BAB 30

17 5 0
                                    

Dua hari gak Up ? Tenang aku gak ngilang ko, hanya sembunyi Wkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua hari gak Up ? Tenang aku gak ngilang ko, hanya sembunyi Wkwk. Becanda...Hehe.
I'M HERE.


Kutaruh handuk mandiku diatas Kasur setelah tadi handuku pakai dirambutku karena basah, Ya  memang seperti itulah kebiasaanku dari Kampung yang terbawa hingga sekarang di Kota Jakarta.

Memang diriku yang aneh atau apa, bukanya lebih baik menggunakan hairdryer.

Tapi aku lebih memilih menggunakan handuk untuk mengeringkan rambutku, karena terasa lebih alami saja bagiku.

Aku akhirnya bisa mandi dengan tenang tadi, karena Vanya baru saja sudah tertidur di Kamar Tuan Nick, mungkin Vanya lelah main seharian denganku ditambah lagi dengan sedikit pertengkaran kecil yang terjadi dengan Bi Tri.

Segar sekali rasanya setelah mandi Sore, aku menatap diriku di cermin sembari menyisir rambutku dan tersenyum bahagia ketika mengingat peristiwa Mas Ardi melamar diriku kemarin.

"Ah... Indahnya."

DRRRTT

Tiba-tiba Handphoneku yang berada di Meja bergetar, tanda ada panggilan masuk. Langsung kuambil Handphone itu, kulihat siapa yang meneleponku ternyata adalah Nur.

"Ya Nur, Ada apa ?"

"Kamu kenapa menangis lagi, apa yang terjadi pada Ibu lagi Nur ?" Tanyaku, yang sudah berpikiran yang tidak-tidak.

"Bukan Ibu Kak..."Jawab Nur.

"Justru sekarang, Ibu sudah sembuh, Kak aku berikan Handphone ini ke Ibu yaa, biar Ibu saja yang berbicara dengan Kakak," Ucap Nur.

"Ibu...? Sekarang Ibu sudah sembuh ?" Tanyaku, aku begitu antusias ketika mendengar suara Ibu yang berbicara denganku.

"Alhamdulillah Nur, kamu baik-baik saja kan Nak disana ?" Tanya Ibu padaku.

"Alhamdulillah Bu, Jika Ibu sudah sembuh kenapa Nur menangis Bu, ada apa ini ?" Tanyaku.

Belum ada jawaban pada Ibu, Ibu malahan terdengar menangis di Handphone.

Sebenarnya ada apa ini, aku merasa benar-benar bingung sekarang ini. Nur menangis, lalu Ibu menangis, ada apa ini ? Bahkan Ibu terdiam ketika aku menanyakan ada apa, berarti ini ada sesuatu yang Nur dan Ibu sembunyikan.

"Ada apa Bu, kenapa Ibu diam ?" Tanyaku.

"Ardi...." Ucap Ibu, satu kata terucap nama Mas Ardi, aku sudah merasakan ini adalah firasat buruk.

Aku terdiam, satu kata terucap dari mulut Ibu, hatiku langsung merasa dihujam oleh sesuatu.

"Mas Ardi meninggal dunia, Ratih...." Jawab Ibu yang terdengar berusaha mengucapkan.

Pecah tangisku keluar, kuletakan Handphoneku diatas Kasur, aku menangis terisak-isak, masih bisa kudengar suara dari Handphoneku Ibu yang bicara karena suara tadi di speaker jadi masih bisa terdengar dengan jelas.

Bahwa Ibu juga menangis dan aku juga masih bisa mendengar Ibu menenangkan diriku walaupun Ibu juga menangis.

Hatiku hancur berkeping-keping, baru saja Mas Ardi memintaku menjadi pendampingnya. Tapi sekarang apa ? Aku tidak berdaya.

Ternyata hari itu adalah hari terakhir aku bertemu dengan Mas Ardi.

Sekarang aku tahu apa yang Mas Ardi bilang kemarin adalah tentang perpisahan, sakit rasanya ketika mengingat perkataan Mas Ardi waktu itu.

Kuambil Handphoneku kembali, ternyata Ibu belum mematikan Handphonenya, aku masih bisa mendengar suara Ibu yang menguatkan aku di Handphone.

"Aku mau kesana Bu, aku mau pulang bertemu Mas Ardi..." Ucapku, suaraku terdengar gemetar, aku menangis dan semakin terisak-isak, wajahku basah dengan air mata.

"Sebelum Mas Ardi meninggal, dia berpesan, kamu jangan menangis Nak, jangan menangisi kepergian Mas Ardi," Ucap Ibu.

Hancur hatiku, sakit sekali rasanya ketika ditinggalkan oleh orang yang tersayang.

"Dan Mas Ardi juga sudah dikubur Nak, tadi siang...kamu yang kuat ya Nak, ikhlaskan kepergian Mas Ardi, Ratih..." Ucap Ibu yang masih berusaha menenangkan aku.

Percakapan aku dan Ibu dan aku di Handphone terputus karena mungkin memang sinyalnya sedang tidak bagus, kujatuhkan tubuhku diatas Kasur.

Kubiarkan diriku tenang, dengan suara tangis yang begitu terisak. Sakit sungguh sakit, aku menutup wajahku dengan Bantal.

Sakit sungguh sakit...

Ketika Tuhan mengambil orang yang dicintai untuk pergi, sementara aku masih disini ?
Karena aku bukan Jodohnya.

~Sri Ratih.

*****


Hampir satu jam aku masih terbaring diatas Kasur, masih menangis, bahkan mataku sampai memerah.

Aku tidak menyadari kedatangan Bi Tri yang bahkan memanggilku sedari tadi, karena aku tidak juga merespon panggilannya, Bi Tri mendekati diriku yang terbaring diatas Kasur.

"Nduk..makan dulu Nduk ?"

"Apa tidur ya ? Masa tidur ko mukanya ditutup bantal ?" Ucap Bi Tri kepada dirinya sendiri.

Dibuanglah bantal yang menutupi wajahku, aku memandang wajah Bi Tri yang datang tiba-tiba membuang bantal  penutup wajahku, aku semakin terisak ketika Bi Tri datang.

Aku langsung memeluknya Bi Tri secara tiba-tiba.

"Kamu kenapa toh Nduk, kamu nangis...?!" Tanya Bi Tri kepadaku, wajahnya terlihat bingung memandangku karena aku menangis.

"Kenapa Nduk, bilang sama Bi Tri kalau ada yang nyakitin...?!" Ucap Bi Tri kepadaku.

"Mas Ardi Bi..."

"Jadi Mas Ardi yang nyakitin kamu toh Nduk ?!" Tanya Bi Tri memotong perkataanku yang belum selesai.

"Mas Ardi...meninggal Bi," Jawabku.

Bahkan Bi Tri sampai terdiam tidak merespon perkataanku lagi, terlihat wajahnya yang sangat terkejut.

Bi Tri melepaskan pelukanku, beralih menghapus air mataku yang semakin mengalir dengan begitu derasnya.

Kulihat wajah Bi Tri yang juga ikut menangis.

"Cobaan kamu berat banget toh Nduk, yang sabar Ratih, artinya Tuhan sayang sama kamu..." Hanya kata-kata itu yang terucap dari mulut Bi Tri.

"Kuat ! Kamu kuat toh Nduk..."

Bi Tri kembali memeluk diriku, dan mengambil sebuah Tisu untuk menghapus air mataku yang turun semakin banyak, Bi Tri meneteskan air mata, karena Bi Tri tahu kisah cintaku dengan Mas Ardi.

Aku curhat tentang Mas Ardi disini juga dengan Bi Tri, jadi Bi Tri juga ikut merasakan sekarang apa yang kurasakan.

SRI RATIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang