"Mas Willy?" aku melihat ke arah wanita yang berdiri di samping Wily. "Chika."

Sialan, sebenarnya aku punya dosa apa sih sampai harus terus-terusan bertemu mereka? Kabar baik aku tak masuk kerja dan bisa healing sebentar. Tapi kenapa, di tempat yang harusnya indah pun aku harus bertemu dua orang yang mengganggu hidupku!?

"Ya ampun Ara. Kamu juga di sini? Kalian janjian?" tanya Chika. Melihat ke arah aku lalu bergantian menatap Willy.

Willy tak menjawab. Setelah pengusiran yang aku lakukan di kost tadi mungkin membuat Willy tak senang? Aku tak peduli.

"Kami gak janjian, kebetulan saja bertemu." Aku menjawab dengan tenang.

"Dunia emang sempit banget. Bisa-bisanya kita ketemu mereka di sini," sindir Zela.

Aku menyikut Zela lalu menatap Willy dan Chika yang saling pandang.

"Aku pikir kalian janjian. Kamu kenapa gak ngajak pacar kamu ke sini Wil?" tanya Chika.

Cih, ternyata wanita itu masih menganggap aku sebagai pacar dari Willy. tapi kalau dia menganggap seperti itu. kenapa dia masih saja berani jalan berdua dengan pria yang sudah punya kekasih? Apa karena dia teman lama jadi dia bisa bersikap sesuka hati? Chika masih tidak berubah. Dan kenapa Willy masih tak mengatakan yang sebenarnya pada Chika.

"Duh, gimana ya jawabnya? Emang siapa yang mau ikut kalau tahu pacarnya jalan sama wanita lain? Mau jadi obat nyamuk Mbak?" Zela tiba-tiba bicara. Membuatku dengan cepat mendelik ke arahnya.

Chika mengerjap. "Eh? Maaf, maksudnya─"

"Maksud saya, kalau Mbak tahu ada pria yang sudah punya pacar, kenapa Mbak mau jalan sama pria itu? Mbak mikir gak kalau pacar si pria bisa gak suka?"

Chika terdiam. Wajahnya berubah terlihat tidak enak. Willy tampak tenang tapi aku tahu dia terkejut. Sama seperti aku.

"Maaf. Aku gak bermaksud bikin Ara gak suka. Aku cuma butuh teman. Lagian aku sama Willy juga cuma teman saja kok."

Zela tertawa sinis. "Teman? Masih jaman ya bikin alasan klasik kami Cuma teman? Mbak, teman juga ada batasan. Selama apa pun hubungan Mbak sama teman pria Mbak. Mbak harusnya tahu diri dan mengerti gimana perasaan wanita. Mbak pikir Ara gak sakit hati liat pacarnya dimonopoli dan ditempelin terus sama wanita lain? Mbak pernah mikir gak? Kayaknya sih enggak ya, bahkan punya janji sama pacar sendiri pun lebih milih wanita lain yang katanya teman."

"Zela." Aku menatap Zela kesal. Aku tahu Zela mencoba membantuku. Tapi rasanya ini kurang tepat. Karena mau bagaimana pun juga aku tidak punya hubungan spesial dengan Willy.

"Duh, maaf ya Chika. Zela mulutnya emang suka gak disaring. Gak usah di ambil hati, maaf. Kami permisi."

Aku menarik Zela menjauh dari Willy dan Chika yang mematung di tempat mereka. Tuhan, apa lagi sekarang? baru saja aku ingin melupakan segalanya. Masalah baru datang lagi. aku yakin Willy tidak akan tinggal diam, dia akan kembali menemuiku dan meminta penjelasan tentang apa yang dikatakan Zela pada pujaan hatinya.

Chika memang salah. Tapi Zela juga keterlaluan. Harusnya dia tak perlu menyindir Chika sampai segitunya. Tapi tidak tahu kenapa aku kok malah merasa puas alih-alih tidak enak? Kenapa aku malah senang melihat Chika yang tak bisa berkata-kata seperti itu? apa aku orang jahat?

"Duh, kenapa malah pergi sih Ra. Aku belum puas nih maki-maki dia," omel Zela. Tidak terima.

"Ck, kamu ngapain sih ngomong gitu. Kan tahu sendiri aku sama Mas Willy gak punya hubungan apa-apa."

"Tapi wanita itu nganggepnya kamu pacar Willy kan? Bodoh banget sih. Bisa-bisanya dia masih tanya kenapa gak ngajak kamu? Dia sendiri ngapain main sama pacar orang monyet."

"Zel, sabar Zel. Aku yang digituin kenapa kamu yang emosi deh."

"Karena kamu diem mulu. Bikin gemas. Lain kali kayak aku, lawan. Sindir, bikin dia malu sampai mampus. Wanita kayak gitu tuh harus disadarin biar paham."

"Tapi gak gitu juga."

"Halah, sudah biarin saja. Kalimatku malah masih biasa saja. Kalau kamu gak narik aku? sudah habis dia aku ceramahin. Gak takut aku sama Mas Willy. aku layanin kalau dia mau debat juga," seru Zela, menggebu-gebu.

Aku mendesah. Aku lupa kalau Zela tipe orang yang akan terang-terangan mengatakan sesuatu kalau dia suka atau tidak. Seperti apa yang baru saja dia lakukan kepada Chika barusan. Aku agak gak enak tapi puas juga. Duh, aku bahkan gak bisa melihat ekspresi Willy tadi. Apa pria itu marah pujaan hatinya di maki-maki seperti itu? Ck, masa bodoh. Kalau nanti Willy protes karena apa yang sudah Zela lakukan. Mau tak mau aku harus menghadapinya. Dan aku tidak perlu takut kepadanya. Ingat, hubungan kami hanya pegawai dan Bos. Kalau sampai Willy akhirnya memecatku, aku akan menerimanya.

 Kalau sampai Willy akhirnya memecatku, aku akan menerimanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now