46. Kantin

188 24 0
                                    

"Vin, nanti nonton latihan basket aku ya..." pinta Rio saat jam istirahat di hari selasa dimulai. Mereka berempat tengah berjalan menuju kantin untuk makan siang. Alvin yang baru saja dari kamar mandi merasa bingung dengan ajakan Rio. Tumben sekali Rio ingin dilihat latihannya, biasanya juga latihan sendiri.

"Kenapa emang?" tanya Alvin.

"Ya nggak apa-apa. Nonton aja. Hari ini ada seleksi anggota tim basket," jelas Rio. Arghi dan Jofan yang berjalan di depan berbalik menatap Rio merasa tertarik.

"Serius, Yo? Wah harus nonton sih ini," ujar Arghi dengan pd-nya. Padahal jelas dia akan menonton karena seperti hari sebelumnya, dia nebeng Rio. Sudah pasti remaja dengan pipi tembam itu akan menunggu Rio agar bisa pulang bersama.

"Semangat, Yo!" ucap Jofan mengepalkan tangan. Rio tersenyum melihatnya. Senang karena mendapat ucapan penyemangat dari temannya.

"Iya, nanti kita nonton," janji Alvin dan diacungi jempol oleh Rio.

Mereka masuk ke dalam kantin yang sudah sangat ramai. Tempat ini lebih tepat disebur sebagai medan perang. Melihat betapa riuh suasana di dalam ruangan dengan aroma makanan yang menyeruak masuk ke dalam paru-paru. Hari ini Jofanlah yang bertugas duduk untuk menjaga meja dan kursi makan. Sedangkan Rio pergi membeli nasi goreng dan minuman untuk ketiga temannya. Arghi pergi membeli bakso untuknya dan untuk Jofan, sedangkan Alvin membeli mie ayam.

"Hayo, Rio makan nasi goreng lagi!" sorak Arghi melihat Rio tengah antre di penjual nasi goreng.

"Berisik!" kesal Rio melotot galak pada Arghi. Yang di pelototi hanya bisa tertawa geli. Dia merasa sudah memiliki kartu as seorang Rio. Senang sekali bisa mengancamnya seperti ini.

Rio datang paling awal membawa nasi goreng dan dua gelas es teh. Dia meletakkannya di atas meja dan memberikan satu es teh untuk Jofan. Setelahnya dia kembali melesat menuju penjual minuman karena jelas kalau lama bisa ditikung yang lainnya.

Sementara itu, Alvin juga sudah selesai dengan pesanan mie ayamnya dan segera menuju ke mejanya. Dia duduk dengan Jofan sembari mengobrol tentang mata pelajaran kimia yang selalu memberikan banyak tugas. Mengeluh kalau besok pagi harus penilaian basket padahal harusnya minggu lalu.

Tidak lama tiga orang siswa mendekati Jofan dan Alvin. Mereka datang dengan rusuh, bahkan menggeser Alvin agar bisa duduk di sebelah remaja dengan kulit cerah tersebut. Alvin menatap heran ketiganya kemudian beralih menatap Jofan yang duduk dengan wajah tegang. Satu orang menekan kedua bahu Jofan menyuruhnya tetap diam, satu lainnya berdiri di sebelah Jofan menatap wajahnya dengan senyum lebar.

"Mereka siapa, Jo?" tanya Alvin penasaran. Dia sangat tidak nyaman dengan kehadiran ketiga orang dari angkatan yang sama dengannya. Sepertinya mereka adalah kelompok anak berandalan yang suka memalak. Bisa bahaya kalau tetap berada di dekat mereka. Takut kena palak.

"Oh sekarang lo punya temen? Atau sama-sama penikmat lubang lo, hm?" tanya Ali dengan menatap Jofan. Tatapannya terlihat menggoda remaja yang duduk dengahbkaku di bawah kungkungan Ray. Dia tertawa melihat betapa gugup seorang Jofan.

"Apa maksudnya? Jo, mereka siapa sih?" tanya Alvin lebih tidak suka saat melihat Jofan tampak tidak nyaman di seberang sana. Dia mendorong siswa di sebelahnya sampai bisa duduk di kursinya dengan benar. Dia lantas menatap galak pada Ali, memperingatkan laki-laki itu untuk berhenti tertawa menggoda Jofan yang terlihat tidaak nyaman.

"Ok, gue perkenalan diri dulu. Jadi, nama gue Ali, sahabat Jofan yang paling pengertian. Iya kan, Jo?" tanya Ali kembali menatap Jofan yang tampak bernapas pendek-pendek. Remaja bertubuh kecil itu bahkan enggan menatap Ali dan lebih memilih menatap lurus meski tampak tidak fokus. Ali terkekeh melihat wajah menyedihkan Jofan lantas tangannya mulai mengusap tangan Jofan yang masih ada di atas meja.

QuerenciaWhere stories live. Discover now