11 - Laporan Pertama

230 71 3
                                    

Jam makan siang tiba. Catur Pandita masih setia duduk di kursi kerjanya. Tere dan Andar minta izin untuk makan siang duluan, mengikuti petugas lain yang juga pergi makan. Di Unit 2, hanya ada dua petugas piket, sementara Unit 3 hanya ada Kanit mereka tengah membaca berkas-berkas. Catur ingin berkenalan dan menyapa Kanit itu, tapi dia penasaran dengan beberapa laporan di situs Patroli Siber.

"Hmm," gumam Catur sembari terus menggeser halaman laporan masuk.

"Tidak penting," katanya lagi, kemudian menghapus laporan yang baru saja dibacanya.

Catur beralih ke laporan lain. Dia kini geleng-geleng kepala sembari berseru frustasi, "Duh, kayak begini jelas hanya laporan iseng. Ada apa sih dengan penduduk negara ini?!"

Saat bicara sendiri, petugas dari Unit 2 sampai menengok Catur, begitu juga dengan Kanit 3. Mungkin karena dia sendiri tak ada kerjaan, Kanit 3 menghampiri Catur.

"Nggak makan, Bang Catur?" tanya Kanit 3. Ia menyodorkan tangannya, "Ignatius Loyola Pandu Wicaksono. Kalau kepanjangan, panggil Wicak saja."

"Oh, ya. Salam kenal, Mas Wicak," balas Catur sembari berdiri lalu menjabat tangan Wicak. Mumpung dihampiri pimpinan Unit 3 yang levelnya sama dengan Catur, dia memberanikan diri bertanya, "Ini situs Patroli Siber kan baru diluncurkan banget ya? Memang belum ada yang melapor secara benar atau bagaimana, sih?"

Wicak menggaruk dagunya dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya berkacak di pinggang. "Saya juga pusing, Bang. Sejak diluncurkan, saya dan tim di Unit 3 hanya menangguhkan beberapa laporan terduga iseng. Sepertinya belum ada yang benar-benar mengirimkan laporan serius. Minggu lalu malah cuma menerima pesan aneh berulang-ulang. Semacam spam gitu, sih. Kami langsung blok dengan beberapa kata kunci pada akhirnya," jelas Wicak.

Wajah Catur berubah menjadi tertarik. Ia kembali menggeser tetikus dan masuk kembali ke halaman laporan Patroli Siber. "Nomor laporannya berapa, Mas Wicak?"

"Sebentar, saya cek dulu. Lupa," balas Wicak. Lelaki kurus itu berlari kecil ke arah meja Unit 3 dan membuka sticky notes digital berwarna kuning yang terpampang di halaman utama komputernya. "ID laporannya P S hashtag nol lima lima delapan," dikte Wicak dengan suara agak keras.

Catur mengetik ID tersebut sembari mendengarkan. Kemudian, halaman laporan yang terkunci, muncul kembali. Kata kunci yang diblok pada laporan itu adalah: Ctrl, Pencoleng, Pencuri, Unggahan Kartun, Bajak Laut, Unggahan Anak-anak, Gambar Kartun.

Setelah melihatnya, Catur berseru, "Makasih, Mas Wicak. Sudah ada nih, dan muncul beberapa laporan serupa. Kalau saya buka salah satu laporan, bagaimana status laporannya?"

Wicak menghampiri Catur lagi, mungkin tak nyaman berteriak-teriak di kantor. Dia memang contoh petugas pendiam yang sopan. "Kalau dibuka, status laporan sepertinya akan tetap terkunci. Tapi, kalau Bang Catur melakukan bypass dengan otorisasi sebagai Kanit, laporan tersebut akan otomatis masuk ke berkas kasus Unit kalian. Jadi, kalian jelas harus menyelesaikannya," jelas Wicak. Ia kemudian mengecek arloji dan pamit untuk makan siang.

Catur menyilakan Wicak makan siang. Karena terasa lapar juga, akhirnya pada pukul setengah satu, dia menyusul Tere dan Andar ke kantin Polda Metro Jaya.

***

Di kantin Polda Metro Jaya, Tere dan Andar baru selesai makan. Catur duduk di hadapan mereka yang baru saja hendak berdiri. "Sebentar, temani saya makan kilat," ujar Catur. Dia kurang nyaman di kantin tanpa mengenal satu petugas pun. Tere dan Andar urung bangkit dan memesan kopi seduh dingin lagi.

Pesanan Catur datang dan ia mulai makan dengan cepat. Sembari makan, sesekali dia mengobrol. "Oh ya, kita ada laporan yang harus ditindaklanjuti," kata Catur dengan suara pelan. Ia lalu menyendok lagi makanan.

"Wah. Serius, Bang?" balas Andar yang mulai bisa terbuka dan lebih santai pada atasannya.

Tere merapatkan kepala. Ikut berbisik, "Bukan laporan iseng, Bang?"

"Menurut saya bukan. Lebih kepada laporan pemberitahuan," balas Catur. Ia baru saja menelan suapan terakhir nasi dengan potongan telur dadar. Sehabis membalik sendoknya dan berdoa karena sudah selesai makan, Catur menyeruput es teh manis.

Andar jadi penasaran. Ia menyiapkan buku catatan dan pulpen selagi bertanya, "Laporannya baru ya, Bang? Nomornya?"

"PS#0558," sebut Catur. Ia melanjutkan kala gelas es teh manis tersisa setengah, "Bukan laporan baru. Laporan satu minggu lalu pasca Patroli Siber diluncurkan. Kalau dari daftar nomor laporan, ini sudah jelas laporan lama. Namun, laporan ini tidak ditindaklanjuti karena kena blokir kata kunci oleh Unit 3."

Tere memiringkan wajah. Dia kebingungan. "Ya, kalau ini adalah laporan yang diblokir, kenapa dibuka lagi, Bang? Pastinya ada suatu alasan khusus pemblokiran laporan oleh Unit 3. Kalau bukan karena laporan iseng, pasti itu laporan spam di awal-awal Patroli Siber tayang," jelas Tere. Kini gadis itu juga sudah mulai berani mengutarakan analisisnya.

"Habiskan dulu minuman kalian. Kalau sudah selesai dan makanan sudah turun, kita kembali ke kantor. Saya jelaskan di sana," ungkap Catur. Kemudian telunjuknya mengarah ke beberapa orang yang tak berseragam dinas, tetapi tengah mengobrol dengan para petugas lain di kantin Polda. "Ada beberapa wartawan, pasti lagi cari-cari orang buat door stop. Makanya, saya nanti jelaskan di ruangan," tambah Catur.

Andar dan Tere menoleh cepat tanpa terlihat mencurigakan. Mereka mengangguk paham. "Dasar, para tikus," tutup Tere. Wajahnya masih datar, tapi sorot matanya menunjukkan kekesalan.


***

#nowplaying: Chelsea Wolfe - Flatlands

"When it's said in the dark and you know it's always there. When it's dead in our heart, but your mind is unafraid."

Cipher | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang