64. Karena masalah ini?

Start bij het begin
                                    

"Cih, jangan tertipu Mas."

"Mas serius Ra. Karena Wildan juga teman kamu, Mas kasih harga spesial deh," lanjut Alga meyakinkan. "Ngomong-ngomong kamu bakal tidur di mana Wi?"

"Ah itu dia Mas. Di sini apa gak ada penginapan?"

"Halah, gak usah lah. Kirain kamu datang kemari ada tujuan ke rumah siapa gitu. Kalau gak ada mending di sini saja. di rumah Nenek ada banyak kamar tamu yang kosong. Kamu isi."

"Apa gak apa-apa Mas?"

"Yo gak apa-apa. Santai saja."

Willy tersenyum lalu mengangguk sembari mencuri-curi pandang ke arahku. Ketika obrolan itu masih berlanjut dan terdengar semakin seru. Tiba-tiba Ahmad datang. Memanggil Alga yang langsung pergi menghampirinya. Entah ada masalah apa, tapi Alga berpamitan untuk pergi keluar sebentar. Sepertinya terjadi sesuatu.

"Mas kamu mau ke mana Ra?" tanya Willy.

Aku mengedikkan bahuku. "Kayaknya ada sesuatu yang terjadi di luar. Gak tahu apa."

Willy mangut-mangut. "Bagus deh. Aku jadi punya waktu berdua sama kamu."

Aku langsung melirik ke arah Willy yang menaik-naikkan kedua alisnya. Dasar pria mesum. Dia yang awalnya duduk di seberangku langsung bangkit lalu duduk di sampingku.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu ngenalin aku jadi nama lain?"

Tuhkan! Apa aku bilang. Willy pasti bakal tanya soal ini. dan aku? Sudah punya jawaban yang masuk akal yang mungkin bisa dia mengerti dan terima.

"Soalnya agak gak nyaman kalau pakai nama Mas Willy."

"Loh kenapa? itukan namaku."

"Iya, aku tahu. Tapi agak gak pantas saja. lebih bagus Wildan."

Willy memicingkan matanya. "Maksud kamu, namaku itu jelek?"

Aku tergagap. "Ga─gak gitu maksudku Mas."

"Cih, iya. Aku tahu namaku mungkin norak."

"Gak gitu! Nama Mas Willy bagus kok!"

"Gak usah bilang gitu kalau faktanya gak sebagus itu."

"Ih, kok gak percaya? Benar kok nama Mas Willy bagus!"

"Kalau bagus kenapa diganti?"

"Itu─" aku mendadak tak bisa menjawab.

"Aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu, Ara. Bukan cuma hubungan, bahkan kamu gak mau namaku disebut di depan Mas Alga. Ada apa?"

"Itu─"

"Apa? Hm?"

Aku meneguk ludahku. Apa aku harus menceritakan semuanya? Termasuk ke datanganku ke Bandung hari itu? Tentang dendamku dan semuanya? Aku tidak mau, tapi aku juga harus memberitahu Willy yang sebenarnya agar dia tak salah paham. Dan─tahu kondisi yang sebenarnya.

"Sebenarnya─Mas Alga gak suka Mas Willy."

Dahi Willy mengerut. "Maksud kamu?"

Aku menarik napas dalam-dalam lalu membuangnya. "Mas Willy tahukan Mbak Yesi meninggal karena apa? Iya, buduh diri. Dan Mas Alga menuduh Mas Willy sebagai biang masalah yang menyebabkan Mbak Yesi mengambil keputusan itu. Karena beberapa hari setelah kepergian Mbak Yesi, Mas Alga menemukan diary Mbak Yesi. Dan di sana, Mbak Yesi mencurahkan semua isi hatinya. Termasuk rasa sakit hatinya karena cintanya ditolak Mas Willy."

Willy terdiam. Dia pasti terkejut mendengar penjelasanku. Tapi mau bagaimana pun dia harus tahu. Karena sumber masalah hubungan kami ada di sini.

"Jadi ini alasan kenapa kamu gak pakai namaku?"

Aku mengangguk. "Iya. Aku takut Mas Alga tahu semuanya. Kalau tahu ternyata Mas adalah pria yang membuat Mbak Yesi sakit hati. Semuanya pasti kacau, Mas. Mas Alga pasti marah besar."

"Tapi kayak gini juga sama saja cari masalah, Ra."

Aku mengangguk. "Aku tahu. Tapi selama Mas Alga gak tahu semuanya pasti baik-baik saja, Mas. Aku mohon, Mas mau mengertikan? Aku gak mau lihat Mas Alga marah. Malah baru kali ini aku lihat Mas Alga enjoy ngobrol sama orang lain. Rasanya aku gak tega bilang yang sebenarnya. Yah, meski aku tahu ini salah."

Willy mengusap wajahnya gusar. Apa dia marah dengan keputusan dan ide gilaku ini? mau bagaimana lagi, aku tidak bisa melakukan apa-apa selain ini. ini pertama kalinya Willy datang kemari.

"Gimana kalau nanti Mas Alga tahu?"

Aku terdiam beberapa detik. Membayangkannya saja rasanya aku tak siap. Aku masih ingat wajah marah Alga saat itu. Dan aku tak mau melihatnya lagi. Itu benar-benar sangat menakutkan. Tapi kalau sampai Alga tahu, sudah jelas itu akan terjadi.

"Aku pastikan itu gak akan terjadi. Asal Mas Willy juga menurutiku."

Willy mendesah. "Jangan bilang kamu datang ke Bandung dan kerja di tempatku juga karena masalah ini?"

Aku tersedak ludahku sendiri. Tiba-tiba pertanyaan itu membuat dadaku sesak. Bagaimana ini? kenapa dia bisa tahu?

Dengan pelan, aku mengangguk. "Ya." Aku tak mau berbohong lagi.

Willy membuang napas beratnya. Apa dia sekarang marah karena merasa dimanfaatkan olehku saat itu? Dia marah karena aku berbohong? Lantas bagaimana dengan hubungan yang baru dimulai ini? apa akan berakhir begitu saja?

"Ara, apa kamu mau dengar sesuatu?"

"Ara, apa kamu mau dengar sesuatu?"

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.


Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.


Reaching Dream, with Bos!Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu