75. Rumah Sakit

343 23 1
                                    

"Kamu nggak periksain kondisi kamu, Na? Kamu sering mimisan lho, bisa bahaya kalau nggak periksa," ujar Rio saat jam pulang sekolah. Dia akan pulang mengantar Alvin, kebetulan ingin membujuknya ke rumah sakit juga. Alvin yang berjalan di sebelah Rio menoleh menatap Rio dengan wajah heran.

"Apa sih? Lebay banget," tanggap Alvin. Rio berdecak mendengar tanggapan dari Alvin yang malah menyepelekannya.

"Terserah kamu, Na. Yang penting aku udah kasih tahu baik-baik," ujar Rio putus asa. Akan panjang urusannya kalau sudah menasihati si keras kepala Alvin. Selain keras kepala, Alvin juga sok tahu dan sangat enggan mendengar ucapan orang lain.

Rio mengantar Alvin sampai di depan pintu rumahnya. Dia tidak bisa mampir karena sudah ditunggu temannya di lapangan komplek untuk latihan basket. Jadi, dengan terburu-buru dia segera berpamitan dengan nenek Anti dan bergegas pulang ke rumah.

Alvin sendiri segera masuk ke dalam kamarnya. Mendadak dia bad mood karena ucapan Rio mengiang di dalam pikirannya. Dia juga merasa perlu periksa ke dokter, hanya saja dia takut. Takut kalau ternyata mimisan yang biasa ia alami adalah penyakit mengerikan. Terlebih dia hanya tinggal bersama sang nenek. Akan semakin menakutkan kalau pergi ke rumah sakit sendirian.

Dengan wajah tertekuk sebal dia pergi ke kamar mandi dan mengguyur diri dengan gayung berkali-kali. Berharap dengan seperti itu pikirannya bisa menjadi sedikit lebih tenang. Sampai dia selesai mandi, pikiran buruk itu tak kunjung sirna. Membuat Anti yang sejak awal melihat kepulangan Alvin penasaran.

"Ada apa?" tanya Anti mendekati cucu satu-satunya yang ia miliki. Alvin menggeleng, tidak bisa mengatakan apa yang tengah membuatnya gundah gulana. Anti mengelus punggung Alvin. Cucunya yang dulu bisa ia gendong itu sudah tumbuh dewasa dan tidak bisa lagi ia pangku. Bocah laki-laki yang dulu selalu mengadu kepadanya menjadi remaja laki-laki yang menyimpan semuanya sendiri.

"Kalau ada masalah jangan dipendam sendiri, Vin. Nanti pikiranmu malah makin semrawut. Mending cerita ke orang lain, kalau nggak mau cerita sama nenek, cerita sama temanmu," nasihat nenek Anti sembari membelai surai kehitaman milik Alvin yang begitu lembut. Sejak kecil Alvin dirawat sebagai putra tunggal dan cucu tunggal. Jadi, remaja ini mendapat seluruh cinta dari keluarga besar.

Saat kepergian kedua orang tuanya Alvin sangat terpukul dan kabur dari rumah selama dua hari. Nenek Anti sampai melapor ke kantor polisi karena tak kunjung menemukan Alvin. Rupanya remaja itu pergi ke pemakaman kedua orang tuanya dan enggan diajak pulang. Alvin bilang kalau orang tuanya pergi dia ikut pergi saja. Itu membuat Anti merasa hancur.

Beruntungnya Alvin langsung bertumbuh dewasa. Mampu berpikir lebih dewasa dan mengikhlaskan semuanya. Termasuk kehidupan mewahnya semasa kecil. Alvin kini tinggal bersamanya dengan biaya asuransi. Selain itu, mendiang ayah Alvin menjadi donatur sebuah panti dengan atas nama Alvin. Membuat remaja tersebut mendapat banyak perhatian orang-orang yayasan di panti. Setidaknya hidup Alvin sudah sangat terjamin sampai lulus kuliah.

"Nanti makan malamnya beli aja ya, Nek. Al mau istirahat," pamit Alvin dan beranjak pergi ke kamarnya. Tubuhnya masih lemas dan pikirannya masih sangat kacau. Ingin istirahat lebih awal dan bangun dengan suasana hati yang lebih baik dan tubuh kembali fit.

***

Pagi ini Alvin sudah bangun. Dia tidak tidur nyenyak semalaman karena ucapan Rio yang terngiang-ngiang di kepalanya tiada henti. Dengan langkah gontai Alvin memasak di dapur. Memasak makanan sederhana yang bahannya tersedia di lemari. Tempe orek basah dan telur dadar. Saat nasi sudah matang, dia juga selesai dengan masakannya. Nenek Anti sejak awal sudah duduk di kursi makan, merajut pakaian. Wanita lansia tersebut sangat suka merajut pakaian. Entah untuk cucunya sendiri atau anak-anak di panti. Yang pasti setiap hari ada saja baju yang dirajut.

QuerenciaUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum