13 - Russell

244 71 1
                                    

Rabu pagi di Subdit IV, Catur sudah duduk santai di kursi kerjanya. Ia menyesap kopi yang dibelinya dalam perjalanan berangkat ke kantor. Hari itu dia memakai kemeja safari kasual dengan kaus hitam sebagai dalaman dan celana kargo, sebab hari Rabu tak wajib memakai pakaian dinas. Pukul setengah delapan pagi, anggota timnya baru sampai.

"Eh, Bang. Maaf, baru datang," sapa Andar seraya menggantung ransel di punggung kursi kerja. Andar memakai flanel yang sama seperti kemarin, hanya saja sudah lebih wangi.

"Mandi juga akhirnya kamu," canda Catur.

Andar hanya meringis malu. Ia pun menyalakan komputer.

Beberapa menit setelah Andar, Tere memasuki Subdit IV. Ia memakai celana katun hitam panjang dengan atasan kemeja bergaris yang dimasukkan ke celana, lalu memakai sabuk kulit. Penampilannya rapi dan formal. "Pagi, Bang Catur. Pagi, Andar," sapa Tere.

Gadis pucat itu menaruh tas di satu kursi yang kosong di sampingnya. Ia juga menyalakan komputer.

"Sudah siap bekerja?" tanya Catur tiba-tiba.

Keduanya terkejut. "Lho? Kan masih pagi banget, Bang," balas Tere tak ada takut-takutnya.

"Lho? Memangnya kalau kerja, harus mulai siang? Aneh banget kamu. Kita ada kasus lho, dan ini rumit."

Tere jadi malu. Benar juga ya. Dia sudah salah bicara, karena kalimat tadi jelas-jelas menunjukkan kalau dia tidak berniat kerja sejak pagi.

"Kita ke ruang rapat dulu," ajak Catur seraya menyambar tabletnya, fasilitas tambahan dari Lutfi Tara.

Di ruang rapat, Catur menyesap kopi sebelum mulai. Dia mengajak dua Kanit dari Unit 2 dan Unit 3 ikut rapat, agar bisa berbagi tugas pada masing-masing anggota tim mereka. Catur berdiri, kemudian meminta Andar menyalakan proyektor.

"Selamat pagi," sapa Catur sebelum memulai. Para anggota rapat menjawab. Setelah keadaan kembali tenang, ia melanjutkan, "Hari ini kita akan menindak lanjuti salah satu laporan yang masuk ke Patroli Siber sejak seminggu lalu."

Kanit Unit 2 mengangkat tangan. "Pagi, Bang Catur. Saya AKP Gunawan dari Unit 2. Izin bertanya."

"Silakan, Mas Gunawan." Catur menyorongkan telapak tangannya untuk memberi ruang bicara.

"Laporan satu minggu lalu, mengapa baru kita tindak lanjuti? Apakah ada alasannya, kenapa laporan tersebut tidak naik ke meja penyelidikan Subdit IV?" tanya Gunawan.

Wicak yang memperhatikan jalannya rapat dengan semangat, buru-buru mengangkat tangan. Catur menyilakan ia bicara. "Laporan tersebut awalnya terduga iseng. Namun, setelah melihat perulangan laporan yang sama, Bang Catur memutuskan untuk mengangkat laporan ini sebagai yang pertama diselidiki oleh Subdit IV pasca peluncuran situs Patroli Siber. Kami sudah membahasnya kemarin, sehingga akan dijelaskan hari ini untuk pembagian tugas."

"Betul sekali apa yang dikatakan oleh Mas Wicak. Nah, jadi saya lanjutkan dulu ya. Berdasarkan pesan ini, ada sekitar lima spam laporan sama yang dikirim per hari. Total laporan serupa, ada tiga puluh. Memang kalau semata-mata DDoS, jumlah lima per hari belum bisa untuk membuat situs Patroli Siber down," lanjut Catur.

Kali ini, Tere dengan wajah pucatnya, bertanya polos, "DDoS itu apa ya?"

Catur memijat dahi. Memang salah bicara pada orang non IT. "DDoS ini semacam membanjiri sebuah sistem dengan permintaan atau dengan terus-terusan mengakses secara masif, sehingga situs menjadi berat dan akhirnya down. Jika down, maka orang lain yang ingin mengakses, jadi gagal." Catur memberi penjelasan.

Tere mengangguk paham. "Wah, kalau begitu memang tidak bisa dibiarkan. Nanti kalau ternyata ada laporan yang benar-benar sangat genting dan harus segera ditindak lanjuti karena menyangkut keamanan warga negara kita, bisa-bisa jadi terbengkalai," balas Tere tak malu. Dia toh, bukan orang IT. Jadi, alasan logis yang bisa dia tangkap terkait tindak lanjut laporan, hanya hal itu.

"Yang dikatakan Tere ada benarnya. Ini akan bermasalah kalau kita menganggap laporan berulang ini iseng. Sebab, pattern selalu sama. Dia hanya membubuhkan kata-kata CTRL berulang kali, mengunggah gambar boneka ini, dan menambah tanda seru di akhir kalimat," lanjut Catur sembari menunjuk layar yang menampilkan gambar kartun berdarah-darah memakai setelan bajak laut.

Andar memiringkan wajah, Tere menyipitkan mata. Sementara itu, dua Kanit lainnya hanya menggaruk dagu. Mereka tak familiar dengan kartun lucu, tetapi sadis itu.

"Ah! Itu kan Happy Tree Friends?!" seru Andar dan Tere nyaris berbarengan.

"Lho, kalian tahu?" sahut Wicak bingung. Mungkin memang zaman yang Wicak lewati benar-benar jauh dari zaman kedua bintara itu.

Andar mengangguk. Sebelum dia sempat bicara, Tere sudah bicara duluan. "Ini salah satu karakter di kartun pendek Happy Tree Friends. Kartun ini sempat tayang di televisi."

"Kartun sadis begini? Tayang di televisi? Gila. Untung anak saya baru lahir, jadi nggak perlu melihatnya," timpal Gunawan.

Catur mencatat penemuan Tere dan Andar, lalu kembali ke topik utama. "Jadi, maksud kartun ini apa ya?"

"Tokoh ini namanya Russell, dia tokoh yang tampak paling kuat, tapi sebenarnya lemah. Dia semacam bandit atau pembajak gitu kali ya? Namun, di setiap tayangan, dia selalu tewas. Dia selalu menjadi korban. Terkadang, kejahatan tersebut dilakukan oleh tokoh karakter lain. Sebentar, saya carikan," jelas Tere. Gadis itu buru-buru membuka ponsel dan mencari karakter yang dimaksud.

Tere menyodorkan informasi itu pada Catur. Buru-buru lelaki itu mencari karakter yang dimaksud dan menayangkannya ke salindia di hadapan para anggota rapat.

Catur menyesap kopinya sejenak dan melanjutkan penjelasan. "Menurut penemuan Tere, karakter utama dalam tewasnya Russell adalah beruang.... Ehm, atau mungkin ini tupai, ya? Ah, entahlah. Intinya, karakter berwarna merah muda ini namanya Giggles."

Catur semakin pusing. Ia tidak menyangka malah berurusan dengan gambar anak-anak. Memang tepat kalau Unit 3 malah menjadikan laporan-laporan kartun 'berdarah' ini sebagai laporan terblokir.

"Sebentar, Bang Catur," potong Andar. Ia ikutan pusing. "Ini kita yakin akan menelusuri dari kartun? Kok rasanya... Agak gimana gitu, ya?"

"Kalau ternyata gambar kayak begini dikirim secara berkala ke kamu, apa kamu nggak akan ngeri?" Catur balas memotong.

"Kalau saya sih, pasti ngeri, Bang Catur," timpal Wicak.

Gunawan ikutan mengangguk. "Saya juga. Apalagi kalau anak saya menonton ini. Nggak etis, nggak cocok ditayangkan sebagai tontonan anak-anak."

Catur jadi berpikir ulang. Apa jangan-jangan, memang laporan ini sejak awal tidak ada maksudnya?

"Ya sudah, begini aja. Saya minta tolong bantuan dari ketiga unit untuk mengunduh gambar-gambar yang diunggah oleh pelapor. Terlepas dari gambarnya sama, tolong dikumpulkan dalam satu direktori di flashdisk, atau nanti saya akan buatkan direktori khusus berbagi berkas kita di jaringan internal. Bagaimana?" tawar Catur.

"Kalau direktori khusus berbagi berkas, kayaknya Andar sudah bikin. Pakai apa tuh, Ndar? Saya lupa namanya," sebut Wicak.

Andar dengan malu-malu menjawab, "Pakai Samba, Pak Wicak."

"Nah itu tuh, pakai Samba. Saya nggak ngerti sih itu apaan. Tapi, selama berbagi berkas, kami sudah jarang pakai flashdisk karena kata Andar takut ada virusnya kalau habis disambungkan ke komputer pribadi kami, atau ke komputer di warnet misalnya," jelas Wicak lagi.

Catur tersenyum bangga. Rupanya Andar bukan petugas tukang tidur saja.

"Nah, kalau sudah ada, kita mulai bergerak. Saya akan mulai cek dari masing-masing checksum dan metadata berkas gambar itu. Kalau ternyata ada perbedaan blok data di masing-masing gambar si Russell, berarti ada yang harus saya cari tahu lebih lanjut," tutup Catur.

Semua setuju dan pekerjaan pertama Subdit IV pasca Patroli Siber diluncurkan, tentu saja hanya mengunduh gambar kartun tak jelas yang jumlahnya ada tiga puluh sampai empat puluh di laporan-laporan yang berbeda. Saat pekerjaan itu diumumkan ke masing-masing petugas di masing-masing unit, beberapa petugas malah tertawa. Namun, melihat Kanit mereka yang serius memerintahkan tugas itu, membuat mereka gerak cepat mengumpulkan gambar.


***

#nowplaying: Copeland - The Grey Man

"By the time you find your way. You're gonna run right back to the start. Don't think you're lost."

Cipher | ✔Onde as histórias ganham vida. Descobre agora