39 - Tenggelam Bersama

Start from the beginning
                                    

"Apa yang bisa aku lakuin biar kamu kembali seneng?" Pram menggenggam lengan Wibi. Wajah manis perempuan itu sedikit merajuk dan tersenyum tulus.

Namun, Wibi sudah muak. Ia mengempas genggaman tangan Pram dan hanya menjawab, "Udah malam, Pram. Mendingan kamu pulang. Nanti papamu nyariin."

Wibi lantas minggat dari mobil tanpa berkata apa-apa. Ia menuju indekos dan tak menoleh lagi.

***

Tatkala Wibi sampai di indekosnya, sebuah pesan masuk ke surel pribadi Wibi. Surel itu tak pernah ia gunakan sehari-hari. Biasanya Wibi hanya menggunakan surel untuk melakukan penelusuran mendalam di situs bawah tanah.


> Saya akan menjaminmu. Ambilkan video barang bukti dari basis data.


Dua kalimat pendek dalam surel itu dibarengi sebuah kode akan sebuah kasus. Jika ditilik dari kode kasus yang Wibi tatap di layar komputernya, ia menyimpulkan bahwa kasus itu sudah lama terjadi. Wibi mencoba untuk mencari kasus yang dimaksud setelah terhubung dengan intranet Polda. Hasilnya nihil. Ia tak menemukan informasi kasus tersebut.

Jiwa peretas Wibi tentu saja muncul. Meskipun ia tak bisa mendapatkan informasi terkait kasus, ia bermaksud mencarinya besok di kantor. Semoga saja bisa dibuka dengan jaringan langsung lewat komputer kantor yang biasa ia gunakan. Sebelum pergi tidur, Wibi pun mencatat nomor kasus.

Paginya, Wibi sampai di Subdit IV saat rekan kerja lainnya belum datang. Beruntung sekali hari itu tak ada apel pagi dan biasanya para anggota datang agak siang. Wibi berjalan tenang menuju meja tempatnya biasa bekerja. Ia menoleh ke meja lain di Unit 1. Biasanya, kawan baik sekaligus kawan satu angkatannya, Catur Pandita, duduk di sana. Namun, lelaki itu telah menyerahkan informasi cuti mendadak sejak satu minggu lalu. Tanpa alasan, tanpa penjelasan pada yang lain.

Wibi bekerja dalam hening. Ia menyusup ke basis data kepolisian yang dikunci dengan keamanan tambahan. Hanya level petinggi dan tentunya jenderal polisi saja yang bisa membukanya. Namun, berkat kecerdikan Wibi sejak muda, sampai ia berada di Akpol, ia dengan mudah meretas jaringan internal kepolisian. Setelah memindahkan bukti tersebut ke tempat penyimpanan data, ia pun pergi dari Subdit IV dan menghubungi surel kemarin.


> Sudah kulakukan. Ini data yang kau inginkan.


Tak ada balasan sampai beberapa waktu berlalu. Belakangan Wibi tahu, surel itu hanya jebakan untuk menggaetnya ke sisi gelap. Kelompok The Big Brother. Sejak ia menuruti sosok di balik surel itu, ia tak bisa kembali lagi dari neraka.

***

Kembali ke markas Caraka. Catur sudah berhasil menembus keamanan kelompok Wibi. Karena ia tak ahli melakukan eksploitasi program, ia mundur dari kursi dan menoleh ke arah satu-satunya pria berambut sedikit panjang dan ikal di ruangan mereka yang makin sesak.

"Giliranmu," ujar Catur. Ia menyodorkan laptop milik Nitta pada Caraka yang masih bersandar tak acuh di pintu markas.

Caraka melirik Nitta yang dibalas gadis itu hanya dengan anggukan. Ia berjalan dengan enggan. Sebelum duduk, ia mendesah kesal. Namun, entah mengapa ia mulai percaya pada polisi di sampingnya. Catur juga mengambil kursi lain dan duduk memperhatikan Caraka yang mulai bekerja.

"Feed malware langsung disebar dari server mereka di jaringan rumahan. Kita bisa remote melalui komputer yang sudah kau ambil alih. Kurasa mereka menggunakan private network dan hanya memakai satu jalur untuk terhubung ke sana," jelas Caraka.

Nitta teringat sesuatu. Ia pun bergumam, "Achilles heel?"

Caraka dan Catur menengok cepat ke arah perempuan itu. "Maksudnya?" tanya Catur kemudian.

"Pak Wibi pernah tanya-tanya paket Achilles. Paket itu paling tidak aman, tapi juga bisa dibilang paling aman kalau benar cara implementasinya. Hanya saja, jalur untuk melakukan remote server akan menjadi titik komunikasi yang paling vulnerable. Jika jalur itu ditembus, maka satu jaringan bisa hancur," jawab Nitta cepat.

Ketiganya kembali beralih pada monitor laptop. Caraka pun melanjutkan kegiatannya. "Ya, kau benar. Dan Wibi tak bisa membuatnya lebih aman," ujarnya sembari mengetik cepat dan menekan tombol Enter untuk mengeksekusi program.

Setelah Caraka berhasil menyusup lewat komputer Klaus yang sudah diambil alih, Catur langsung menoleh pada Andar. "Kamu masih mau kerja sama saya, kan, Ndar?"

"Ma-ma-masih... Tentu saja, Bang," jawab Andar terbata-bata.

"Layar laptop ini akan kita rekam. Sebaiknya langsung dikirim ke basis data punya Unit 1, tapi jangan sampai unit lain bisa membukanya. Kamu bisa kan melakukan enkripsi data ini?" tanya Catur dengan suara bijak.

"Lalu, bagaimana dengan kami? Kalau direkam, apa kami nanti dianggap pelaku?" Segera saja Nitta mengutarakan kekhawatirannya. Bagaimana juga, dia, Caraka, dan Andar adalah anggota AWANAMA.

"Tidak. Kalian saya anggap informan. Cepat rekam layar untuk barang bukti sebelum saya berubah pikiran," tutup Catur.

Caraka dan Nitta saling pandang. Pada akhirnya, mereka setuju untuk merekam proses yang mereka lakukan. Menghentikan aplikasi jahat yang disusupi pada setiap warga negara awam, adalah kewajiban mereka sebagai warga negara dari dalam 'dark web'.

Rekaman itu mulai terkirim ke tempat penyimpanan yang hanya dimiliki oleh Unit 1. Tak hanya mengambil alih kamera, rupanya diam-diam Catur juga mengambil alih mikrofon tim di seberang layar mereka. Suara-suara sekecil apapun bisa terdengar.

Desas-desus bahwa di dalam Subdit IV ada penyusup titipan kelompok The Big Brother membuat Catur harus mengambil langkah seribu. Sudah tak aman lagi menaruh informasi kasus-kasus cyber crime di basis data kepolisian. Lebih baik ia merogoh kocek sendiri untuk keamanan Subdit IV dan timnya di Unit 1.

Baru saja Caraka berhasil menyusup ke server milik kelompok Wibi, terdengar suara gedoran pintu rumah yang menjelma markas Wibi. Sebab si pemilik rumah tengah berhadapan di monitor, Klaus yang kesal berjalan ke arah pintu. Langkahnya gontai, sebab tubuhnya gemuk dan penuh lemak membebani. Saat ia membuka pintu, seruan keras mengejutkan semua orang.

"Wicak! Ngapain lo ke sini, Njing! Belum sele-"

Tembakan dilepaskan. Klaus terhuyung mundur dan ambruk. Pistol terarah ke kepalanya dan berhasil menembus tengkorak hingga darah muncrat ke dinding rumah.

Nitta, Caraka, dan Catur menyaksikan hal itu dengan ngeri. "Rekaman jangan mati!" seru Catur tanpa gentar, meskipun ia sudah tahu apa yang akan menimpa Wibi malam itu.

"Apa-apaan? Bangsat!" teriak Wibi dari pantauan rekaman.

Dari monitor, dapat terlihat Wibi membalik tubuh dan menarik senjata api dari laci. Ia bergeser ke arah sofa setelah menembak satu kali. Namun, sosok tamu itu tak mengacuhkan Wibi yang sembunyi. Ia pun tak memakai masker wajah.

Sebelum lelaki itu mengejar Wibi, ia menghampiri laptop yang dipakai Wibi. Kini wajahnya tampak dari monitor. "Wibi goblok. Kau di-remote saja tak tahu!"

Ia mundur tiga langkah dan menembak semua kamera monitor yang tengah diambil alih oleh tim Caraka dan Catur. Rekaman pantauan itu berubah hitam, tapi belum sepenuhnya mati. Suara tembakan terdengar lagi, diiringi suara Wibi mengaduh. Barulah setelah itu tembakan beruntun kembali terdengar.

Selanjutnya yang tersisa hanya hening. Rekaman selesai. Nitta melongo, Andar terserang asma, dan Catur mengepalkan tangan. Sementara itu, jemari Caraka berhenti mengetik, hanya bergetar mengambang di atas papan ketik.


***

Log: 23 Juli 2022, 20.58

#nowplaying: The Cure - A Letter to Elise

"Every way to smile forget and make-believe. We never needed any more than this. Any more than this".

Cipher | ✔Where stories live. Discover now