BAB 36

9 5 0
                                    

Alya dan Nur dengan antusiasnya menyiapkan makanan yang sudah aku dan Ibu masak di letakkan di Meja makan. Indahnya kebersamaan, Aku dan Ibu menyiapkan minuman Teh hangat dan Air putih untuk kusajikan diatas Meja.

Saatnya menyantap makanan.

"Nur, tolong ambilkan Tumis jengkol di Tas ibu tadi, terus kamu taruh di piring biar kita makan sama-sama yaa..." Perintah Ibu kepada Nur.

"Baik Bu, Sebentar..." Jawab Nur, dia langsung bergegas menjalankan perintah dari Ibu.

Nur langsung menaruh Tumis jengkol itu langsung didepanku, aku bisa menghirup bau jengkol itu yang begitu menyengat. Saat itu juga, aku kembali mual-mual, aku bergegas menuju Kamar mandi dan Ibu juga mengikuti diriku dari belakang, wajahnya begitu sangat khawatir denganku.

Aku keluar dari Kamar mandi, dan Ibu masih berdiri didekat Pintu Kamar mandi, aku begitu takut dengan Ibu yang akan berpikir yang tidak-tidak kepadaku, aku takut Ibu akan marah jika mengetahui apa yang terjadi denganku.

Wajahnya terlihat sangat khawatir, aku harus siap dengan segala pertanyaan yang pasti akan keluar dari mulut Ibu.

"Ratih, kamu kenapa Nak ? Apa kamu sakit, apa gara-gara Tumis jengkol itu kamu jadi tidak suka yaa ?" Tanya Ibu padaku.

Nur dan Alya membereskan, piring-piring setelah selesai makan dan meletakannya di tempat cuci piring dekat Kamar mandi, Alya yang mendengar percakapan aku dengan Ibu langsung ikut berbicara juga, sedangkan Nur fokus dengan cucian piring yang akan segera dicuci.

"Kak Rat daritadi memang mual-mual Bu, tanya aja sama Kak Nur..." Sahut Alya tiba-tiba.

"Hussst !" Nur menyenggol lengan Alya sebagai kode untuk tidak usah ikut berbicara dengan Aku dan Ibu, karena tidak sopan.

"Apa benar itu Ratih ?" Tanya Ibu, sekarang raut wajah Ibu berubah seperti seorang detektif yang mengintrogasi diriku dengan berbagai pertanyaan.

"Em, Ya Bu," Jawabku.

"Apa kamu menstruasi bulan ini, Ratih ?" Tanya Ibu.

"Mampus aku !" Ucapku dalam hati.

Aku terdiam ketika Ibu bertanya hal yang tidak bisa aku jawab, aku berpikir dengan cepat untuk menemukan alasan tapi tetap tidak juga.

"Jawab, Ratih ?" Tanya Ibu sekali lagi.

"Apa yang harus aku jawab, jika Ibu tahu aku hamil, pasti Ibu sangat marah kepadaku," Ucapku dalam hati, aku ketakutan menatap mata Ibu yang begitu seriusnya sekarang ini.

"Kenapa kamu diam, Ratih ? Kenapa...?"

"Aku...aku..." Ucapku terbata-bata.

"AAAaaa, Ibuuu !"

Aku menghela nafas panjang, Alya telah menyelamatkan diriku dari keadaan yang menegangkan untuk sementara waktu. Ibu dan aku bergegas menghampiri Alya yang menjerit keras sekali.

Ternyata hanya karena seekor
Kecoa saja Alya menjerit, memang Alya sedari dulu jika ada Kecoa selalu saja ketakutan karena Phobia terhadap Kecoa. Memang ada-ada saja, aku kira ada apa, ternyata hanyalah seekor Kecoa.

"Alya alya..." Ucap Nur, dia mencubit lengan Alya, karena Alya, pekerjaan Nur yang tadi sedang mencuci piring jadi terganggu dengan suara teriakan Alya.

"Masa udah besar sama Kecoa takut, kamu sama Kecoa masih besaran kamu, kenapa harus takut Alya...." Ucap Ibu.

"Sekarang, Yuk kita semua duduk disitu !" Aku mengajak Ibu, Nur dan Alya untuk duduk bersama didepan, aku ingin memberikan hadiah kecil kepada keluargaku.

"Yeiyyy ! Pasti oleh-oleh kan Kak ?" Ucap Alya.

"Ada deh..." Jawabku, wajah Alya langsung cemberut ketika aku tidak meresponnya dengan jawaban yang diharapkan Alya.

Kuambil beberapa Tas kecil di Kamar, untuk dibawa ke Ruang Tamu, terutama Ibu yang terlihat begitu penasaran dengan yang aku bawa.

"Kamu mau ngapain Nak ?" Tanya Ibu.

"Pasti hadiah kan Kak," Ucap Nur.

"Jangan sok tau, Alya...kamu tau darimana ?" Sahut Nur.

"Lihat aja." Ucap Alya.

Aku mengeluarkan sesuatu yang akan membuat Ibu terkejut. Tapi pertama-tama aku akan memberikan sebuah kejutan terlebih dahulu untuk kedua Adikku, Ibuku nanti saja, karena untuk Ibu begitu spesial.

Kuberikan, masing-masing satu Tas kecil yang didalamnya berisi sesuatu untuk Adikku tersayang. Belum kuberikan aba-aba untuk membukanya, Alya sudah membuka hadiah yang kuberikan karena sudah tidak sabar ingin mengetahui apa isinya.

"Wah ! Makasih ya Kak..." Alya antusias memelukku, sebuah kejutan untuknya adalah sebuah Tas dan sepatu sekolah baru untuk Alya.

Wajahnya terlihat begitu ceria ketika melihat isi hadiahnya, Alya tidak hanya memelukku tapi juga Ibu dan Nur karena saking senangnya.

"Lepas, Alya...kamu mau bunuh Kakak yaa ?" Ucap Nur yang sedang dipeluk oleh Alya.

"Mau meluk apa mau cekik dek....?" Ucap Nur. Aku tertawa melihat tingkah keduanya, namun Ibu memarahi keduanya, ada-ada saja.

"Nahhh ! Sekarang giliran Nur yang buka hadiah, kira-kira apa yaa ?" Ucap Nur melihat kearahku dan Ibu.

"Halah, bagusan juga punyaku," Sahut Alya.

"Kata siapa ?" Tanya Nur, keduanya saling meledek satu sama lain.

"Kamu Nanyea ?" Ucap Nur, sembari memonyongkan bibirnya.

Nur memutar bola matanya, terlihat kesal sekali dari wajah Nur kepada Alya. Ketika Nur membukanya, matanya langsung terlihat berbinar-binar melihat isi dari hadiahnya, kini giliran Nur yang bergantian memelukku kemudian Ibu.

"Emm, Makasih Kak ! Makasih..." Ucap Nur, sembari mencium Handphone barunya.

"Dirawat ya Nur, kamu udah dibelikan Handphone baru...." Ucap Ibu mengingatkan.

"Siap Bu."

"Nah sekarang, giliran hadiah untuk Ibu," Ucapku.

Kini aku sendiri yang mengambil hadiah itu dari dalam Tas, kuambil perlahan hingga kotakan sebuah Kalung emas terbuka. Wajah Ibu terlihat seperti tidak percaya ketika aku mengeluarkan sebuah Kalung emas yang tentunya begitu Ibu inginkan semenjak dahulu.

"Kamu yang bener ini, Ratih...." Ucap Ibu.

"Ya bener Bu, seratus persen..." Jawabku.

Kupasangkan Kalung emas itu dileher Ibu, sebuah senyuman terukir dibibir Ibu, rasanya begitu senang sekali ketika bisa membuat orang bahagia, terutama Ibu.

SRI RATIHWhere stories live. Discover now