21 - Bos

221 69 6
                                    

Pertemuan Feisty dengan orang yang membayarnya, tak berlangsung di ruko kumuh Feisty sekitar Pasar Ciputat. Malam itu, Feisty langsung menuju kompleks perumahan di Cilandak setelah menerima pesan: W. Now.

Sebelum menuju Cilandak, Feisty mengambil motor matik yang sempat ia tinggalkan selama beberapa hari di seberang gedung Cyber 1. Motor matiknya nyaris tak diizinkan keluar. Setelah membayar biaya penalti, juga memberikan "hiburan singkat" di salah satu gardu jaga, yang membuat lelaki penjaga parkiran itu melenguh macam lembu jantan, Feisty baru bisa pergi. Penjaga parkiran bersikeras meminta nomor Feisty yang tentu saja hanya dibalas kedipan jahil oleh gadis pendek dan cukup kekar itu.

Sampai di tempat pertemuan, sudah ada Klaus dan Bos. Feisty langsung menuju kamar mandi, tak menyapa sama sekali pada kedua teman satu tim.

Klaus dengan tubuh gempal, duduk di salah satu sofa. Ia membuka sekaleng soda. Pria necis di sebelahnya hanya menatap kasihan. Ia pun mencibir, "Jangan kebanyakan minum soda. Kamu bisa mati muda."

Klaus tertawa. "Semua orang jelas bisa mati muda, bukan cuma peminum soda saja," balasnya dengan suara terjepit.

"Feisty ngapain, sih?" tanya Bos. Ia bangkit dan menunggui Feisty di depan kamar mandi sembari bersandar ke dinding. Terdengar bunyi menyikat gigi.

Feisty membuka pintu kamar mandi. Wajahnya kesal, lipstiknya sudah memudar. "Kampret kalian semua. Kalau mau ketemu di rumah ini, bilang dari sore dong. Jadi, gue nggak usah ambil motor segala. Ternyata udah parkir beberapa hari dan tiketnya nggak gue pegang pula."

"Parkir di mana emang?" tanya Klaus.

Sebelum Feisty sempat menjawab, Bos duluan menyahut, "Di Cyber 1 palingan. Betul, kan?"

Feisty mencebik. "Sialan. Tukang parkirnya ribet. Untung dia goblok. Dikasih blow job doang langsung boleh keluar motor gue," gerutu Feisty.

Kedua orang di ruang tamu rumah itu hanya terbahak. Klaus nyaris menyembur soda, sementara Bos geleng-geleng kepala. Lelaki necis itu melepas kacamatanya dan mengelap air mata yang keluar karena terlalu senang.

"Kapan lagi tukang parkir itu dapat hiburan gratis? Kasihan tahu seharian cuma di belakang kotak sabun," komentar Klaus.

Feisty mencebik lagi. Gadis itu mengambil sebatang rokok dari meja di hadapan Klaus dan membakarnya. Ia mengisap dalam-dalam asap rokok itu dan mengembuskannya seolah-olah paru-parunya baru berfungsi normal setelah sekian lama.

Bos kembali memakai kacamata. Ia menggeser laptopnya ke hadapan dua tamu rumahnya. "Program kita sudah di-ACC. Banyak yang mau beli. Pilih mana?"

Feisty mengintip presentasi di laptop. Ia menggeser laptop itu kembali pada Bos. "Jual ke semuanya juga nggak apa-apa. Toh, mereka nggak tahu."

"Yakin mau begitu? Ini belakangnya orang-orang mengerikan semua. Lebih-lebih menjelang Pilpres 2019 nanti, pasti bakal ada banyak pihak yang saling berseberangan. Mereka akan berkoalisi di masing-masing calon yang mereka dukung. Kita bisa mampus kalau jual program ini ke koalisi yang berbeda. Di Awanama mulai banyak cacing-cacing deep state actor yang kita nggak tahu berpihak ke siapa," komentar Klaus. Kaleng soda ketiganya sudah kosong dan ia mulai membuka laptop.

Bos menggaruk dagunya. Ia mengubah beberapa angka di laptop, menghapus sebaris tabel dan kembali memperlihatkannya kepada Feisty dan Klaus. "Kalau begini, bagaimana?"

"Nah, kalau dijual ke satu pihak netral saat ini, tapi ternyata nanti saling berkoalisi sih nggak apa-apa," balas Klaus cepat. Ia login ke Awanama dan memeriksa beberapa hal. Kemudian, pria tambun itu melanjutkan, "Tapi kita punya satu masalah. Gue sudah periksa log komputer Bandit dan melihat di Task Manager, ada USB disambungkan. Beberapa saat setelah berkas program kasar kita yang tercuri diunduh dari komputernya, berkas itu lenyap dan berpindah ke USB."

"Beneran lenyap? Maksudnya nggak bisa lo recovery gitu pakai aplikasi pengembalian data?" tanya Feisty kesal. Alis tebalnya semakin runcing saat dahinya berkerut.

"Pihak yang nyuri data dari laptop Bandit bukan sembarang orang. Setidaknya, dia ngerti pendalaman sistem komputer sampai penghapusan berkas permanen. Kalau bisa gue recovery, pastinya udah selesai dari kapan tahu," tutup Klaus. Ia mencomot sebatang rokok dan membakarnya.

Kini giliran Bos mencebik. "Nah, terus tugas kamu gimana?" alih Bos pada Feisty.

"Maksudnya tugas nyari orang? Gue udah tanya-tanya sekitar lokasi, nggak ada yang kenal. Terpaksa gue meretas server CCTV di Halte Jamsostek, untung orang TransJakarta menaruh server. Data tanggal eksekusi Bandit masih ada dan gue menemukan wajah orang yang kaget itu. Agak burem, tapi berhasil gue lacak, ternyata ada di daftar teman Bandit," jelas Feisty panjang lebar sembari melempar puntung rokok.

Bos berpikir keras. "Sepertinya, dia bukan orang random seperti yang kamu duga. Dia orang kenal Bandit juga. Kamu bilang, kalian berdua mengikuti Bandit dari warung makan, benar?"

"Iya, Bos. Dia beli dua bungkus nasi rames. Buat tamu berarti, kan?" timpal Klaus jeli.

"Besar kemungkinan, dia beli makan untuk berdua. Jadi, dia siapa?" Bos memberi jeda.

Feisty tak ingin lama menjawab. "Adin Fikri. Gue udah tahu lokasi dia. Besok gue datangi ke sana," sahut Feisty cepat.

"Nice! Ingat, urus dengan hati-hati. Jangan menambah saksi mata. Kita bisa kena masalah kalau ada hal ribet yang bikin tender kita mampet," tutup Bos sembari bangkit dari sofa. Ia pamit pada keduanya untuk menuju tempat lain dan mengizinkan mereka untuk menginap atau sekadar mengacak-acak kulkas Bos yang penuh makanan enak.

***

#nowplaying: Interpol - Untitled

"Surprise, sometimes, will come around. I will surprise you sometime. I'll come around. Oh, I will surprise you sometime. I'll come around when you're down..."


Cipher | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang