaran. Dia melihat betapa panik wajah mereka saat melihatnya mendekat, "siapa yang di dalam?" tanyanya santai.

Namun, respon mereka jelas tidak bisa santai. Mereka sudah terlanjur panik dan reflek mendorong Rio untuk menjauh. Membuat Rio mundur dua langkah akibat dorongan tersebut. Rio tidak terima didorong tanpa sopan santun seperti barusan. Apalagi mereka orang yang tidak ia kenal.

"Nggak usah kepo. Pergi atau lo akan nyesel!" ancam Ray menunjuk Rio dengan berani. Rio tersenyum culas mendengar itu. Ah, dia memang tidak boleh sombong. Tetapi, sabuk silatnya sudah putih polos. Tinggal selangkah lagi dia menjadi pelatih. Atau beladiri Taekwondo dia juga tak kalah membanggakan. Dibanding mereka, Rio percaya diri bisa menang melawan mereka.

"Jofan! Keluar!" seru Rio. Dua orang makin panik. Mungkin mereka tidak tahu bahwa Rio sudah mengamati sejak awal jadi, dia tahu siapa yang ada di dalam bilik tersebut.

"Yo! Tolong hmfftt–..."

Suara sahutan dari bilik membuat Rio mengeratkan rahangnya. Dia semakin yakin ada yang tidak beres di dalam sana, bahkan Jofan disumpal mulutnya dan berakhir tidak bisa menyelesaikan ucalannya. Tanpa menunggu waktu lama, Rio merengsek maju dan menggedor pintu tersebut.

Dua orang tadi segera mendorong mundur tubuh Rio. Tetapi, Rio dengan mudah memukul mereka. Tidak masalah kalau dia harus pergi ke ruang bk setelah ini, yang pasti Jofan meminta bantuannya sekarang. Hal itu tentu menandakan laki-laki mungil itu tidak dalam keadaan baik. Pintu bilik terbuka mendadak dan Jofan berlari keluar menyerbu Rio.

Mata Rio terbelalak melihat penampilan Jofan yang sangat berantakan. Di depannya, terpampang sosok lain yang duduk di atas kloset dengan wajah panik. Rio ngeblang melihat semua ini. Bahkan napasnya terasa tercekat dengan semua yang ia lihat. Lidahnya kelu sampai tidak mampu mengeluarkan kata-kata lagi. Ditambah tubuhnya mendadak tremor seketika.

Kedua siswa yang tadi mencoba menahan Rio juga tidak bisa berkutik melihat Jofan berlari keluar dari bilik dan berlindung di balik tubuh Rio. Mereka syok karena Jofan berani mengambil resiko dan keluar dari bilik. Sementara Jofan sudah tergugu menangis dengan tangan yang sibuk membenahi pakaiannya.

"Ayo pergi!" ajak Rio mengajak Jofan. Dia melangkah pergi tanpa berbalik menatap Jofan.

•••FebriDRF•••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•••FebriDRF•••

Mengingatkan kembali kalau cerita ini nggak ada hubungannya sama kehidupan nyata para cast. Jadi nggak usah dibawa serius. Ini semua murni fiksi.

QuerenciaWhere stories live. Discover now