14. Aku pacar Mas Willy

Start from the beginning
                                    

"Jadi kamu kerja jadi pastry chef di toko roti Willy?" tanya Ari, salah satu teman Willy yang baru saja berkenalan denganku.

Aku tersenyum lalu mengangguk. "Iya."

"Wah, cerita kalian mirip drama ya. Romantis sekali. Yang satu atasannya, yang satu bawahannya. Kayak cinta Bos sama pegawainya," kata Cinta. Satu-satunya wanita yang sepertinya tidak tertarik dengan Willy.

"Romantis apanya," desis wanita lain.

"Apa yang kamu lakukan sampai bisa menaklukan Willy?" tanya Cinta yang penasaran.

"Pasti menyerahkan harga dirinya," sindir wanita bernama Ica yang sedari tadi tidak berhenti memberikan komentar kebencian kepadaku.

"Ica," peringat Ari yang tidak senang dengan ucapannya yang tidak sopan itu.

"Tapi kalo di ingat-ingat, bukannya dulu kamu juga tergila-gila sama Chika ya Will? Seingatku kamu cinta banget sama Chika sampai gak berhenti berusaha meski udah di tolak berkali-kali. Syukurlah sekarang kamu sudah move on dan dapat pacar yang cantik. Ngomong-ngomong, Chika juga Chef kan?" tanya Cinta.

"Oh itu benar. Aku sampai lupa kalo dulu Willy sempat datang dengan wanita bernama Chika. Sayang sekali cinta kamu bertepuk sebelah tangan ya, Will." Ari tertawa.

Willy tersenyum kecil. "Jangan membicarakan masa lalu. Kalian membuatku malu saja. Lagi pula, sekarang aku sudah datang dengan Glara. Jangan membicarakan masa lalu, nanti kalo dia cemburu bagaimana? Aku gak mau kalau pacarku sampai mengambek."

Aku tersenyum kikuk. Tidak tahu kenapa aku mendadak merasa tidak nyaman mendengar ucapan Willy barusan. Aku tahu itu hanya akting saja. Tetap saja, tidak tahu kenapa aku tidak senang entah untuk alasan apa.

Mereka mulai mengobrol tentang masa-masa menyenangkan mereka. Aku yang memang bukan salah satu dari mereka hanya diam dan sesekali merespons saat teman Willy bertanya. Rasanya cukup membosankan, tapi juga terhibur dengan ekspresi para wanita yang tidak senang melihat kehadiranku di sana. Apa lagi saat aku bersikap sok manja demi membuat para wanita itu semakin gerah.

Tapi, aku mendadak kepikiran dengan wanita bernama Chika yang mereka sebutkan tadi. Jangan bilang wanita yang Willy cintai itu adalah wanita itu? Chika? Siapa dia? Seperti apa rupa wanita itu sampai menolak Willy berkali-kali. Bahkan sampai membuat Willy mendorong para wanita yang mencintainya demi mencintai wanita itu.

"Kamu gak minum Glara?" tanya Ari. Pria itu menawarkan segelas penuh alkohol ke arahku.

Aku tergagap. Aku sibuk dengan lamunanku sampai mengabaikan teman-teman Willy yang sedang asyik mengobrol.

"Ah, aku─" aku menatap Willy bingung. Aku bukan tidak bisa minum, aku pernah minum minuman seperti ini beberapa kali. Itu pun hanya berdua dengan Zela saja. Di tempat ramai seperti ini, rasanya aku tidak nyaman.

"Jangan menggoda pacarku, Ari." Willy memperingati.

"Glara pasti gak suka minum ya?" tanya Cinta.

"Sudah jelas lah dia gak bisa minum. Dia kan masih kecil. Kamu juga Wil, kenapa bawa dia kemari." Ica menatap aku dengan tatapan meremehkan.

Aku yang tadi tidak nyaman dengan tawaran dari Ari tiba-tiba dibuat kesal dengan tatapan Ica yang meremehkan aku. Dia pikir aku tidak bisa minum? Bahkan sepertinya aku lebih jago daripada wanita bibir jontor itu.

Tidak tahu keberanian gila dari mana. Aku merampas gelas yang tadi ada di genggaman Ari. Dan dengan cepat aku meneguknya, minuman itu masuk ke dalam tenggorokanku sampai gelas itu benar-benar kosong.

Setelah berhasil melakukannya aku mengangkat gelas itu tinggi-tinggi sambil tersenyum menyeringai ke arah Ica yang langsung memasang wajah kesal.

"Wah, ternyata pacar kamu jago minum juga Wil," puji Cinta.

"Luar biasa. Willy benar-benar pandai memilih pacar," ujar Ari.

Willy tersenyum lalu melirik ke arahku dengan ekspresi penuh tanya. Aku tahu dia mempertanyakan apa yang baru saja aku lakukan. Mungkin dia tidak senang dengan yang baru saja aku lakukan mengingat hari ini aku sedang berpura-pura menjadi kekasihnya. Mungkin Willy ingin menjadikan aku kekasih yang manis di mata teman-temannya. Dan aku menghancurkannya dengan merampas minuman alkohol itu dan meneguknya seperti wanita murahan.

Aku tidak peduli. Aku malah senang kalau teman-teman Willy menggunjingnya karena kekasih manisnya itu ternyata bukan wanita manis seperti anak anjing. Yang jelas, aku senang melakukan ini.

"Boleh aku minta segelas lagi?" tanyaku tak tahu malu.

"Boleh aku minta segelas lagi?" tanyaku tak tahu malu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Reaching Dream, with Bos!Where stories live. Discover now