40 - Mulai dari Nol

204 69 2
                                    

"Gimana ini? Serius tadi itu pembunuhan?!" teriak Nitta panik. Sejujurnya ia tak pernah menyaksikan penembakan langsung seperti itu, dengan mata kepalanya sendiri. Kalau saja kondisi mentalnya sedang lebih buruk dari hari ini, ia bisa lebih panik lagi. Gadis itu mondar-mandir di markas Caraka, sementara ketiga pria di ruangan itu sibuk berpikir. Minus Andar sebenarnya, karena lelaki kurus itu baru sembuh dari serangan asma mendadak karena penembakan tadi.

"Ndar, rekaman aman?" tanya Catur segera. Ia bangkit dan berjalan menuju bawahannya di Subdit IV, Unit 1 dengan cepat. Tangannya tertopang di meja dan ia menunduk untuk memeriksa sendiri mandat yang tadi ia berikan kepada Andar.

Andar menenangkan diri dan membuka halaman situs penyimpanan data. Hanya anggota Unit 1 yang bisa membukanya. "I-ini, Bang."

"Untunglah sempat terekam. Kunci sekarang. Enkripsi berlapis kalau perlu. Setelah ini, kita harus melapor pada AKBP Lutfi Tara," kata Catur.

Mendengar hal itu, Caraka bangkit dan melotot. Ia mencengkeram kerah pakaian Catur dan berseru, "Serius?! Kalian nggak lihat tadi itu apa? Masih bisa percaya sama Subdit IV?!"

Nitta yang tadinya mondar-mandir, ikut menenangkan kondisi di markas. "Raka, kita harus percaya! Bang Catur aja baru tahu kalau ada penyusup, kan?!" Nitta bertanya sekaligus meminta konfirmasi. Kalau ternyata Catur juga bersekongkol, maka lebih baik ia menghabisi semua orang. Namun, tentu saja itu hanya angan-angan, sebab Nitta bukan pembunuh.

"Saya nggak tahu hal itu, Raka. Untuk melakukan investigasi, rekaman tadi harus saya laporkan sebagai barang bukti agar bisa naik ke penyidikan," jelas Catur.

Caraka melepas cengkeramannya dan mencebik kesal. "Di saat seperti ini, Anda sempat-sempatnya memikirkan protokol dan hukum? Sampai semua orang yang tahu kebenaran ini tewas, Anda mungkin baru akan sadar bahwa rahasia ini seharga nyawa manusia."

"Saya tak paham tujuan The Big Brother. Tapi kalau mereka sampai menghilangkan nyawa orang, mereka harus ditindak!"

"Terserah Anda!" teriak Caraka. Ia tak peduli lagi dan membereskan semua perangkat yang bisa ia bawa ke dalam ransel.

Nitta bingung sendiri. Namun, karena jelas dia adalah pihak AWANAMA, dia ikut membereskan perangkatnya. Andar yang masih berada di dua alam, jadi balik menatap Caraka, lalu Catur, lalu Nitta, hingga ia frustrasi.

"Andar, kamu ikut saya. Kita kembali ke markas. Tolong kamu yang menyetir. Saya harus menelepon," perintah Catur.

Perangkat dibereskan, listrik dan jaringan markas pun dimatikan. Mereka keluar dari ruko sepi penghuni itu dan melihat sekitar. Catur sendiri bergegas menuju parkiran bersama Andar. Tampak kendaraan milik Catur tak dibawa oleh Tere. Sepertinya gadis itu benar-benar menumpang ojek agar cepat sampai Polda.

Baru saja empat orang itu hendak berpisah, ponsel Catur bergetar. Ia langsung mengangkat telepon itu saat melihat nama Tere tertera di layar. Perwira menengah itu buru-buru menjawab.

"Ada apa, Ter? Ada yang penting? Saya segera ke sana," jelas Catur tanpa pembukaan dan basa-basi.

Suara Tere agak putus-putus dan juga samar. Terdengar suara gaduh. Besar kemungkinan, Tere menelepon sambil sembunyi-sembunyi. "Saya di depan kantor, Bang. Tapi saya nggak mau masuk. Ruang kerja kita digeledah orang-orang audit internal! Ada Pak Lutfi juga yang masih mengobrol dan melakukan pembelaan, tapi... Tunggu, Bang! Mereka akan ke sini. Saya pindah dulu!" Tere menjelaskan dengan rinci dan cepat. Suaranya sangat pelan sampai-sampai beberapa kata tak bisa Catur tangkap.

Sebelum terjadi sesuatu pada bawahannya, Catur langsung meminta Tere untuk tak perlu melapor. Ia pun langsung menengok Caraka dan Nitta. "Benar dugaan kalian. Sepertinya mata-mata Subdit IV punya petinggi yang lebih andal. Unit 1 dijebak. Kantor kami digeledah."

Cipher | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang