40. Pria Brengsek

Começar do início
                                    

"Eh─Ra. Aku belum tanya soal kamu sama Bos loh!"

"Nanti saja. Pagi ini bukan waktunya buat gosip. Aku harus buat kue dulu sebelum toko di buka."

"Tapi─"

"Sudah mending beres-beres sana."

Aci mengembungkan pipinya. Aku tertawa kecil lalu masuk ke dapur dengan wajah senang. Syukurlah aku tak perlu melihat Willy pagi ini. Entah pria itu pergi ke mana aku tak mau tahu. Bayangan tentang kemarin masih terus berputar-putar di kepalaku sampai membuat aku malu saat memikirkannya.

"Pagi Ham."

"Pagi," balas Ilham. Ilham menatapku heran. "Kayaknya lagi senang nih."

Satu alisku naik. "Senang?"

Ilham mengangguk. "Hm."

"Senang kenapa? Biasa saja tuh," balasku. "Ayo kita mulai kerjakan yang menguras tenaga ini," kataku, bersemangat.

Yah paling tidak aku bisa menghindari Willy sekarang. kalau nanti pria itu kembali, sebisa mungkin aku tidak ingin melihat atau bertemu dengannya. Meski sebenarnya aku ingin sekali meminta penjelasan dari pria itu tentang kenapa dia menciumku semalam. Tapi melihat respons pesan masuknya yang tak aku balas semalam sepertinya Willy terlihat biasa-biasa saja. Mungkin akan sia-sia juga kalau aku membicarakan soal itu. Lagi pula, aku masih belum siap. Aku masih malu dan canggung bertemu dengan pria itu gara-gara ciuman sialan semalam.

Dengan penuh perjuangan, akhirnya aku menyelesaikan pekerjaanku dengan banyaknya pikiran di dalam otak. Sampai tak terasa jam makan siang pun sudah tiba. Bahkan sampai sekarang pun aku masih belum melihat Willy datang ke toko.

Aku menggelengkan kepalaku. Kenapa juga aku malah menunggunya? Itu kabar bagus. Lebih bagus lagi kalau seharian dia tidak kembali ke toko. Karena dengan itu aku tak perlu susah-susah menjauhinya.

"Mau titip apa Ra?" tanya Ilham sembari memakai helmnya. Seperti biasa rutinitas Ilham di jam makan siang akan keluar untuk membeli makan.

Aku berpikir sebentar. Aku tidak tahu makanan apa yang ingin aku makan karena aku mendadak merasa tidak lapar. Padahal biasanya aku antusias sekali setiap datang jam makan siang.

"Aku ikut kamu beli saja deh. Mau lihat-lihat ada jual makanan apa saja," kataku akhirnya. Bosan juga berada di toko terus.

"Gak masalah sih. Ayo."

Aku mengangguk. mengekori Ilham lalu memakai helm yang biasa Aci pakai kepadaku. Setelah itu duduk di jok motor dengan Ilham yang mengendarainya.

"Kamu sama Aci pacaran Ham?" tanyaku. Melihat setiap hari mereka pulang pergi bersama.

Ilham mendesis. "Dih. Gak! Gak mau juga aku pacaran sana wanita bawel kayak dia."

Aku mendengus. "Kalian dekat begitu bisa-bisanya gak pacaran."

"Dekat bukan berarti pacaran juga, Ra. Lagian Aci juga sudah punya pacar kok."

Aku mengerutkan dahiku. "Serius?"

"Iya. Tanya saja dia."

Aku hanya mangut-mangut di tengah angin yang menerjang di perjalanan. Melihat pemandangan yang ada di pinggir jalan membuat aku tersenyum kecil. Dulu setiap pagi aku akan melihat kesibukan kota ini. Sudah sangat lama aku tak melihatnya, rasanya kembali nostalgia.

Tiba-tiba saja mataku fokus ke satu titik di mana aku melihat orang yang tampak familier. Aku mengenalinya, sekali pun orang itu hanya terlihat dari belakang. Ya, aku tahu dari rambut sebahunya yang di kuncir asal. Itu Willy.

Ilham menghentikan motornya di pinggir jalan lalu mengajakku berjalan ke arah pedang-pedagang yang sedang mangkal di sana. Aku hanya mengangguk tapi tak mengikutinya. Aku malah berjalan ke titik fokusku di mana aku melihat Willy yang tak jauh dari tempatku.

"Lagi apa dia di sini," tanyaku penasaran.

Harusnya aku tak perlu mengetahuinya. Malah harusnya aku bersembunyi agar pria itu tak melihatku. Sayangnya rasa penasaranku lebih besar dari rasa takut itu. aku memperhatikannya dari kejauhan. Willy berdiri di samping mobilnya seperti sedang menunggu sesuatu. Aku terus memperhatikannya sampai tiba-tiba seseorang keluar dari dalam gedung.

Aku mematung. Jantungku berdebar keras. Hatiku mendadak terasa lemas. Rasa sakit yang tak ingin aku rasakan lagi tiba-tiba saja muncul. Jelas aku mengenal siapa itu. Seorang wanita yang baru keluar dari gedung lalu menghampiri Willy itu adalah Chika. Wanita yang mungkin sampai saat ini masih dicintai Willy.

"Dasar brengsek!" umpatku. Dibarengi air mata yang dengan tidak tahu dirinya keluar. 

Willy, kamu memang astbdjfjfndkfmmdn 🤬😡🤬

Willy, kamu memang astbdjfjfndkfmmdn 🤬😡🤬

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.


Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.


Reaching Dream, with Bos!Onde histórias criam vida. Descubra agora