15 - MLI Tech

204 67 8
                                    

Caraka terkejut saat klien pentesting yang harus ia lakukan bersama Lucene adalah Divisi Riset dan Pengembangan Teknologi milik MLI Tech. Pagi itu, tim MLI Tech menyambut tim Lucene dengan megah dan lengkap. Wibisana Bima sebagai kepala divisi tersebut, langsung menyambut Mona dan Nitta, lalu menyalami Caraka yang canggung.

"Jangan defensif gitu," bisik Nitta pada Caraka sembari menunduk dan mendekat ke bahu lelaki jangkung tetapi bungkuk itu.

"Nggak defensif. Siapa yang begitu?"

"Santai," bisik Nitta lagi. "Mereka korporasi besar, tapi mereka tetap butuh jasa kita, kan? Jadi, nggak usah merasa insecure."

Caraka menahan tawa, meskipun wajahnya masih menampakkan kekakuan. "Kayaknya bukan saya yang insecure, tapi kamu mungkin, Nit?"

Nitta menyenggol bahu Caraka pelan, kemudian tersenyum memaksa pada beberapa tim Wibi yang menyambut ketiga gembel Lucene itu.

Atasan divisi tujuan Lucene pagi itu, tengah memakai pakaian agak kasual. Ia memakai jas dengan dalaman kaus abu-abu. Kacamata Wibi bertengger di hidung mancungnya. Tiap senyumnya mengembang, ujung matanya berkerut.

"Cakep banget Pak Wibi," bisik Mona. Nitta mengangguk paham di samping Mona. Dalam hati, dia mengerti kenapa Mona hari ini berdandan heboh, sementara Nitta hanya memakai flanel dan mengikat rambutnya yang bau karena belum keramas.

"Mari, masuk ke ruang rapat utama. Kita mulai kick off dulu biar tidak terlalu siang," ujar seorang perempuan yang mendampingi Wibi. Mungkin dia manajer proyek seperti Mona, hanya saja dari sisi MLI Tech.

Ketiga karyawan Lucene melewati lorong yang sama seperti ketika pertama kali memasuki kantor itu. Di sebelah kanan ada ruangan besar yang terbuka dan semerbak aroma makanan. Beberapa juru masak tengah merapikan meja dan menyusun makanan.

"Wah, makan enak nih siang nanti. Asyik!" bisik Nitta lagi. Entah kenapa dia senang berbisik pada Caraka.

Lelaki itu hanya mengangguk. Kalau tahu dia akan datang ke kantor mewah begitu, dia seharusnya tadi mempertimbangkan untuk mandi dulu di kantor, tak lupa juga memotong poni. Akhirnya, Caraka hanya menyisir rambutnya dengan jari dan merapikan poni yang sudah kusut. Ia bahkan melepas kacamata buramnya dan meniup lensanya, lalu membersihkannya dengan kaus di balik flanel.

Di ruang rapat besar, Wibi membuka agenda kick off alias peresmian kerja sama pentesting selama beberapa minggu ke depan. Setelah itu dia juga memaparkan beberapa rencana divisi yang dia pimpin dalam satu tahun ke depan. Meskipun tidak ada urusannya dengan Lucene, ketiga karyawan kantor kecil itu tetap mendengarkan. Sebenarnya, Nitta lebih tertarik pada kehadiran makanan di ruang sebelah mereka.

Baru saja memikirkan itu, makanan ringan dan jajanan pasar yang dikemas secara lebih mewah, terhidang di hadapan masing-masing peserta rapat. "Sembari mendengarkan presentasi, bisa dinikmati juga sajian sederhana ini," sebut Wibi di tengah-tengah presentasi strategi divisinya.

Nitta dan Caraka yang memang lapar, tak malu mencomot makanan itu. Sementara Mona masih bertahan dengan sikap sok anggun dan penuh tata krama. Nitta terkekeh pelan lalu berbisik lagi pada Caraka, "Padahal si Mona pasti kelaparan juga, tuh. Cuma dia jaga image aja di depan bos divisi yang kata dia tampan itu." Nitta menunjuk Wibi dengan jarinya yang tersembunyi di bawah meja, supaya tidak ketahuan tengah membicarakan Wibi terang-terangan.

Caraka menahan tawa lagi. "Memang dasar, perempuan di mana saja tetap suka berspekulasi. Bisa saja, kan, Mona memang nggak lapar?" timpal Caraka pelan.

Nitta tak menjawab dan hanya mencomot lemper.

Dua puluh menit presentasi tak jelas itu selesai. Wibi meminta Mona maju. "Silakan, Bu Mona. Perkenalan tim Lucene yang akan membantu pentesting nanti boleh dimulai."

Cipher | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang