BAB 34

20 4 0
                                    

Kutatap awan yang terlihat gelap, langit terlihat mendung seperti hari ini, dan rintik hujan mulai turun membasahi tubuhku, aku berlarian masuk menuju salah satu Bus yang akan berangkat menuju Desaku.

Terlihat semua orang saling berdesakan didalam Bus, aku duduk di Kursi Bus paling belakang, tidak masalah yang terpenting aku mendapatkan Kursi untuk duduk. Aku melamun dalam dinginnya hujan, disertai angin dan petir yang bergemuruh, suara hujan menambah keheningan hati ini, dan ketenangan hati ini, hati yang terbakar.

Hingga ada seseorang yang membuyarkan lamunanku, seorang Pria menatap diriku, namun aku masih melamun. Ketika wajah Pria itu mendekat, sangat mengejutkanku dan disaat itulah aku sadar bahwa Pria itu ternyata sedang bertanya kepadaku tapi aku tidak menjawabnya karena melamun.

"MBAK...!"

"Eh, iya Mas ada apa ?" Tanyaku.

"Saya cuma mau duduk disebelah Mba, apa boleh ?" Tanya Pria itu.

Aku malah kembali melamun dan menatap wajah Pria itu, yang aku bayangkan sebagai Mas Ardi, tapi ternyata bukan Mas Ardi, aku merasa malu kepada Pria itu yang bertanya kepadaku namun aku menjawabnya dengan telat.

"Boleh saya duduk, disini ?!" Tanya Pria itu.

"Oh, silahkan duduk saja tidak apa-apa, Bu," Aku mempersilakan Pria itu untuk duduk disampingku.

"Terimakasih Mbak, oh iya nama Mbak siapa ya ?"

"Nama saya Ratih Mas," Jawabku.

"Oh ya, perkenalkan nama saya Ardi," Ucap Pria itu, aku terkejut ketika Pria yang bernama Ardi itu mengenalkan dirinya kepadaku.

"Ardi ?!"

"Ya, ada apa Mbak memangnya ?" Tanya Pria itu.

"Ah tidak apa-apa." Jawabku singkat.

*****


Udara dingin semakin terasa, aku memakai jaket yang aku bawa didalam Koper. Karena Desaku hampir saja terlihat, rasanya begitu senang ketika Desaku kini terlihat dari kejauhan, sama saja dengan yang berada di Kota, cuacanya begitu dingin sekali sekarang.

Beberapa menit kemudian....

Sudah hampir satu Tahun aku tidak pulang ke Kampung Halaman, rasanya rindu sangat rindu sekali.

Dengan begitu antusias aku langsung keluar dari dalam Bus, kuberikan beberapa lembar uang kepada Pak Sopir didalam Bus, hanya berjalan beberapa langkah kaki lagi aku sampai di kontrakan Bu Desi.

Kuhirup dalam-dalam udara segar, aku rindu dengan Desaku, aku rindu dengan keluargaku, Ibu, Nur dan Alya. Terlihatlah Alya yang sedang bermain dengan teman-temannya yang sedang bermain petak umpat di depan Rumah Kontrakan.

Aku tersenyum senang melihat adiku dan teman-temanya bermain.

Aku melangkah mengendap-endap menghampiri adiku Alya yang sedang berjaga bermain petak umpat, aku berjalan menuju kearahnya, dan dari belakang aku tutup Mata Alya, Alya malahan menjerit, aku tertawa melihat tingkahnya karena bisa mengejutkan Alya.

"Kak, RAT !" Teriak Alya, dan melompat gembira, dia berbalik badan dan langsung memelukku dengan begitu erat.

"Ssst, jangan teriak-teriak Alya, nanti kamu dimarahi sama Ibu," Ucapku mengingatkan.

"Apa Alya sedang Mimpi, apa benar ini Kak Rat ?" Ucap Alya yang masih tidak percaya sembari mengucek-ucek matanya.

"Ibu dimana, Alya ? Kak Nur juga ?" Tanyaku.

"Ibu sedang bekerja Kak, kalau Kak Nur sekarang masih ada di Sekolah," Jawab Alya.

"Terus, Alya sendirian dong ?"

"Gak dong Kak, bentar lagi juga Kak Nur pulang dari Sekolah," Jawab Alya.

"Tuhhh Kak Nur !" Ucap Alya sembari menunjuk kearah Nur yang sedang berjalan menuju kemari.

Alya berteriak memanggil Nur dari kejauhan, Nur langsung menyadari kehadiranku, dia berlarian dengan penuh antusias memelukku walaupun terlihat dari wajahnya yang sudah lelah dan berkeringat, aku membalasnya dengan pelukan yang erat.

"Astaga ! Kak Rat ?! Nur gak mimpi kan ? Ini beneran Kak Ratih kan ?" Tanya Nur, karena masih belum percaya dengan kehadiranku yang tiba-tiba.

Nur menepuk-nepuk kedua pipinya, melihat kearahku dari atas hingga bawah karena masih belum percaya dengan kehadiranku ini.

Aku langsung mencubit kedua pipi Nur yang menatapku tanpa kedip, Alya tertawa ketika aku mencubit pipi Nur.

"Awww...Sakit Kak !"

"Kamu ini, Kakak disini masih tidak percaya juga ?" Ucapku.

Kupeluk kedua adikku, dengan begitu erat. Rasanya senang sekali bertemu kembali dengan adik-adiku setelah sekian lama menunggu.

"Kak Rat, bawa oleh-oleh ?" Ucap Alya, adiku yang satu ini memang terlalu jujur hampir soal apapun.

"Husst kamu ini, Kak Rat baru pulang bukanya disambut dengan baik, malahan minta oleh-oleh aja, biarin Kak Ratih istirahat dulu, Alya alya...." Ucap Nur, dia menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar ucapan Alya.

"Tapi kan Kak...."

"Ya, bener juga sih, Kak Nur. Maaf ya Kak Rat..." Ucap Alya, tersenyum lebar kearahku.

"Ah gak papa, ada ko oleh-olehnya," Ucapku kepada Alya.

"Yuk ! Masuk Kak..." Ajak Nur kepadaku, untuk segera masuk kedalam Rumah.

Sebelum aku masuk kedalam Rumah, tiba-tiba perutku terasa begitu mual sekali ingin muntah, Nur langsung mengambilkan Minyak Jahe dari dalam Kamar, mungkin Nur berpikir bahwa aku sedang masuk angin padahal tidak, dia belum tahu apa yang sedang terjadi padaku.

Nur bagiku adalah tidak hanya seorang saudara, tapi seorang Teman yang selalu mendengar keluh kesahku, jika aku tidak berani bercerita pada Ibu, aku bisa dengan terbuka dengan Nur, begitu juga sebaliknya.

"Kak, Kakak kenapa ? Aku pijetin Kak Rat yaa...biar masuk anginnya hilang," Ucap Nur, wajahnya terlihat panik ketika aku berulang kali ingin mual lagi.

Hm.

SRI RATIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang