26 - Unfinished Code

207 68 17
                                    

Feisty dan Klaus belum beranjak dari markas mereka di Cilandak, tepatnya di rumah Bos. Feisty sudah frustasi menghadapi komputer dan program yang ia kerjakan belum juga selesai. Bagian bawah matanya menghitam, garis kajal di kelopak matanya nyaris luntur. Penampilan Feisty sangat tidak manusiawi.

Klaus tak jauh berbeda. Ia masih saja duduk di karpet dan belum beranjak. Badan tambunnya semakin berlipat di bagian perut. Ia bahkan lupa untuk ke toilet.

"Bos nggak balik-balik. Gimana ini?!" seru Feisty panik. Jadwal rilis aplikasi pengintaian mereka sudah hampir tiba, tapi tak ada satu pun dari mereka yang berhasil mendapatkan data yang tepat sesuai pesanan "klien" mereka.

"Lo udah coba telepon Bos belum?" tanya Klaus sembari membetulkan letak kacamatanya.

"Sudah. Tapi nonaktif terus. Dibalasnya sama Veronica terus. Apa kita lacak dan hack aja komputer kantornya?" tanya Feisty. Matanya mendadak melotot dan merah. Persis seperti raksasa lapar.

Klaus melempar kripik dari kolong meja. Sudah apak, sudah tak renyah. "Jangan! Lo mau mampus, apa?! Walau sekarang orang kantoran gitu, tetap aja dulu dia orang bawah tanah. Jangan sekali-kali lo hack mainannya atau dia bakal dendam," jelas Klaus.

Feisty kembali melunak. Sorot raksasanya tak lagi tampak. Ia kesal dan menendang casing CPU hingga bunyi seperti kaleng remuk terdengar. "Ya ampun, casing gue."

"Kalau kesal, jangan jadi tolol juga," komentar Klaus. Ia bangkit dan menuju pintu. "Udah, mending kita istirahat dulu. Nanti pas Bos balik, kita diskusiin kalau kode program bikinan si serpent_soul enggak ketembus juga. Setengahnya yang dari Bandit udah kita ambil, tapi kita harus dapetin juga yang setengah lagi."

Feisty bersandar lemas di kursi lesehan dengan sandaran punggung. "Eh, lo mau ke mana!" serunya saat melihat Klaus membuka pintu belakang yang menghubungkan ke garasi Bos.

"Mau beli rokok. Bos bilang jangan lewat pintu depan kan kalau mau keluar?"

"Gue nitip! Rokok sama cokelat isi kacang mete ya!" seru Feisty. Klaus tak mengiyakan. Sosok tambun itu sudah minggat.

***

Dua puluh menit kemudian, pintu depan rumah Bos terbuka. Feisty tak menengok dan hanya berseru, "Kata lo jangan lewat pintu depan. Gimana sih, Klaus?"

"Ini aku," balas suara berat. Seorang lelaki berpakaian necis berjalan pelan, kemudian menaruh tas kerjanya di kursi ruang makan. "Klaus ke mana memang?"

"Eh? Bos? Lah, ke mana aja si lo!" repet Feisty saat melihat pimpinan grup peretas mereka sudah tiba. Gadis pendek dan atletis itu lanjut menjawab, "Klaus ke minimarket, beli rokok."

Pemilik rumah mengedarkan pandangan ke sekitar. Melihat kondisi ruang tengah dan dapurnya sudah seperti kapal pecah, membuat lelaki itu memijat dahi. "Duh, kalau tahu gini, mending aku lembur di rumah."

"Jadi... Lo lembur selama tiga hari?" tanya Feisty tak percaya. Dia bertepuk tangan, mengejek Bos. "Memang paling nggak menyenangkan jadi budak korporat."

"Biar sekarang aku budak korporat, gajiku kan lebih besar dari kalian. Udah gitu jaringan pertemanan dan pekerjaan jadi luas. Sekarang kita jadi bisa menjual berbagai program 'bawah tanah' kita juga kan?" puji Bos untuk dirinya sendiri.

Lelaki itu menuju kamarnya dan mengganti pakaian setelah mandi dengan kilat. Ia membawa laptop tebal yang biasanya dipakai orang-orang untuk gaming dan duduk di meja ruang tengah. Kacamata lelaki itu tersampir di saku pakaiannya.

"Udah sampai mana progress? Pembeli kita mau memajukan launching. Kita harus kejar target kita. Pemilu 2019 sudah di depan mata," tanya Bos setelah bokongnya mengempas sofa empuk di ruang tengah.

Cipher | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang