BAB 42

19 6 0
                                    

Sampai di Rumah.

Terlihat dari pintu depan yang sedikit terbuka, terlihat Ibuku dan Bu Sevani sedang berbincang-bincang, tapi kenapa begitu akrab sekali.

Aku dan Tuan Nick menghampiri Ibuku dan Bu Sevani, bahkan mereka berdua masih fokus-fokusnya mengobrol tanpa mengetahui kehadiran Aku dan Tuan Nick.

Aku dan juga Tuan Nick langsung bersalaman secara bergantian dengan Ibuku dan Bu Sevani lalu duduk disebelahnya.

"Ehem... yang habis jalan-jalan sampai malam begini..." Ucap Bu Sevani, dengan nada bicara yang meledek.

Ibuku hanya tersenyum-senyum menatap diriku.

"Bagaimana jalan-jalannya, kamu senang atau tidak Ratih ?" Tanya Bu Sevani.

"Em, pasti Bu," Jawabku yang masih malu-malu, Aku dan Tuan Nick bertukar pandangan, dan dia tersenyum kepadaku.

"Kebetulan kalian sudah sampai, langsung saja ya Ratih, apakah kamu siap kalau besok kamu dan Nick menikah ?" Ucap Bu Sevani dengan santainya.

Mataku seolah seperti akan keluar saja, aku terkejut mendengar perkataan Bu Sevani itu, aku berusaha mencerna setiap perkataannya.

Wajahku terlihat seperti orang kebingungan sekali, ketika aku lihat wajah Ibu dan Tuan Nick seperti tidak terjadi apa-apa, tapi apakah ini sebuah sesuatu berita kejutan untukku ?

Kuraih tangan Ibu dengan begitu erat, aku menatap wajahnya berharap Ibu akan menjelaskan kenapa semua ini jadi tiba-tiba tanpa sebuah aba-aba. Sungguh aku benar-benar tidak tahu.

"Ratih, apa kamu siap menikah besok ?" Tanya Ibu kepadaku, aku masih menggenggam tangan Ibu dengan erat, Ibuku balas menggenggam tangan diriku, sepertinya Ibu tahu bahwa aku sedang merasa bingung dan gugup.

"Tapi, kenapa....tidak bilang dulu...." Ucapku terbata-bata.

"Apa yang terjadi ? Kenapa semuanya tiba-tiba....."

"Itulah kejutan untuk kamu Ratih, aku dan Ibumu sudah membicarakan ini dengan serius, bukanya lebih cepat lebih baik ? Betul begitu Nick...." Ucap Bu Sevani, yang kemudian mengalihkan pandangannya ke Tuan Nick.

Tuan Nick hanya tersenyum kepada Bu Sevani, aku berpikir bahwa Tuan Nick juga tahu apa yang Ibuku dan Bu Sevani telah rencanakan. Menyebalkan sekali, bahwa Tuan Nick tidak mengatakannya juga kepadaku, aku sedikit kesal dengannya.

"Bukankah persiapannya itu...."

"Kamu tidak usah pikirkan itu Ratih, Aku dan Ibumu sudah sepakat dengan pernikahan yang sederhana saja, apa kamu siap menjadi istri Nick anaku...." Ucap Bu Sevani.

"Bu...." Aku menatap wajah Ibuku, dia menguatkan diriku dengan menggenggam tanganku erat, aku tidak bisa langsung menjawab karena bagiku sebuah pernikahan bukanlah hal main-main, setelah pernikahan juga hidupku akan berubah menjadi istri dari Tuan Nick.

Aku melihat ke seluruh sudut ruangan ini, aku berharap bisa mendapatkan sebuah jawaban atau tidak bisa berpikir sejenak. Tapi malahan yang aku lihat adalah Nur yang sedang mengintip pembicaraan kami dari balik gorden Kamarnya, dia mengangguk kepadaku dengan cepat, langsung saja aku mengerti maksud dari Nur walaupun hanya mengangguk.

Dan kulihat lagi Vanya yang sudah tidur di Kasur lantai Ruang Tamu dengan nyenyak. Namun pikiranku, tetap tidak bisa mau diam, aku terus memikirkan sebuah jawaban.

Dengan yakin aku langsung menjawab.

"Aku...aku..." Kulihat wajah Tuan Nick yang begitu serius menantikan Jawaban dariku walaupun sedikit terbata-bata.

"Jawab Iya, Bunny...." Ucap Tuan Nick dalam hati.

Kutatap wajah Ibu sekali lagi, dia tersenyum dan mengangguk pelan kepadaku, tapi rasanya mulut ini seperti terhenti oleh sesuatu.

"Akuu....aku...."

"Aku mau, Bu...." Ucapku, Bu Sevani tersenyum kearahku, Tuan Nick kulihat dia juga ikut tersenyum tetapi langsung menunduk karena dia tidak ingin aku melihat wajahnya yang terlihat senang itu.

Ibuku langsung memelukku, air mata kebahagiaan dari Ibu keluar tapi aku langsung mengelapnya karena aku tidak ingin Ibu menangis entah karena alasan apapun itu, aku tidak mau.

Kulihat lagi dibalik gorden Pintu Kamar, Ratih juga ikut menangis, namun aku langsung mengkodenya untuk segera menghapus air mata yang keluar.

Tepat pada saat itu juga Vanya terbangun dari tidurnya, menangis menyebut diriku. Aku langsung bergegas menggendongnya, diikuti Tuan Nick yang ikut menghampiri aku berjalan menuju Vanya.

Sedangkan Bu Sevani dan Ibuku hanya memandangi Aku dan Tuan Nick yang sedang menenangkan Vanya dari tangisannya.

Ketika aku gendong Vanya, tangisannya sedikit mereda. Aku langsung keluar ke depan rumah dengan Tuan Nick juga karena Vanya entah kenapa ingin keluar sebentar.

"Mama, kenapa Mama sama Papa pergi gak ajak Vanya....?"

Entah kenapa Vanya berbicara seperti itu tiba-tiba.

"Karena Papa sama Mama tadi pergi jauh, jadinya Vanya gak diajak....nanti lain kali Papa ajak lagi yaa..." Ucap Tuan Nick.

"Jangan Bohong...Pa,"

"Ya, Papa Janji...." Ucap Tuan Nick, jari kelingkingnya saling bertaut dengan Vanya sebagai janjinya.

"Lalu, Mama ?"

"Ya, Mama juga janji, bakal ajak Vanya jalan-jalan lagi....kaya dulu," Ucapku, aku juga ikut menautkan jari kelingkingku dengan jari kelingking Vanya sebagai janji.

SRI RATIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang