18. Jahil

225 17 0
                                    

Pagi ini Rio berangkat ke sekolah setelah sebelumnya menjemput Alvin. Lelaki itu mengiriminya pesan kalau angkot yang biasa ia tumpangi bannya bermasalah, sedangkan ia tidak tahu kapan angkot kedua lewat. Rio yang saat itu baru mandi mengatakan akan menjemputnya.

Sehingga kedua lelaki itu sampai di kelas bersama. Membuat Arghi yang sudah duduk di kursinya mengernyit melihat keduanya datang bersama. Biasanya Alvin datang pagi dan sudah duduk bersama Jofan di kelas. Tapi, hari ini dialah yang datang pertama dan melihat kedua teman yang berwajah mirip itu masuk kelas bersama.

Tinggal Jofan yang belum datang. Apa mungkin kelelahan karena kemarin dia berangkat ekskul? Kalau alasannya hanya itu terasa menggelikan. Seorang lelaki beralasan dengan alasan kelelahan. Bukan levelnya.

"Jofan belum berangkat?" tanya Alvin saat mendudukkan pantatnya di kursinya. Arghi mengangguk menjawab. Dia juga heran kenapa Jofan belum berangkat.

"Dia nggak chat kamu, Ar?" tanya Alvin.

Rio duduk di kursinya ikut mengecek ponselnya siapa tahu si cebol itu mengiriminya pesan, tapi tidak ada pesan masuk. Hanya pesan dari Arghi yang tidak ia balas yang menanyakan kapan dia berangkat sekolah.

"Mungkun sakit," ujar Rio. Alvin mengangguk setuju dengan spekulasi itu. Arghi mendesah gusar, kalau Jofan tidak berangkat artinya dia duduk sendirian. Tidak ada teman mengobrol saat pelajaran, itu akan sangat membosankan.

Benar saja sampai bel masuk berbunyi Jofan tak kunjung datang. Bahkan saat seorang guru masuk ke kelas Jofan tak terlihat juga. Arghi mengerucutkan bibirnya merasa tidak ada harapan lagi.

Saat pelajaran pertama hari itu dimulai suasana kelas menjadi senyap. Sang guru yang tampak galak itu mulai menuliskan materi di papan tulis. Tidak ada yang berani bercanda. Pelajaran sejarah itu terasa mencekam.

Arghi yang duduk sendirian merasa begitu lemas saat di akhir pelajaran ada pertanyaan acak menguji materi yang baru saja mereka terima. Dia melirik pada Alvin yang juga tampak gugup. Habis sudah. Meskipun sejak awal dia menyimak, tapi melihat tulisan sang guru yang acak-acakan membuatnya tidak mau menulis dan lebih memilih mendengarkan.

Rio sendiri tampak dengan santai memerhatikan siswa yang gugup ditunjuk menjawab pertanyaan. Dia menulis beberapa point penting sebelum papan tulis tersebut dihapus. Alvin melongok buku tulisnya membuat Rio mendekatkan buku tulisnya.

"Cuma itu?" tanya Alvin melihat hanya ada lima baris tulisan di buku Rio. Dengan wajah polos Rio mengangguk. Batinnya mencemooh Alvin yang bahkan tidak menulis apapun di bukunya.

"Terakhir, Arghian!" panggil sang guru dengan membaca buku absen. Seluruh murid mengembuskan napas lega. Berbeda dengan Arghi yang membeku di tempat duduknya. Sial sekali.

"Sebutkan periodisasi zaman praaksara berdasarkan arkeologi!"

Arghi mendengus mendapat pertanyaan itu. Mana dia ingat tulisan gurunya yang bahkan tidak bisa ia baca. Dengan gerakan pura-pura membuka catatan, Arghi mencoba memutar otaknya mencari jawaban. Matanya melirik Alvin di belakangnya yang mengangkat bahu, sama-sama tidak tahu.

"Cepat! Jam pelajaran saya sudah hampir habis!" desak sang guru tidak memberi kelonggaran.

"Pertama, zaman paleolitikum yakni zaman batu tua atau disebut juga sebagai masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal," bisik Rio. Arghi mengikutinya perlahan meski sedikit tidak jelas. Jadi dengan otak liciknya dia pura-pura duduk bersandar di kursinya. Rio makin mendekat, "kedua zaman mesolitikum atau zaman baru tengah yang disebuts juga masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut," bisiknya dan diikuti Arghi. Tidak sia-sia dia duduk di depan Rio, "ketiga zaman neolitikum atau zaman batu baru dengan nama lain zaman batu muda yakni masa bercocok tanam."

QuerenciaWhere stories live. Discover now