33 - D-Day

199 70 12
                                    

Sementara itu, di markas Big Brother area Cilandak, Bos kedatangan tamu. Perempuan berambut bob. Perempuan itu hanya setinggi 164 sentimeter, tapi tubuhnya proporsional karena tak terlalu kurus juga tak terlalu gemuk. Saat perempuan lain yang lebih mungil dengan dandanan gothic membukakan pintu, si perempuan berambut bob nyaris terpeleset di dekat kolam ikan rumah tersebut.

"Cari siapa?" tanya Feisty ketus pada si tamu.

Si tamu tampak mengintip ke dalam rumah yang lampunya mati dan tirainya tidak menyala. "Lho? Pemilik rumah tidak ada?"

"Yang punya lagi kerja. Saya sepupunya. Anda siapa?" Feisty mengulang sikap ketusnya.

Perempuan berambut bob itu tersenyum ramah dan menyodorkan bingkisan. "Oh, begitu. Maaf jadi mengganggu. Kalau gitu saya boleh titip pesan? Ditunggu di acara ulang tahun ayah saya minggu depan. Bilang dari Prameswari gitu," ujarnya sembari menyodorkan undangan dan bingkisan berisi jas rapi.

"Oke." Feisty pun langsung menutup pintu, lebih tepatnya membanting pintu di hadapan perempuan berambut bob, Pram.

Setelah kembali ke ruang kerja, Feisty membaca undangan itu dan melihat isi kotak. Klaus yang antusias ikutan mengintip. "Nggak akan muat di lo, Gempal," sindir Feisty.

Gadis gothic itu menyodorkan bingkisan berisi jas mahal pada si pemilik rumah, yang sebenarnya tidak ke mana-mana, hanya mengintip dari balik tirai. "Buang aja," ujar Bos.

"Lah? Mahal ini, Bos," balas Klaus kecewa.

"Percuma. Aku nggak ada waktu mengerjakan hal nggak berguna. Minggu depan jadwal peluncuran massal program 1984 di situs Patroli Siber, kemudian di situs biometrik kependudukan, kemudian aplikasi dana pensiun dan jaminan kesehatan," jelas Bos sembari merunut semua jadwal kerja mereka yang telah terpampang di whiteboard.

"Program ini masih prematur banget menurut gue, Bos, tanpa tambahan kode program punya serpent_soul. Gimana kalo Awanama brengsek langsung take down cepat? Kerja dua kali kita," keluh Feisty sembari mengisap rokok dalam-dalam.

Bos mencebik kesal. "Ya kamu tuh makanya ngapain aja, sih? Jangan mantau Awanama doang, dong! Kejar si Adin sampai bisa ngedapetin program sisa. Hubungi semua kontak internal di PolSib, kalau perlu obrak-abrik Awanama deh sekalian. Masa kayak gini aja harus aku lagi yang kerjain? Ini urusannya kalau aku yang kerjain, bisa sampai ke 'orang atas'. Mau kalian nggak dapat duit karena kerja nggak becus?" repet Bos sembari menoyor Feisty.

Feisty sesungguhnya sudah geram, tapi marah pada atasan yang menyeramkan tak ada di kamusnya. Ia pun bangkit dan memakai jaket hitamnya, lalu menuju pintu. "Iya deh. Ini gue berangkat!" serunya kesal.

Mungkin kalau pekerjaannya sudah selesai, Feisty akan berpikir untuk membunuh Bos.

Selepas Feisty pergi, Klaus kembali bekerja dalam hening. Ia tak lagi berani bercanda setelah melihat Bos marah-marah di hadapannya. Kali ini, Bos Big Brother tengah menggaruk-garuk rambut necisnya. Sepertinya ia kurang tidur. Biasanya dia berpakaian rapi dan berwibawa di setiap kesempatan. Namun, hari ini dia sama saja seperti gembel, seperti saat dia ditendang dari kepolisian.

Saat Bos tengah frustasi, sebuah pesan singkat masuk ke ponsel resmi yang ia gunakan, bukan ponsel untuk pekerjaan bawah tanah sekali pakai.

Pram:

Wib, aku minta maaf. Aku mau kita kayak dulu lagi. Please, ketemuan ya? Kita omongin semuanya. Aku tunggu di acara ultah Papa.

with love,

Pram.

"Anjing!" maki Bos. Klaus sampai berkeringat dingin dan tak berani menoleh. Suara gelas, piring, serta semua plakat keramik, pecah berhamburan di belakang pria gempal yang berusaha sibuk membuat kode program daripada menanyakan apa masalah atasannya, Wibisana Bima.

"Percepat kerjaan kamu, Klaus. Prematur nggak masalah. Lebih cepat meluncur programnya lebih baik. D-Day, Senin depan. Tiga hari dari sekarang. Lihat saja, semua orang di negara ini akan menerima akibatnya kalau berurusan denganku," sebut Wibi sembari menggertakkan gigi. Matanya sudah merah.

***

Sementara itu, kembali ke Grand Indonesia, Catur masih berusaha mencerna apa yang Nitta ungkapkan padanya.

"Kamu? Serius? Awanama?" bisik Catur. Ia melihat sekeliling agar tak ada orang lain yang mencuri dengar. Memang kelompok ini asing bagi orang awam, tapi mana tahu ada orang 'tidak awam' yang mendengarnya, bisa-bisa Nitta ditangkap detik ini juga.

Nitta pun mengangguk lagi, tak berusaha memberi penjelasan. Catur malah mengibas-ibaskan tangannya untuk menahan limpahan informasi lain.

"Jadi, maksudmu, kamu kontra pemerintah?"

Nitta mundur sejengkal dan memiringkan wajah. "Kontra pemerintah? Kami tidak kontra pemerintah, kami kontra semua pihak yang merugikan warga. Mau swasta, mau pemerintah, mau individu. Tujuan kami jelas, menciptakan ekosistem negara yang lebih nyaman dan ramah masyarakat, dengan cara membersihkan sampah-sampah yang kami kumpulkan. Berbagai informasi negara kami tukar untuk kebebasan."

"Itu namanya pekerjaan intelijen. Kalian menjual rahasia negara? Yang benar saja. Dengar ya, Mbak Nitta. Kelompok ini sudah lama dicari, tapi selalu menghilang tanpa jejak. Sejak dulu, beberapa pihak mengejar beberapa ID di Awanama, mulai dari akuinikiri, patpatrickrick, dan ubermensch. Lalu, satu nama lagi... Ser... Ser, ah saya lupa."

"Maksud Bang Catur serpent_soul? Dia ID lama, sudah pensiun," sebut Nitta cepat. Tanpa rasa cemas, ia kembali menyambar sushi bayi gurita dari rolling tray.

Catur langsung melotot. Buru-buru ia mengeluarkan benda dari ransel, bukan tablet melainkan buku catatan. Ia suka sekali benda-benda analog, seperti buku catatan. Catur merunut beberapa tulisan, lalu terus membolak-balik halaman. Saat ia berhenti di satu tulisan dengan garis bawah berwarna merah spidol, Catur pun berbisik, "Ini dia, serpent_soul." Catur langsung menoleh pada Nitta dan berkata, "Sepertinya yang kamu bilang itu benar. Kita sedang melakukan perburuan CTF di dunia nyata. Kita diharuskan mencari semua bendera ini. Hanya satu yang belum saya tahu, apa maksud dari laporan dengan gambar unggahan buku George Orwell?"

"Maksudnya buku yang 1984? Itu tujuan utamanya. Big Brother akan meluncurkan program 1984, entah kapan, tapi pasti dalam waktu dekat. Efeknya cukup masif. Ayo kita pindah lokasi, akan saya jelaskan di tempat lain," tutup Nitta. Ia pun bangkit dan melewati kasir. Lalu, sebelum keluar dari tempat sushi, Nitta langsung berbalik ke kasir dan berkata, "Mas, yang bayar Bapak ini ya." Nitta tersenyum ramah dan menunjuk Catur.

Catur hanya melongo. Bisa-bisanya di waktu genting seperti ini, Nitta malah bercanda. Namun, tekanan yang tiba-tiba muncul sejak semua informasi dia terima, akhirnya teralihkan kembali. Memang tepat bekerja sama dengan gadis seperti Nitta.

Catur pun menerima tagihan restoran sushi itu dan membelalakkan mata lagi. "Hah? Lima ratus ribu? Padahal kan dari tadi kami cuma makan bongkahan nasi. Tunggu... Aku juga tak ingat sudah makan berapa," pikir Catur sembari terbahak sendiri. Kasir yang kebingungan dengan tawa tiba-tiba Catur, menerima kartu debit miliknya dengan sukacita sekaligus mendoakan agar pelanggannya kembali lagi.


***

#nowplaying: Elliott Smith - Between the Bars

"Drink up with me now and forget all about the pressure of days."

Cipher | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang